GANGGUAN PADA SISTEM KARDIOVASKULER
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Usia lanjut adalah periode penutup dalam
rentang hidup seseorang. Menuanya organ tubuh tak lebih dari sebuah
proses alamiah. Namun, "sangat sulit membedakan antara penuaan normal yang
tidak bisa dicegah dengan kerusakan organ akibat penuaan yang sebenarnya dapat
dicegah, Dari seluruh penyakit yang mendera manusia, penyakit kardiovaskular
menempati urutan paling atas. Kerusakan akibat penuaan biasanya akan mengalami
dua macam interaksi, yang berasal dari penuaan itu sendiri atau proses
patologis yang mengikuti penyakit jantung tersebut. Kelompok ini pun sering
mengalami kelainan klinis akibat komorbiditas serta polifarmasi.
Penyakit
jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita
penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari
gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya
pola hidup. Angka harapan hidup yang semakin meningkat ditambah peningkatan golongan
usia tua semakin memperbesar jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian
besar diderita oleh orang tua. (Wikipedia, 2008).
Sekitar
83 persen penderita gagal jantung merupakan lansia. Gagal jantung diastolik
merupakan masalah utama disfungsi pendarahan pada orang gaek. Dari para lansia
berusia di atas 80 tahun yang menderita gagal jantung, 70 persen di antaranya
memiliki fungsi sistolik yang normal. Sedangkan para penderita gagal jantung
yang berusia di bawah 60 tahun hanya kurang dari 10 persen yang fungsi
sistoliknya masih bagus. Artinya, sebagian besar penderita lansia tidak
memiliki kelainan pada fungsi sistolik, namun mengalami kelainan diastole.
Sementara itu, hampir 75 persen pasien geriatri menderita gagal jantung,
hipertensi dan atau penyakit arteri koroner.
Sedangkan
para lansia penderita gagal jantung diastolik akan mengalami gagal jantung
dekompensasi karena biasanya tekanan darahnya relatif tinggi dan tidak
terkontrol. Selain itu, sulit membedakan secara klinis antara gagal jantung
diastol atau sistol karena keduanya sering bercampur pada orang tua. Gejala
yang mendadak merupakan tanda umum gagal jantung akibat kelainan fungsi
diastol.
Gejala
dan tanda gagal jantung akibat penuaan relatif sama pada gagal jantung orang
muda, namun biasanya gejala klinis dan keluhan utama pasien tua seringkali
berbeda dan sangat tersembunyi. Biasanya pasien tidak sadar dengan penyakitnya,
yang dia alami ialah sebuah perasaan yang tidak berharga, tidak berguna, dan
relatif menerima keadaan apa adanya seiring dengan bertambahnya usia. Namun
biasanya, karena gagal jantung orang tua cenderung berupa kegagalan diastol,
maka gejalanya akan timbul tiba – tiba dan membuat orang tua jadi uring –
uringan.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
a. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
b. Agar
mahasiswa mampu memahami gangguan-gangguan pada sistem kardiovaskuler yang terjadi pada lansia.
c. Agar
mahasiswa mampu memahami gangguan-gangguan sistem kardiovaskuler pada Lansia.
1.2.2
Tujuan Khusus
a. Mengenal
masalah kesehatan lansia.
b. Memutuskan
tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
c. Melakukan
tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia.
d. Memelihara/memodifikasi
lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga dapat meningkatkan
kesehatan lansia.
e. Memanfaatkan
sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat
yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Mahasiswa
dapat mengenal masalah kesehatan khususnya masalah yang berkaitan dengan sistem
kardiovaskuler
pada lansia.
Mahasiswa
dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia yang mengalami
gangguan pada sistem kardiovaskuler.
Mahasiswa
memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia yang mengalami
gangguan pada sistem kardiovaskuler.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Proses Penuaan
Menjadi tua merupakan kodrat yang harus dijalani oleh
semua insan di dunia. Namun, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, proses penuaan dapat diperlambat atau dicegah (Smith, 2001). Menjadi
tua atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara
perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan
struktur, serta fungsi normalnya. Akibatnya tubuh tidak dapat bertahan terhadap
kerusakan atau memperbaiki kerusakan tersebut (Cunnningham, 2003).Proses penuaan
ini akan terjadi pada seluruh organ tubuh meliputi organ dalam tubuh, seperti
jantung, paru-paru, ginjal, indung telur, otak, dan lain-lain, juga organ
terluar dan terluas tubuh, yaitu kulit (Cunnningham, 2003; Yaar & Gilchrest,
2007).
1.2 Fungsi Sistem Kardiovaskuler
2.2.1 Pengertian Sistem
Kardiovaskuler
System kardiovaskuler
terdiri dari jantung dan pembuluh darah, mengandung 5,5 L darah laki-laki
dengan berat 70 kg. Fungsi utama system kardiovaskuler adalah mendistribusi O2
dan nutrisi ke jaringan, mentransfer metabolit dan CO2 ke organ ekskresi dan paru,
serta mentransport hormone dan komponen system imun. System kardiovaskuler juga
berperan penting pada termoregulasi. Sebagian besar system kardiovaskuler
tersusun peralel, yaitu setiap jaringan mendapat darah langsung dari aorta.
Keadaan ini memungkinkan semua jaringan mendapat darah yang teroksigenasi penuh
dan aliran bisa dikontrol secara independen pada setiap jaringan melawan
tekanan konstan yang diatur dengan mengubah resistensi arteri kecil (yaitu
kontriksi atau dilatasi arteriol). Jantung kanan, paru , dan jantung kiri
tersusun seri. Sistem porta juga tersusun seri dimana darah digunakan untuk
mentranspor zat langsung dari satu jaringan ke jaringan lainnya, seperti pada
system porta hepatica di antara organ pencernaan dan hati. Fungsi system kardiovaskuler
dimodulasi oleh system saraf otonom.
2.2.2
Fisiologi Sistem kardiovaskuler
Darah
dipompa sebanyak 5 liter permenit, 100.000 pompaan perjam dan sekitar 35 juta
pompaan per tahun. Darah dari seluruh tubuh melalui vena cava superior yang
membawa darah dari ekstermitas atas dan vena cava inferior yang membawa darah dari ekstermitas bawah menuju
ke atrium dekster kemudian menuju ke ventrikel dekster melalui katup
trikuspidalis. Pada saat darah masuk ke dalam ventrikel terjadi kontraksi
ventrikel disebut sistol. Dan saat relaksasi di sebut diastole. Saat terjadi
kontraksi di ventrikel katup trikuspidalis menutup agar darah tidak masuk ke
dalam atrium dekster. Sehingga menyebabkan darah masuk ke paru-paru melalui
arteri pulmonalis. Saat tekanan ventrikel itu juga menyebabkan katup pulmonary
membuka. Di dalam paru-paru pertukaran gas pada darah terjadi di kapiler yang
mengelilingi alveoli pada paru-paru.
Kapiler-kapiler
ini bergabung membentuk venula dan darah yang teroksigenasi dibawa kembali
melalui vena pulmonalis ke atrium sinister kemudian masuk ke dalam ventrikel
sinister melalui katup bikuspidalis. Seperti di ventrikel dekster, ventrikel
sinister juga berkontraksai dan berelaksasi bersamaan dengan ventrikel dekster.
Saat ventrikel sinister berkontraksi katup bikuspidalis menutup dan katup aorta
membuka sehingga darah mengalir melalui aorta dan dihantar keseluruh tubuh.
2.2.3
Anatomi System Kardiovaskuler
Anatomi
system kardio vaskuler terdiri dari :
Jantung
Jantung merupakan organ
pemompa besar yang memelihara peredaran melalui seluruh tubuh. Jantung
berbentuk menyerupai jantung pisang yang ukurannya hampir sebesar sekepalan
tangan orang dewasa. Bagian atas jantung tumpul disebut basis kordis dan bagian
bawahnya runcing disebut apeks kordis.
Jantung memiliki 3 lapisan,
yaitu :
a. Endokardium
Merupakan lapisan jantung
yang terdapat di sebelah dalam yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput
lender yang melapisi permukaan rongga jantung.
b. Miokardium
Merupakan lapisan inti dari
jantung yang terdiri dari otot-otot jantung.
c. Pericardium
Lapisan jantung sebelah luar
yang merupakan selaput pembungkus jantung.
Jantung terdiri dari 4
ruangan, yaitu :
1. Atrium
dekster
Merupakan ruang jantung
sebelah kanan atas. Didalam atrium dekster terdapat:
ü Aurichula
dekstra : bangunan pada jantung sebelah kanan yang menyerupai daun telinga.
ü Septum
interatrial : dinding yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri.
ü Vena
cava superior : pembuluh darah yang membawa darah dari ekstermitas atas ke
jantung.
ü Vena
cava inferior : pembuluh darah yang membawa darah dari ekstermitas bawah ke
jantung.
2. Ventriculus
dekstrum
Merupakan ruang jantung
sebelah kanan bawah. Didalam ventriculus dekster terdapat :
ü Valvula
atrioventrikularis dekstrum atau valva trikuspidalis : terdapat pada atrium
dekster dan ventrikulus dekster yang terdiri dari 3 katup.
ü Musculi
papilares : merupakan otot didalam jantung kanan yang mengatur gerakan katup.
ü Chordaetendineae
: serabut otot jantung.
ü Valva
trunci pulmonalis : katup pada arteri pulmonalis.
ü Septum
interventrikulare : dinding atau sekat yang memisahkan antara ventrikulus
dekster dan ventrikulus sisnister.
ü Arteri
pulmonalis : pembuluh darah yang membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke
pulmo.
3. Atrium
sinister
Merupakan ruang jantung
sebelah kiri atas, terdapat :
ü Vena
pulminalis : pembuluh darah yang membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium
sinistra.
ü Auricul
sinistra : bangunan pada jantung sebelah kiri yang menyerupai daun telinga.
4. Ventrikulus
sinistra
Merupakan ruangan jantung
sebelah kiri bawah
ü Valvula
atrioventrikularis sisnistra/ valve bikuspidalis : terdapat pada atrium
sinister dan ventrikulus sinister yang terdiri dari 2 katup.
ü Musculi
papilares : merupakan otot didalam jantung kiri yang mengatur gerakan katup.
ü Chordaetendineae
: serabut otot jantung.
ü Valve
aorta :
ü Septum
interventrikulare : dinding atau sekat yang memisahkan antara ventrikulus
dekster dan ventrikulus sisnister
Pembuluh
darah
a. Arteri
Merupakan pembuluh darah
yang keluar dari jantung yang membawa darah keseluruh bagian dan alat tubuh. Arteri
mempunyai diding berlapis 3, yaitu :
ü Tunika
intima/eksterna : lapisan yang paling dalam sekali yang berhubugan dengan darah
dan terdiri dari jaringan endotel.
ü Tunika
media : lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya elastic
dan termasuk otot polos.
ü Tunika
eksterna/ adventisia : lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan
ikat gembur yang berguna menguatkan dinding arteri
Arteri
yang paling besar di dalam tubuh yaitu :
ü Aorta
Merupakan pembuluh darah
arteri besar yang keluar dari jantung bagian ventrikel sinistra melalui aorta
asendens lalu membelok kebelakang melalui radiks pulmonalis sinistra, turun
sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma lalu menurun ke bagian perut
Ada 3 bagian aorta :
ü Aorta
asendens
Aorta yang naik ke
atasdengan panjangnya ±5 cm, cabangnya arteri koronariamasuk ke jantung.
ü Arkus
aorta
Bagian aorta yang melengkung
arah ke kiri, di depan trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis IV
Cabang–cabangnya : arteri
brakia sefalika atau arteri Anomia, arteri subklavia sinistra dan arteri
koratis komunis sinistra.
ü Aorta
Desendens
Bagian aorta yang menurun
mulai dari vertebra torakalis IV sampai vertebra lumbalis IV.
ü Aorta
torakalis : dimulai dari vertebra torakalis IV sampai menembus diafragma.
ü Aorta
abdominalis : pada vertebra torakalis XII terbagi 2 : arteri iliaka komunis
dekstra dan arteri iliaka komunis sinistra.
ü Truncus
pulmonari :
ÿ Arteri
pulmonaris dekster merupakan pembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra
menuju ke paru-paru kanan
ÿ Arteri
pulmonaris sinister merupakan pembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra
menuju ke paru-paru kiri
Vena
Merupakan pembuluh darah
yang membawa darah dari bagian/ alat-alat tubuh masuk kedalam jantung. Vena
yang masuk ke jantung yaitu:
ü Vena
cava superior
Pembuluh darah yang
mengalirkan darah ke atrium dekstra yang datang dari tubuh bagian atas.
ü Vena
cava inferior
Pembuluh darah yang
mengalirkan darah ke atrium dekstra yang datang dari tubuh bagian bawah.
ü Vena
pulmonalis
Pembuluh darah yang membawa
darah dari paru-paru masuk ke atrium sinistra
BAB III
PENYAKIT SISTEM KARDIOVASKULER PADA
LANSIA
3.1 Penyakit Jantung Koroner
3.1.1 Definisi
Penyakit Jantung Koroner (pjk) adalah keadaaan dimana terjadi ketidak seimbangan
antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan penyediaan yang di berikan
oleh pembuluh darah koroner. Ketidakmampuan pembuluh darah koroner
untuk menyediakan kebutuhan oksigen biasanya diakibatkan oleh penyumbatan
athroma (plak) pada dinding bagian dalam pembuluh darah koroner. (Abdul Majid,
2007).
3.1.2 Etiologi
Penyebab
utama PJK :
Merokok
Darah tinggi
(Hipertensi)
Kencing
manis (Diabetes Mellitus)
Kolesterol tinggi
Keturunan
3.1.3 Patofisiologi
Bila terlalu banyak mengkonsumsi makanan
yang mengandung kolesterol, maka kadar kolesterol dalam darah bisa berlebih
(disebut hiperkolesterolemia). Kelebihan kadar kolesterol dalam darah akan
disimpan di dalam lapisan dinding pembuluh darah arteri, yang
disebut sebagai plak atau ateroma (sumber
utama plak berasal dari LDL-Kolesterol. Sedangkan HDL membawa kembali kelebihan
kolesterol ke dalam hati, sehingga mengurangi penumpukan kolesterol di dalam
dinding pembuluh darah). Ateroma berisi bahan lembut seperti keju, mengandung
sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan
sel-sel jaringan ikat.
Apabila makin lama plak yang terbentuk
makin banyak, akan terjadi suatu penebalan pada dinding pembuluh darah arteri,
sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah arteri. Kejadian ini disebut
sebagai aterosklerosis (terdapatnya aterom pada dinding
arteri, berisi kolesterol dan zat lemak lainnya). Hal ini menyebabkan
terjadinya arteriosklerosis (penebalan pada dinding arteri
& hilangnya kelenturan dinding arteri). Bila ateroma yang terbentuk semakin
tebal, dapat merobek lapisan dinding arteri dan terjadi bekuan darah (trombus)
yang dapat menyumbat aliran darah dalam arteri tersebut.
Hal ini yang dapat menyebabkan
berkurangnya aliran darah serta suplai zat-zat penting seperti oksigen ke
daerah atau organ tertentu seperti jantung. Bila mengenai arteri
koronaria yang berfungsi mensuplai darah ke otot jantung(istilah
medisnya miokardium), maka suplai darah jadi berkurang dan
menyebabkan kematian di daerah tersebut (disebut sebagai infark miokard).
Konsekuensinya adalah terjadinya serangan jantung dan menyebabkan timbulnya
gejala berupa nyeri dada yang hebat (dikenal sebagai angina pectoris).
Keadaan ini yang disebut sebagai Penyakit Jantung Koroner (PJK).
3.1.4 Manifestasi Klinis
Sesak napas mulai dengan napas yang terasa pendek sewaktu melakukan
aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tak menimbulkan keluhan.
Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan.
Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas
bawah, terjadi selama atau setelah olah raga Peka terhadap rasa dingin.
Perubahan warna kulit.
Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan
kiri.
Keringat dingindan berdebar-debar
Dada rasa tertekan seperti ditindih benda berat, leher rasa tercekik.
Denyut
jantung lebih cepat.
Mual dan
muntah.
kelemahan
yang luar biasa
3.1.5
Pemeriksaan Diagnostic
Ø ECG
Adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi
atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan
adanya nekrosis.
Ø Enzym dan isoenzym pada jantung.
CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam.
Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Ø Elektrolit
Ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung
dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Ø Whole blood cell
Leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Ø Kolesterol atau trigliseid
Mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya
arteriosklerosis.
Ø Chest X ray
Mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
Ø Echocardiogram
Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas
masing-masing ruang pada jantung.
Ø Exercise stress test
Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas
3.1.6
Komplikasi
Serangan
jantung yang mengancam jiwa menyebabkan infark myocardium(kematian otot
jantung) karena persediaan darah tidak cukup
Angina
pectoris yang tidak stabil,syok dan aritmia
Gagal
jantung kongestif
Tekanan
Darah Tinggi (hipertensi)
Diabetes
3.1.7 Penatalaksanaan Dan Pengobatan
a. Terapi
Farmakologi
ü Analgetik
morfin
ü Antikoagulan
ü Antilipemik:
Cholestyramin, lovastatin, simvastatin, asam nikotinik, gemfibrozil, colestipol
ü Betha bloker
adrenergik
ü Calcium
channel blocker
ü Therapi
aspirin dosis rendah
ü Nitrates
b. Non
Farmakologi
ü Perubahan
aktivitas: penurunan BB jika perlu
ü Atherectomy
ü Pembedahan
bypass arteri koroner
ü Coronary
artery stent placement
ü Perubahan
diet: rendah garam, kolesterol, lemak, peningkatan diet serat rendah kalori
ü Mengganti
estrogen pd wanita post menopause
ü Pola hidup:
berhenti merokok
ü Percutaneous
Transluminal Coronary Angioplasty (PTSA)
3.2 Hipertensi
3.2.1 Pengertian
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah
diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)
3.2.2 Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang
spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer.Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi:
Genetik:
Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
Obesitas:
terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah
meningkat.
Stress
Lingkungan.
Hilangnya
Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh
darah.
Berdasarkan
etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi
Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan
stress.
b. Hipertensi
Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim
renal/vakuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
3.2.3
Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis
yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan
tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi
eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya
perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat
meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut
akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.
3.2.4
Manifestasi Klinis
Manifestasi
klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
Peningkatan
tekanan darah > 140/90 mmHg
Sakit kepala
Epistaksis
Pusing /
migrain
Rasa berat
ditengkuk
Sukar tidur
Mata
berkunang kunang
Lemah dan
lelah
Muka pucat
Suhu tubuh
rendah
3.2.5
Pemeriksaan Penunjang
§ Pemeriksaan
Laborat
§ Hb/Ht :
untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
§ BUN /
kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
§ Glucosa :
Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran
kadar ketokolamin.
§ Urinalisa :
darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
§ CT Scan :
Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
§ EKG : Dapat
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.
§ IUP :
mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
§ Photo dada :
Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.
3.2.6
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
Non Farmakologis
ü DietPembatasan
atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah
dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron
dalam plasma.
ü Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan
Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
ü Mempunyai
efektivitas yang tinggi.
ü Mempunyai
toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
ü Memungkinkan
penggunaan obat secara oral.
ü Tidak
menimbulakn intoleransi.
ü Harga obat
relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
ü Memungkinkan
penggunaan jangka panjang.Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien
dengan hipertensi sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan
antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.
3.3 Penyakit jantung Vaskular Perifer
3.3.1
Definisi
Penyakit Vaskular Peripheral merupakan penyakit pembuluh darah perifer
mempengaruhi sirkulasi darah ke bagian tubuh yang ekstrimitas. Penyakit
vaskular termasuk segala kondisi yang mempengaruhi sistim peredaran darah anda.
Ini mencakup dari penyakit-penyakit arteri-arteri, vena-vena dan
pembuluh-pembuluh limfa anda sampai ke kekacauan-kekacauan darah yang
mempengaruhi sirkulasi. (Suzanne C Smeltzer, 2001)
3.3.2 Etiologi
1. Gagal
jantung
2. Infeksi
3. Perubahan
pembuluh darah dan pembuluh limfe
4. Proses
penuaan
3.3.3 Manifestasi
Klinis
1. Nyeri
Nyeri berat seperti kram pada ekstremitas disebabkan
oleh ketidakmampuan system arteri mencukupi kebutuan aliran darah kejaringan
saat menghadapi peningkatan kebutuhan akan nutrisi. Karena jaringan dipaksa
menyelesaikan siklus energy tanpa nutrisi, maka akan dihasilkan metabolit otot
dan asam laktat. Nyeri akan dirasakan ketika metabolit mengganggu ujung syaraf
jaringan sekitarnya.
2. Perubahan
kulit
Aliran darah yang tidak memadai mengakibatkan
ekstremitas yang dingin dan pucat, kekurangan oksigen, sianosis.
3. Denyut nadi
lemah
Penyakit arteri oklusif mengganggu aliran darah dan
dapat menurunkan atau menghilangkan denyutan nadi pada ekstremitas.
4. Edema
Penurunan aliran darah vena mengakibatkan peningkatan
tekanan vena, diikuti peningkatan tekanan hidrostatik perifer, filtrasi bersih
cairan keluar dari kapiler ke rongga intertisial, dan selanjutnya terjadi edema
5. Kelemahan
6. Ganggren
Gangguan akan terjadi setelah iskemia berat yang lama
dan menunjukan adanya nekrosis jaringan.
7. Kesemutan
8. Disfungsi
Ereksi
3.3.4 Patofisiologi
Penurunan aliran darah melalui pembuluh darah perifer merupakan tanda pada
semua penyakit vaskuler perifer. Efek fisiologis berybahnya aliran darah
tergantung pada besarnya kebutuhan jaringan yang melebihi suplai oksigen dan
nutrisi yang tersedia. Bila kebutuhan jaringan tinggi, maka bila terjadi
sedikit penurunan aliran darah dapat mengganggu pemeliharaan integritas
jaringan sehingga jaringan menjadi iskemi (kekurangan suplai darah), malnutrisi
dan kematian apabila kekurangan aliran darah tersebut tidak diperbaiki.
Gagal jantung, aliran darah perifer yang tidak memadai terjadi bila kerja
pemompaan jantung tidak efisien. Gagal jantung kiri menyebabkan penimbunan
darah diparu dan penurunan aliran kedepan atau curah jantung. Gagal jantung
kanan menyebabkan kengesti vena sistemik dan penurunan aliran darah.
Perubahan pembuluh darah dan pembuluh limfa. Pembuluh darah yang utuh,
paten dan responsive diperlukan untuk menyalurkan oksigen yang cukup ke
jaringan dan mengangkat sampah metabolisme. Arteri dapat mengalami obstruksi
akibat plak aterosklerosis, thrombus atau embolus. Arteri dapat rusak atau
mengalami obstruksi akibat trauma kimia atau mekanis, infeksi atau proses radang,
gangguan vasospastik dan malformasi congenital. Oklusi arteri yang mendadak
menyebabkan iskemia berat pada jaringan, sering irreversible dan berakir dengan
kematian jaringan. Bila oklusi arteri berlangsung secara bertahap, resiko
kematian jaringan mendadak lebih rendah karena sirkulasi kolateral mempunyai
kesempatan untuk berkembang.
Aliran darah vena menurun akibat trobus yang menyumbat vena, katup vena
yang inkompeten, atau oleh menurunya efktifitas kerja pemompaan otot
disekitarnya. Penurunan aliran darah vena mengakibatkan peningkatan tekanan
vena, diikuti peningkatan tekanan hidrostatik perifer, filtrasi bersih cairan
keluar dari kapiler ke rongga intertisial, dan selanjutnya terjadi edema.
Jaringan edema tidak mampu menerima nutrisi yang memadai dari darah dan sebagai
konsekuensinya jaringan tersebut lebih peka terhadap kematian dan infeksi.
Sumbatan pembuluh limfe juga dapat mengakibatkan edema. Pembuluh limfe
dapat mengalami penyumbatan oleh tumor atau kerusakan akibat trauma mekanis
atau proses radang.
Proses penuaan menghasilkan dinding pembuluh darah yang mempengaruhi
transportasi oksigen dan nutrisi kejaringan. Lapisan intima menebal sebagai
akibat proliferasi seluler dan fibrosis. Serabut elastic di lapisan media
mengalami klaisifikasi, tipis dan terpotong dan kolagen tertimbun di lapisan
intima maupun media. Perubahan tersebut mengakibatkan kekakuan pembuluh darah,
yang meningkatkan tekanan perifer gangguan aliran dara, dan peningkatan kerja
ventrikel kiri.
3.3.5 Pemeriksaan Penunjang
a. ECG (Electrocardiogram)
ECG
bermanfaat dalam mengidentifikasi iskemia miokardium, apalagi dalam kondisi
istirahat. Adanya gambaran depresi S-T atau horizontal 1mm atau lebih diluar
titik J, bersifat khas, walaupun tidak patognomonik iskemia kardium. Gambaran
lain dari adanya kelainan ECG mencakup perubahan gelombang ST-T nonspesifik,
kelambatan hantaran atrioventrikularis dan intraventrikel serta aritmia
bersifat non spesifik untuk penyakit jantung koroner aterosklerotik.
b. Laboratorium
darah
Lipid darah
(lemak) bahwa telah diketahui bahwa hiperlipidemia adalah suatu faktor penting
dalam perkembangan aterosklerosis koronaria. Demikian juga peningkatan kadar
gula darah yang diatas rata-rata, hal ini menunjukkan adanaya risk factor lain
yang dapat menyebabkan aterosklerosis.
c. Pemeriksaan
dengan Echokardiografi
Pemeriksaan
penunjang lain yaitu pemeriksaan echo-kardiografi, dari pemeriksaan ini dapta
dilihat lokasi penyumbatan dan berapa besar tingkat aliran darah yang mengaliri
koroner dan jantung, dan dilihat juga seberapa besar adanya penyumbatan aliran
tersebut. Dari hasil echo yang dapat memotret dari 3 dimensi memungkinkan
diagnosa dan tindakan yang akan dilakukan akan tepat sasaran.
d. Angiografi
koroner
Menggambarkan
penyempitan atau sumbatan arteri koroner dan biasanya dilakukan sehubungan
dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi).
e. Pemeriksaan
Photo thorak
Hasil,
mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung didug gagal jantung koroner
atau aneurisme ventrikuler. Pemeriksaan ini disamping untuk mengetahui seberapa
besar adanya pembesaran jantung, juga untuk mengetahui dan mengidentifikasi
gangguan sistem respirasi terutama paru. Dengan adanya photo thorak dapat
diketahui secara dini adanya pneumonia atau infeksi lain sehingga faktor
penyulit tersebut dapat dicegah dan ditangani dengan cepat.
3.4 Kardiomiopati
3.4.1
Pengertian
Kardiomiopati adalah setiap penyakit atau cedera pada
jantung yang tidak berhubungan dengan penyakit arteri koroner, hepertensi, atau
malformasi congenital. Kardiomiopati dapat terjadi setelah suatu infeksi
jantung, akibat penyakit otoimun, atau setelah individu terpajan toksin
tertentu, termasuk alcohol dan banyak obat anti kanker. Kardiomiopati dapat
terjadi secara idiopatik. (Corwin, 2009).
3.4.2
Klasifikasi
Menurut Goodwin, berdasarkan kelainan
pathofisiologinya, terbagi atas terbagi atas kardiomiopati kongestif/dilatasi,
kardiomiopati hipertrofik , dan kardiomiopati restriktif. (Mansjoer, et.al
2000).
ü
Kardiomiopati
dilatasi/kongsetif
Penyakit miokard yang ditandai dengan dilatasi ruangan-ruangan jantung
dan gagal jantung kongestif akibat berkurangnya fungsi pompa sistolik secara
progresif serta meningkatkan volume akhir diastolic dan sistolik.
ü
Kardiomiopati
hypertrofi
Suatu penyakit dimana terjadi hypertrofi septum interventrikular secara
berlebihan aliran darah keluar dari ventrikel kiri terhambat.
ü
Kardiomiopati
restriktif
Suatu penyakit dimana terjadi kelainan komposisi miokardium sehingga
menjadi lebih kaku sehingga pengisian kapiler kiri terganggu, mengurangi curah
jantung, dan meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri.
3.4.3
Etiologi
Sebagian besar penyebab kardiomiopati tidak diketahui
ada beberapa sebab yang diketahui antara lain: infeksi berbagai mikroorganisme
toksik seperti etanol: metabolic misalnya pada buruknya gizi dan dapat pula
diturunkan. (Muttaqin, 2009). Goodwin dalam Mansjoer, et.al 2000, membagi
etiologi berdasarkan klasifikasi kardiomiopati yaitu sebagai berikut:
1. Kardiomiopati dilatasi/kongsetif: etiologinya sebagian
besar tidak diketahui, namun mungkin berhubungan dengan virus, penggunaan
alcohol yang berlebihan,penyakit metabolic,kelainan gen dan sebagainya.
2. Kardiomiopati hypertrofi : Penyebabnya tidak diketahui
namun sebagian diturunkan secara autosom dominan.
3. Kardiomiopati restriktif : etiologinya
penyakit-penyakit yang menginfiltrasi miokardium, seperti amiloidosis
hemokromatisis, sarkoidosis, dan sebagainya.
3.4.4 Patofisiologi
Miopati merupakan
penyakit otot. Kardiomiopati merupakan sekelompok penyakit yang mempengaruhi
struktur dan fungsi miokardium. Kardiomiopati digolongkan berdasar patologi,
fisiologi dan tanda klinisnya. Penyakit ini dikelompokkan menjadi:
1. kardiomiopati dilasi atau kardiomiopati kongestif
2. kardiomiopati hipertrofik
3. kardiomiopati restriktif.
Tanpa
memperhatikan kategori dan penyebabnya, penyakit ini dapat mengakibatkan gagal
jantung berat dan bahkan kematian. Kardiomiopati dilasi atau kongistif adalah
bentuk kardiomiopati yang paling sering terjadi. Ditandai dengan adanya dilasi
atau pembesaran rongga ventrikel dalam ventrikel. Pada pemeriksaan mikroskopis
otot memperlihatkan berkurangnya jumlah elemen kontraktil serat otot. Komsumsi
alkohol yang berlebihan sering berakibat berakibat kardiomiopati jenis ini.
Kardiomiopati hipertrofi jarang terjadi. Pada kardiomiopati hipertrofi, massa
otot jantung bertambah berat, terutama sepanjang septum. Terjadi peningkatan
ukuran septum yang dapat menghambat aliran darah dari atrium ke ventrikel;
selanjutnya, kategori ini dibagi menjadi obstruktif dan nonobstruktif.
Kardiomiopati
restritif adalah jenis terakhir dan kategori paling sering terjadi. Bentuk ini
ditandai dengan gangguan regangan ventrikel dan tentu saja volumenya.
Kardiomiopati restriktif dapat dihubungkan dengan amiloidosis (dimana amiloid,
suatu protein, tertimbun dalam sel) dan penyakit infiltrasi lain. Tanpa memperhatikan
perbedaannya masing-masing, fisiologi kardiomiopati merupakan urutan kejadian
yang progresif yang diakhiri dengan terjadinya gangguan pemompaan ventrikel
kiri. Karena volume sekuncup makin lama makin berkurang, maka terjadi stimulasi
saraf simpatis, mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Seperti
patofisiologi pada gagal jantung dengan berbagai penyebab, ventrikel kiri akan
membesar untuk mengakomodasi kebutuhan yang kemudian juga akan mengalami
kegagalan. Kegagalan ventrikel kanan biasanya juga menyertai proses ini.
3.4.5
Manifestasi Klinis
Kardiomiopati dapat
terjadi pada setiap usia dan menyerang pria maupun wanita. Kebanyakan orang
dengan kardiomiopati pertama kali datang dengan gejala dan tanda gagal jantung.
Dispnu saat beraktifitas, parosikmal nokturnal dispnu (PND), batuk, dan mudah
lelah adalah gejala yang pertama kali timbul.Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan
kongesti vena sistemik,distensi vena jugularis, pitting edema pada bagian tubuh
bawah, pembesaran hepar, dan takikardi.
3.4.6
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang biasanya dilakukan adalah
sebagai berikut:
Foto toraks, pada kardiomiopati dilatatif akan
didapatkan kardiomegali dan edema paru.
EKG akan tampak left ventrikel hypertropi pada jenis
kardiomiopati hipertrofi.
Ekokardiografi: dapat dilihat adanya dilatasi,
penebalan pada jantung
3.4.7
Penatalaksanaan.
1. Pembatasan garam dan pemberian diuretic dilatasi untuk
mengurangi volume diastolic akhir. Terapi yang lain untuk gagal jantung mungkin
diperlukan.
2. Diberikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan
embolus. Sebagai contoh, warfarin, heparin, dan obat baru, ximelagatran. Temuan
terbaru memperlihatkan bahwa ximelagatran memiliki efek samping lebih sedikit
dibandingkan obat lain dan pemantauan mungkin tidak diperlukan sebagai obat
keras. Ximelagataran sedikit diketahui berinteraksi dengan makanan atau obat
lain.
3. Penyekat beta diberikan untuk kardiomiopati
hipertrofik dengan tujuan menurunkan kecepatan denyut jantung, sehingga waktu
pengisian diastolic meningkat. Obat – obat ini juga mengurangi kekakuan
ventrikel.
4. Dapat diusahakan reseksi bedah pada bagian miokardium
yang mengalami hepertrofi.
5.
Penyekat
saluran kalsium tidak digunakan karena dapat semakin menurunkan konraktilitas
jantung.
5.
3.4.8 KOMPLIKASI
1. Dapat terjadi infark miokard apabila kebutuhan oksigen
ventrikel yang menebal tidak dapat dipenuhi.
2. Dapat terjadi gagal jantung pada kardiomiopati
dilatasi apabila jantung tidak mampu memompa keluar darah yang masuk.
2.
3.5 Aritmia
3.5.1 Pengertian
Gangguan
irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadipada infark
miocardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama
jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges,
1999).
3.5.2
Etiologi
Etilogi
aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
a. Peradangan
jantung, misalnya demam rematik, peradangan miokard (miokarditis karena
infeksi).
b. Gangguan
sirkulasi koroner (arterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner),
misalnya iskemia miokard, infark miokard.
c. Karena obat
(intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia
lainnya.
d. Gangguan
keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
e. Gangguan
pada pengaturan susunan saraf otonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
f. Gangguan
metabolik (asidosis, alkalosis).
g. Gangguan
endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
h. Gangguan
irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.
i. Gangguan
irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung).
3.5.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, pacu untuk deyut jantung dimulai di denyut nodus SAdengan
irama sinur 70-80 kali per menit, kemudian di nodus AV dengan 50kali per menit,
yang kemudian di hantarkan pada berkas HIS lalu ke serabutpurkinje. Sentrum
yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan dan sentrum yang memimppin ini
disebut pacemaker. Dlam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah dapat juga
bekerja sebagai pacemaker, yaitu :
a.
Bila sentrum SA membentuk pacu
lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk pacu lebih besar.
b.
Bila pacu di SA tidak sampai
ke sentrum AV, dan tidak diteruskan k BIndel HIS akibat adanya kerusakan pada
system hantaran atau penekanan oleh obt.
Aritmia terjasi karena ganguan pembentukan impuls (otomatisitas abnormal
atau gngguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan pcu antara lain:
1. Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus dan
aritmia sinus.
2. Debar ektopik dan irama ektopik:
·
Takikardi sinus fisiologis,
yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makana sedang dicerna.
·
Takikrdi pada waktu istirahat
yang merupakan gejala penyakit, seperti demam, hipertiroidisme, anemia, lemah
miokard, miokarditis, dan neurosis jantung.
3.5.4 Manifestasi
Klinis
a. Perubahan TD
(hipertensi atau hipotensi), nadi mungkin tidak teratur, defisit nadi, bunyi
jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, kulit pucat, sianosis,
berkeringat, edema; haluaran urine menurun bila curah jantung menurun berat.
b. Sinkop, pusing,
berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
c. Nyeri dada
ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat anti angina, gelisah.
d. Nafas
pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas tambahan (krekels,
ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal
jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e. Demam;
kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis
siferfisial); kehilangan tonus otot/ kekuatan.
3.5.5 Pemeriksaan
Penunjang
a. EKG :
menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber
disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
b. Monitor
Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana
disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (dirumah/kerja). Juga
untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/ efek obat antidisritmia.
c. Foto Dada :
Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katup.
d. Scan
Pencitraan Miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang
dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.
e. Tes Stress
Latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan
disritmia.
f.
Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium,
kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
g. Pemeriksaan
Obat : Dapat menyebabkan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau
dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin.
h. Pemeriksaan
Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan
meningkatnya disritmia.
i.
Laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses
inflamasi akut.Contoh, endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
j.
GDA/Nadi Oksimetri : Hipokalsemia dapat
menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
3.5.6 Penatalaksanaan
Medis
Terapi Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas
yaitu :
1. Antiaritmia
Kelas 1 : Sodium Channel Blocker
Kelas 1 A
Ø Quinidin :
adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya
atrial fibrilasi atau flukter.
Ø Procainamide
: untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmia yang menyertai
anestesi.
Ø Dyspiramide
: untuk SVT akut dan berulang.
Kelas 1 B
Ø Lignocain :
untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Ø Mexiletine :
untuk aritmia ventrikel dan VT.
Kelas 1 C
Ø Flecainide :
untuk ventrikel ektopik dan takikardi.
2. Antiaritmia
Kelas 2 (Beta Adrenergik Blokade)
Ø Atenol,
Metroprolol, Propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pektoris dan
hipertensi.
3. Antiaritmia
Kelas 3 (Prolong Repolarisation)
Ø Amiodarone,
indikasi VT, SVT berulang.
4. Antiaritmia
Kelas 4 (Calsium Channel Blocker)
Ø Verapamil,
indikasi Supraventrikular aritmia.
Terapi Mekanis
1. Kardioversi
: Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi
: kardioversi asinkronis yang digunakan pda keadaan gawat darurat.
3. Defibrilator
Kardioverter Implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode
takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami
fibrilasi ventrikel.
4. Terapi
Pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke
otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup
jantung mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan
maksimal oleh jantung.Katup jantung yang mengalami kelainan membuat darah yang
seharusnya tidak bisa kembali masuk ke bagian serambi jantung ketika berada di
bilik jantung membuat jantung memiliki tekanan yang cukup kuat untuk memompa
darah ke seluruh tubuh. Akibatnya orang tersebut tidak bisa melakukan aktifitas
dalam tingkat tertentu.
Kelainan katup jantung yang parah membuat penderitanya
tidak dapat beraktifitas dan juga dapat menimbulkan kematian karena jantung
tidak lagu memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan darah.Kelainan katup
jantung biasanya terjadi karena faktor genetika atau keturunan dan terjadi
sejak masih dalam kandungan. Kelainan pada katup jantung juga bisa terjadi
karena kecelakaan ataupun cedera yang mengenai jantung. Operasi jantung juga
dapat menyebabkan kelainan pada katup jantung jika operasi tersebut gagal atau
terjadi kesalahan teknis maupun prosedur dalam melakukan oeprasi pada jantung.
Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan
pada aliran darah yang melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit
dapat mengalami dua jenis gangguan fungsional: (1) regurgitasi-daun
katup tidak dapat menutup rapat sehngga darah dapat mengalir balik (sinonim
dengan isufisiensi katup dan inkompetensi katup) ;
dan (2) stenosis katup-lubang katup mengalami
penyempitan shingga aliran darah mengalami hambatan. Isufisiensi dapat dan
stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai ”lesi
campuran” atau terjadi sendiri yang disebut sebagai lesi murni.” Berikut
tipe-tipe gangguan katub.
Katup Mitral
(juga disebut sebagai katup bicuspid / katup atrioventrikuler
kiri) merupakan katup yang ada di dalam jantung yang terdiri dari dua daun
katup. Katup mitral merupakan katup jantung yang memisahkan anatara serambi
kiri dan bilik kiri). Katup mitral dan katup trikuspid merupakan katup atrioventricular karena
terletak diantara serambi dan bilik jantung, dan keduanya mengendalikan laju
aliran darah.
Sindrom
prolaps katup mitral adalah disfungsi bilah – bilah katup mitral yang tidak
dapat menutup dengan sempurna dan mengakibatkan regurgutasi katup, sehingga
darah merembes dari ventrikel kiri ke antrium kiri. Sindrom ini kadang tidak menimbulkan gejala atau dapat juga atau dapat juga
berkembang cepat dan menyebabkan kematian mendadak. Stenosis
Mitral.
Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah – bilah
katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran
darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari. Pada
kasus stenosis berat menjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil. Ventrikel
kiri tidak terpengaruh, namun antrium kiri mengalami kesulitan dalam
menggosongkan darah melalui lumen yang sempit ke ventrikel kiri. Akibatnya
antrium akan melebar dan mengalami hipertrofi karena tidak ada katup yang
melindungi vena pulmonal terhadap aliran balik dari antrium, maka sirkulasi
pulmonal mengalami kongesti. Akibatnya ventrikel kanan harus menanggung beban
tekanan arteri pulmonal yang tinggi dan mengalami peregangan berlebihan yang
berakhir gagal jantung.
Insufisiensi mitral terjadi bila katup mitral tidak dapat saling menutup
selama systole. Chordate tendineae memendek, sehingga bilah katup tidak dapat
menutup dengan sempurna, akibatnya terjadilah regurgitasi aliran balik dari
ventrikel kiri ke antrium kiri. Pemendekan atau sobekan salah satu atau kedua
bilah katup mitral mengakibtakan penutupan lumen mitral tidak sempurna saat
ventrikel kiri dengan kuat mendorong darah ke aorta, sehingga setiap denyut,
ventrikel kiri akan mendorong sebagaian darah kembali ke antrium kiri.
Aliran balik darah ini ditambah dengan darah yang masuk dari paru,
menyebabkan antrium kiri mengalami pelebaran dan hipertrofi. Aliran darah balik
dari ventrikel akan menyebabkan darah yang mengalir dari paru ke antrium kiri
menjadi berkurang. Akibatnya paru mengalami kongesti, yang pada giliranya
menambah beban ke ventrikel kanan. Maka meskipun kebocoran mitral hanya kecil
namun selalu berakibat terhadap kedua paru dan ventrikel kanan.
Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen antara ventrikel kiri dan
aorta. Pada orang dewasa stenosis bisa merupakan kelainan bawaan atau dapat sebagai
akibat dari endokarditisrematik atau kalsifikasi kuspis dengan penyebab yang
tidak diketahui. Penyempitan terjadi secara progresif selama beberapa tahun
atau beberapa puluh tahun.
Bilah – bilah katup aorta saling menempel dan menutup sebagaian lumen
diantara jantung dan aorta. Ventrikel kiri mengatasi hambatan sirkulasi ini
dengan berkontraksi lebih lambat tapi dengan energi yang lebih besar dari
normal, mendorong darah melalui lumen yang sangat sempit. Mekanisme kompesansi
jantung mulai gagal dan munculah tanda – tanda klinis.
Obstruksi kalur aliran aorta tersebut menambahkan beban tekanan ke
ventrikel kiri, yang mengakibatkan penebalann dinding otot. Otot jantung
menebal (hipertrofi) sebagai respons terhadap besarnya obstruksi ; terjadilah
gagal jantung bila obsruksinya terlalu berat.
Insufisiensi
aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup
aorta,sehingga masing – masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapt
selama diastole dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke
ventrikel kiri. Defek katup ini bisa disebabkan oleh endokarditis, kelainan
bawaan, atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan
dilatasi atau sobekan aorta asendens.
Karena kebocoran katup aorta saat
diastole , maka sebagaian darah dalam aorta, yang biasanya bertekanan tinggi,
akan mengalir ke ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus mengatasi
keduanya yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri ke
ventrikel melalui lumen ventrikel, maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi
peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih normal
untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem
kardiovaskuler berusaha mengkompesansi melalui refleks dilatasi pembul;uh darah
arteri perifer melemas sehingga tahanan perifer turun dan tekanan diastolic
turun drastis.
Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai peyakit
yang hampir selalu disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak
ditemukan penyakit katup jenis baru. Penyakit katup jantung yang paling sering
dijumpai adalah penyakit katup degeneratif yang berkaitan dengan meningkatnya
masa hidup rata-rata pada orang-orang yang hidup di negara industri
dibandingkan dengan yang hidup di negara berkembang. Meskipun terjadi penurunan
insidensi penyakit demam rematik , namun penyakit rematik masih merupakan
penyebab lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi bedah.
Berdasarkan etiologinya stenosis katup mitral terjadi
terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik pada masa
kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya,
demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa,
remaja dan kadang pada anak-anak. Yang khas adalah jika penyebabnya demam
rematik, daun katup mitral sebagian bergabung menjadi satu.Penyakit Jantung
Rematik.
Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi
mitral dapat dibagi atas reumatik dan non reumatik (degenaratif, endokarditis,
penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara
berkembang seperti Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi mitral adalah
demam reumatik.
Berdasarkan
etiologinya stenosis katup aorta merupakan penyakit utama pada orang tua, yang
merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium di
dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60
tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-80 tahun.Stenosis
katup aorta juga bisa disebabkan oleh demam rematik pada masa
kanak-kanak. Pada keadaan ini biasanya disertai dengan kelainan pada katupmitral baik
berupa stenosis, regurgitasi maupun keduanya.
Pada orang
yang lebih muda, penyebab yang paling sering adalah kelainan bawaan. Pada masa
bayi, katup aorta yang menyempit mungkin tidak menyebabkan masalah, masalah
baru muncul pada masa pertumbuhan anak. Ukuran katup tidak berubah, sementara
jantung melebar dan mencoba untuk memompa sejumlah besar darah melalui katup
yang kecil. Katup mungkin hanya memiliki dua daun yang seharusnya tiga, atau
memiliki bentuk abnormal seperti corong. Lama-lama, lubang/pembukaan katup
tersebut, sering menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan
kalsium.
Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis.
Kelainan katub dan kanker aorta juga bias menimbulkan isufisiensi aorta. Pada
isufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katub, dengan
atau tanpa kalsifikasi, yang umumnya merupakan skuele dari demam reumatik.
Demam reumatik – inflamasi akut dimediasi – imun
yang menyerang katup jantung akibat reaksi silang antara antigen streptokokus
hemolitik-α grup A dan protein jantung. Penyakit dapat menyebabkan penyempitan
pembukaan katup (stenosis) atau tidak dapat menutup sempurna (inkompetensi atau
regurgitasi) atau keduanya.
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung.
Insufisiensi katup memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk
menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik
sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung
meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang
meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja miokardium . Respon
miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah
dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi
merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan meningkatakan kemampuan pemompa
jantung.
Stenosis
mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusikomisura katub mitral pada waktu
fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa
pengapuran mengakibatkan lubang katub mitral pada waktu diastolic lebih kecil
dari normal.Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya
daya alir katub mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan diruang atrium kiri,
sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu
diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium
kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru.
Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstitial kemudian mungkin
terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptysis.
Pada tahap
selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningakat, kemudian terjadi pelebaran
ventrikel kanan dan insufisiensi pada katub tricuspid atau pulmonal. Akhirnya
vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang
berlangsung lama akan menyebabkan gangguan fungsi hati.
Kompensasi
pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah takikardi. Tetapi
konpensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karna pada tingkat
tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolic. Regangan pada otot-otot
atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium.
Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan
thrombus di atrium kiri.
Insufisiensi
mitral akibat reumatik terjadi karena katub tidak biasa menutup sempurna waktu
sistolik. Perubahan pada katub meliputi klasifikasi, penebalan dan distorsi
daun katub. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik.
Selain pemendekan kordatendinea mengakibatkan katub tertarik ke ventrikel
terutama bagian posterior, dapat juga terjadi dilatasi annulus atau rupture
korda tendinea. Selam fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri,
mengakibatkan gelombang v yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta
berkurang pada saat diastolik,darah mengalir dari atrium kiri ke
ventrikel.darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui
vena pulmonalis,jika terdapat darah regurgidan dari ventrikel kiri waktu
sistolik sebelumnya.ventrikel kiri cepat distensi,apeks bergerak ke bawah
secara mendadak,menarik katup korda dan otot kapilaris,hal ini menimbulkan
vibrasi membentuk bunyi jantung ke tiga.pada insufisiensi mitral
kronik,regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat
ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.
Ukuran normal
orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan
perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan
tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel
kiri, yang dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri
(hipertrofi ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai
kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal
ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri
yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan
kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya
aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi.
Area katup
aorta normal berkisar 2-4cm2, Gradien ventrikel kiri dengan aorta
mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup
mitral <1cm2, maka stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan
adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru
muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada stenosis katup
aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis aorta)
akan merangsang mekanisme RAA(Renin-Angiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme
lainnya agar miokard mengalami hipertrofi. Penambahan massa otot ventrikel kiri
ini akan menigkatkan tekanan intra-ventrikel agar dapat melampaui tahanan
stenosis aorta tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan
rumus Laplace: Stress (pressurexradius): 2xthickness. Namun bila tahanan aorta
bertambah,maka hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan
jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,penurunan cadangan
diastolic, penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard. Pada akhirnya
performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding
ventrikel dan after load mismatch.
Gradien
trans-valvular menurun, tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat
menyebabkan sesak nafas. Gejala yang mencolok adalah sinkope, iskemia
sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard
(gagal jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari
kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen
akibat dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat
dari tahanan katup aorta.
Insufisien
kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari volume akhir diastolik
ventrikel kiri. akibat beban volume ini, jantung melakukan penyesuaian dengan
mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri.curah sekuncup ventrikel kiri juga
meningkat. Konpensasi yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri yang biasa
menormalkan tekanan dinding sistolik.pada tahap kronik,faktor miokard primer
atau klesi sekunder seperti penyakit coroner diastolik akhir serta penurunan
fraksi ejeksi.selanjutnya dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi
vena pulmonal.
Perubahan
hemodinamid keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik.kerusakan akut
timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya.ventrikel kiri tidak
punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta.peningkatan
secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventriker kiri biasa timbul
dengan sedikit dilatasi ventrikel.
Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan
darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana
cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner). Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah
merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya
sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam
keadaan istirahat.
Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga
oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di
pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup
mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau
kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam
paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium,
dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.
Sangat
capai, lemah, dyspnea, capek bila ada kegiatan fisik, nocturnal dyspnea, batuk
kering, bronchitis, rales, edema paru-paru, hemoptysis/batuk darah, kegagalan
pada sebelah kanan jantung. Auskultasi: teraba getaran apex S1 memberondong,
peningkatan bunyi. Murmur:lemah, nada rendah, rumbling/gemuruh, diastolic pada
apex.
Sangat capek,
lemah, kehabisan tenaga, berat badan turun, napas sesak bila terjadi kegiatan
fisik, ortopneu, paroxysma noktural dipsneu rales .
ÿ Tingkat
lanjut: edema paru-paru, kegagalan jantung sebelah kanan.
ÿ Auskultasi:
terasa getaran pada raba apex, S1 tidak ada, lemah, murmur.
Angina, syncope, capai, lemah, sesak napas saat ada
kegiatan ortopneu, paroxysmal nokturial, edema paru-paru, rales.
ÿ Tingkat
lanjut: kegagalan sebelah kanan jantung
ÿ Murmur: nada
rendah, kasar seperti kerutan, systoll(pada basis atau carctis) gemetar systoll
pada basis jantung.
Palpitasi, sinus tacikardi, sesak napas bila
beraktifitas ortopnew, paroxysmal noktural dyspnea, diaphoresis hebat, angina.
ÿ Tingkat
lanjut: kegagalan jantung sebelah kiri dan kanan.
ÿ Murmur: nada
tinggi, menghembus diastole (sela iga ke-3) murmur desakan systoll pada basis.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Usia lanjut adalah periode penutup dalam
rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun, yang
ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang
semakin menurun. Proses
menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Pada
kondisi inilah tubuh rentan terkena gangguan, salah satunya yaitu gangguan pada
sistem kardiovaskuler.
2.2
Saran
Setelah menyelesaikan tugas
makalah Gangguan Sistem Kardiovaskuler pada Lansia maka adapun hal/saran yang
ingin penulis sampaikan pada mahasiswa yaitu :
Dalam
membuat makalah, kelompok diharapkan dapat menjelaskan Gangguan sistem
kardiovaskuler pada lansia, dan diharapkan dapat menjadi bahan dalam pembuatan
Asuhan keperawatan sistem kardiovaskuler.
Proses
penuaan niscaya disertai dengan perubahan fisik dan psikologis yang semakin
menurun, maka diharapkan kepada teman-teman calon perawat agar memahami materi gangguan
sistem kardiovaskular, sehingga ketika berkomuniskasi langsung dengan pasien,
teman-teman tidak akan kaku lagi, selain dibekali tentang ilmu sistem
kardiovaskuler, komunikasi traupetik akan menciptakan suasana komunikasi yang
sangat akrab pada pasien lansia.
DAFTAR PUSTAKA