Visitor

Jumat, 31 Maret 2017

Laporan Akhir ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. “M” DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER “STEMI” DI RUANG LONTARA 1 BAWAH DEPAN (KARDIO) RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR TANGGAL 01-04 MARET 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

        Penyakit kardivaskuler merupakan penyakit epidemi di Amerika Serikat.sekitar 6 juta orang Amerika terkena beberapa penyakit jantung atau pembuluh darah. Penyakit kardivaskuler merupakan penyebab kematian nomer satu di Amerika Serikat. Setiap tahunnya hampir hampir 1 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskuler. Menurut Amerikan Heart Association, semakin banyak kematian yang yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dibandingkan dengan gabungan ketujuh penyebab kematian utama berikutnya. Hal ini menunjukan terjadinya satu kematian akibat penyakit kardiovaskuler setiap 33 detik.
Penyakit kardiovaskuler juga merupakan penyebab kematian yang terutama di indonesia. Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome-ACS) menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di pusat Jantung Nasional, Dan merupakan masalah utama saat ini.
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myokardial infarction-STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil.IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
Dan di sini kita akan membahas IMA dengan Elevasi ST atau ST Elevation Myokardial Infarction. Mulai dari apa itu STEMI, bagaimana Etiologi, patofisiologi,WOC dan lain lain sampai Asuhan Keperawatannya.

B.            Tujuan
1.    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan mengaplikasikan penyakit ST Elevation Myokardinal Infarcktion-STEMI

2.    Tujuan Khusus
a.    Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari STEMI
b.    Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi atau penyebab dari STEMI
c.    Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi/WOC dari STEMI
d.   Mahasiswa mampu membuwat Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien dengan kasus STEMI

C.           Manfaat
Dengan disusunya makalah ini di harapkan bisa menambah pengetahuan mahasiswa dan bisa dijadikan bahan pembelajaran buat institusi umumnya dan mahasiswa khususnya.

D.           Metode Penulisan
a.       Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai sumber dan catatan Medical Record (MR)
b.      Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara langsung kepada klien dan keluarga
c.       Metode observasi
Dengan mengobservasi langsung terhadap keadaan klien.

E.            Sistematika Penulisan
1.      Bab 1 merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,tujuan penulisan, manfaat, metode penulisan dan sistematika penulisan.
2.      Bab II berisi landasan teori infark miokard akut, khususnya STEMI.
3.      Bab III berisi tentang tinjauan kasus klien dengan STEMI
4.      Bab IV membahas kesinambungan antara teori dan kasus
5.      Bab V berupa penutup yang memuat kesimpulan dan saran.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.           Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombopsis, vasokonstriksi, dan reaksi inflamasi. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.(Arif muttaqin,2009)
Myocardial Infark adalah kematian jaringan otot myokard. Myokard Infark merupakan sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil dan focal atau besar dan difus. Pembuluh yang sering terkana adalah koronaris kiri, percabangan anterior kiri dan arteri circumflek.(faqih ruhyanudin,2007)

B.            Etiologi
1.    Coronary Arteri Disease: aterosklerosis, artritis, trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
2.    Coronary artery emboli: infektive endokarditis, cardiac mycxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography koroner.
3.    Keleinan konginetal: anomali koronaria.
4.    Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard: tirotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
5.    Gangguan hematologi: anemia, hypercoagulabity, trombosis, trombositosis.


C.           Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya  pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

D.           Manifastasi Klinis
1.    Nyeri dada menetap, nyeri dada bagian tengah dan epigastrium tidak hilang dengan istirahat atau nitrat, nyeri menyebar secara luas : dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, shock, gagal jantung.
2.    Banyak keringat, kulit lembab dengan muka pucat
3.    Tekanan darah menurun
4.    Dyspnea, kelemahan dan membuat pingsan
5.    Nausea dan vomiting
6.    Cemas dan gelisah
7.    Takikardi atau bradikardi
8.    Gejala yang jarang dikeluhkan kelelahan berat, abdominal distress atau epigastrik, nafas pendek.

E.            Pemeriksaan Diagnostik
1.    IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sadapn ektrimitas.
2.    Gambaran EKG berubah ( di dalam 2-12 jam, tetapi ada juga sampai 72-96 jam).
3.    Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat 3-6 jam pasca serangan dan tetap tinggi selama 14-21 hari. Kadar kardiak troponin I meningkat 14 jam pasca serangan dan tetap tinggi untuk 5-7 hari pasca serangan.
4.    Peningkatan kadar serum isoenzim darah : CPK (Creatine Phospokinase) meningkat dalam 2-6 jam pasca serangan dan mencapai kadar puncak pada 24 jam pertama pasca serangan kadar CPK menurun setelah hari ke 2-3. Kadar SGOT terdeteksi setelah 8 jam serangan kadarnya meningkat hingga 24-48 jam dan menurun pada hari 3-4. Kadar LDH meningkat pada hari ke 2-3 kemudian normal kembali pada hari ke 5-6. Kadar CK-MB meningkat 2-3 jam pasca serangan dan mencapai puncaknya pada 12 jam pasca serangan.
5.    Radionuclide imaging-mengetahui area yang terjadi penurunan perfusi sebagai cold spot yang terlihat di area ischemia dan infark.
6.    Interview untuk mengetahui riwayat penyakit.

F.            Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinikal trial yang terus berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman.
Tujuan utama tata laksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penelitian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi anti anti platelet ,pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.

1.    Tata laksana awal
a.    Tata laksana pra rumah sakit
Prognosis STEMI bebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian diluar rumah sakit pada STEMI disebabkan adnya fibrilasi ventrikel mendadak. Yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala.Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tata laksana pra hospital pada pasien yang di curigai STEMI antara lain:
·      Pengenalan gejala oleh pasien dan segara mencari pertolongan medis
·      Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melekukan tindakan resusitasi
·      Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih
·      Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk menerima pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tata laksana dini.

b.    Tata laksana di ruang emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang di curigai STEMI mencakup:
§  Mengurangi/menghilangkannyeri dada
§  Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segara
§  Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit
§  Menghindari permulangan cepat pasien dengan stemi.

2.    Tatalaksana Umum
a.    Oksigen
Oksigan harus diberikan pad a pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b.    Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberika NTG intravena.
c.    Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Dengan morfin, aspirin, penyekat beta, terapai reperfusi.

G.           KOMPLIKASI
1.    Disfungsi Ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hubungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.
2.    Gangguan Hemodinamik
Gagal pamompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian utama di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung di s3 dan s4 gallop, pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.










KONSEP DASAR KEPERWATAN

A.           Pemeriksaan Fisik
1.    Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi sistem saraf pusat.
a.    B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.

b.   B2 (Blood)
·      Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
·      Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi biasanya tidak ditemukan.
·      Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi
·      Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran

c.    B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
d.   B4 (Bladder)       
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
e.    B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda utama IMA.
f.     B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. perubahan postur tubuh.
Kaji higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan melakukan tugas perawatan diri.

B.            Diagnosis Keperawatan
1.    Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
2.    Aktual/risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
3.    Actual/risiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut.
4.    Actual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunannya curah jantung.
5.    Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat sekunder dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan.
6.    Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan.
7.    Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
8.    Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik, tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.

C.           Intervensi keperawatan

1.    Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: dalam waktu 1x24jam terdapat penurunan respons nyeri dada
Kriteria: secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara obyektif didapatkan tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer, produksi urini>600 ml/hari
Intervensi
Rasional
Catat karakteristk nyeri, lokasi, intensitas, lamanya, dan penyebaran.
Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri yang terjadi dianggap sebagai temuan pengkajian.
Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan:
  1. Atur posisi fisiologis,
Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan oksigen kejaringan yang mengalami iskemia.
  1. Istirahatkan klien,
Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium yang membutuhkan oksigen untuk menurunkan iskemia.
  1. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan indikasi,
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap iskemia
  1. Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri ekternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatan kondisi oksigen ruangan. Oksigen ruangan akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
  1. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri,
Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dari iskemia jaringan.
  1. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri,
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal melalui mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidak dikirimkan ke korteks serebri dan selanjutnya akan menurunkan persepsi nyeri.
  1. Lakukan manajemen sentuhan.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan, dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase  ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri. 
Kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina:
Obat-obatan antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.
  • Antiangina (nitrogliserin);
Nitrat berguna untuk control nyeri dengan efek vasodilatasi koroner.
  • Analgesic (morphin 2-5mg intravena);
Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja miokardium
  • Penghambat bela seperti atenolol, tonomim, pindolol (visken), propanolol (inderal);
Penghambat (adrenergic) beta menghambat reseptor beta1 untuk pengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan demikian mengurangi denyut jantung. Obat-obatan ini dipakai sebagai antiangina, antiaritmia, dan antihipertensi. Penghambat beta efektif sebagai antiangina karena mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokardium, obat ini menurunkan kebutuhan pemakaian oksigen dengan demikian juga meredakan rasa nyeri angina.
  • Penghambat kalsium seperti verapamil (calan), diltiazem (prokardia)
Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium, menambah beban kerja jantung, dan keperluan jantung akan oksigen. Penghambat kalsium menurunkan kontraktilitas jantung (efek inotropik negative) dan beban kerja jantung, sehingga dengan demikian mengurangi keperluan jantung akan oksigen. Obat ini efektif dalam meredakan angina klasik dengan mengurangi oksigen.
  • Kolaborasi pemberian terapi famakologis antikoagulan: heparin
Antikoagulan dipakai untuk menghambat pembentukan bekuan darah. Tidak seperti trombolitik, obat ini tidak melarutkan bekuan yang sudah ada tetapi bekerja sebagai pencegah pembentukan bekuan baru. Antikoagulan dipakai pada klien yang memiliki gangguan pembuluh arteri dan vena yang membuat mereka berisiko tinggi untuk pembentukan bekuan darah’
Heparin adalah antikoagulan pilihan yang membantu mempertahankan integritas jantung.
  • Kolaborasi pemberian terapi farmakologis trombolitik.
Trombolitik menghancurkan thrombus dengan mekanisme fibrinolitik mengubah plasminogen menjadi plasmin, yang menghancurkan fibrin di dalam bekuan darah.
  • Kolaborasi untuk tindakan terapi nonfarmakologis:
Kolaborasi apabila tindakan farmakologis tidak menunjukkan perbaikan atau penurunan nyeri.
  • Ptca (angioplastt koroner transluminal perkutan);
Angioplasty koroner transluminal perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan menghancurkan plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung.
  • CABG
Tandur pintas arteri koroner bertujuan unruk meningkatkan asupan suplai darah ke miokardium dengan mengganti alur pintas.

2.     Aktual/Risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria : Hemodinamika stabil (tekanan darah dkm batas normal, curah jantung kembali meningkat, asupan dan keluaran sesuai, irama jantung tidak menunjukkan tanda-tanda disritmia), produksi urine > 600 ml/hari.
Intervensi
Rasional
Ukur tekanan darah. Bandingkan tekanan darah kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan
Hipotensi dapat terjadi akibat disfungsi ventrikel, hipertensi juga fenomena umum berhubungan dengan nyeri cemas yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran katekolamin.
Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi
Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kekuatan nadi
Auskultasi dan catat terjadinya bunyi jantung S3/S4
S3 berhubungan dengan gagal jantung kronis atau gagal mitral yang disertai infark berat. S4 berhubungan dengan iskemia, kekakuan ventrikel, atau hipertensi pulmonal.
Auskultasi dan catat murmur
Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung akibat kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otot papilaris.
Pantau frekuensi jantung dan irama
Perubahan frekuensi dan irama jantung dapat menunjukkan adanya komlikasi distrimia.
Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah, batasi asupan kafein.
Makanan dengan porsi besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantung.
Kolaborasi :
  • Pertahankan jalur IV pemberian heparin (IV) sesuai indikasi;
Jalur yang penting untuk pemberian obat darurat
  • Pantau data laboratorium enzim jantung, GDA dan elektrolit.
Enzim dapat digunakan untuk memantau perluasan infark, perubahan elektrolit berpengaruh terhadap irama jantung

3.      Risiko kekambuhan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik, tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam klien mengenal factor-faktor yang menyebabkan peningkatan risiko kekambuhan.
Kriteria evaluasi : Klien secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan terapeutik jangka panjang dan mau menereima perubahan pola hidup yang efektif, klien mampu mengulang factor-faktor risiko kekambuhan
Intervensi
Rasional
Identifikasi factor yang mendukung pelaksanaan terapeutik
Keluarga terdekat baik suami/isteri atau anak yang mampu menerima penjelasan dapat menjadi pengawas klien dalam menjalankan pola hidup yang efektif selama klien di rumah dan memiliki waktu yang optimal dalam menjaga klien.
Berikan penjelasan penatalaksanaan terapeutik
Setelah mengalami serangan akut, perawat perlu menjelaskan penatalaksanaan lanjutan dengan tujuan dapat:
  • Membatasi ukuran infark
  • Menurunkan nyeri dan kecemasan
  • Mencegah aritmia dan komlikasi
Beri penjelasan tentang:
  • Pemakaian obat Nitrogliserin;
Meminum obat nitrogliserin (veno dilatasi perifer dan koroner) 0,4-0,6 mg tablet secara sublingual 3-5 menit sebelum melakukan aktivitas bertujuan untuk mengantisipasi serangan angina.
Klien dianjurkan untuk selalu membawa obat tersebut setiap keluar rumah walaupun klien tidak merasakan gejala angina.
  • Perubahan pola aktivitas;
Exertion. Aktivitas yang berlebihan merupakan presipitasi serangan angina kembali. Klien dianjurkan untuk mengurangi kualitas dan kuantitas kegiatan fisik dari yang biasa klien lakukan sebelum keluhan angina terjadi.
  • Pendidikan kesehatan tentang diet
Konsumsi banyak makanan yang terbuat actor dari tepung merupakan salah satu factor presipitasi serangan angina. Aktivitas yang dilakukan setelah makan yang cukup banyak dapat meningkatkan risiko angina. Klien dianjurkan agar beraktivitas minimal satu jam setelah makan. Pemberian makanan sedikit tapi sering akan mempermudah saluran pencemaran dalam mencerna makanan sangat dianjurkan pada klien setelah mengalami serangan angina.
  • Hindari merokok;
  • Merokok akan meningkatkan adhesi trombosit sehingga merangsang pembentukan thrombus pada arteri koroner.
  • Hemoglobin lebih mudah berikatan dengan karbon monoksida dibandingkan dengan oksigen sehingga akan menurunkan asupan oksigen secara umum.
  • Nikotin dan tar mempunyai repons terhadap sekresi hormone vasokonstriktor sehingga akan meningkatkan beban kerja jantung.
  • Hindari dingin
Klien dianjurkan untuk menghindari terpaan angin dan suhu yang sangat dingin dengan tujuan agar serangan angina dapat dihindari.
Penutupan hidung dan mulut saat klien membuka pitu dapat mengurangi terpaan angin yang masuk ke saluran pernapasan. Menganjurkan klien menggunakan selimut saat tidur dapat mengontrol suhu yang baik bagi klien.
  • Hindari maneuver dinamik;
Klien dianjurkan untuk menghindari maneuver dinamik (lihat kembali pembahasan pada Bab 2) seperti berjongkok, mengejan, dan terlalu lama menahan napas yang merupakan factor presipitasi timbulnya angina. Dalam melakukan defekasi, klien dianjurkan mengonsumsi laksatik agar dapat mempermudah pola defekasi klien.
  • Pendidikan kesehatan tentang hubungan seksual;
Jika hubungan seksual merupakan salah satu factor presipitasi angina pada klien, maka sebelum melakukan aktivitas seksual klien, dianjurkan untuk meminum obat nitrigliserin atau sedative atau keduanya. Pengaturan aktivitas fisik yang minimal pada klien ketika melakukan aktivitas seksual harus dijelaskan termasuk pada pasangannya.
  • Pembatasan asupan garam;
Konsumsi garam yang tinggi akan meningkatkan dan memperberat serangan angina karena akan meningkatkan tekanan darah. Pemberian obat diuretic dilakukan untuk mempercepat penurunan garam dalam sirkulasi.
  • Stres emosional;
Serangan angina lebih sering terjadi pada klien yang mengalami kecemasan, ketegangan, eforia, atau kegembiraan yang berlebihan. Pemberian obat sedative ringan seperti diazepin dapat mengurangi respons lingkungan yang member dampak stre emosional. Klien dianjurkan untuk melakukan curah pendapat pada perawat dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.





BAB III
TINJAUAN KASUS


Nama Mahasiswa       :   Asmi
NO RM.                      :   226398
Tgl masuk RS             :   27  February 2016
Tanggal Pengkajian    :   01  Maret  2016
Diagnosa medik          :    STEMI Inferior
 

A.    IDENTITAS
N a m a                 : Ny. “M”                   Sumber Informasi:    
Tempat/Tgl.Lahir : Gowa/18-06-1957     Pasien,keluarga,RM
Umur                    : 58 Tahun                   Keluarga Yg dpt dihubungi : Tn.G
Jenis Kelamin       : Perempuan                  Pendidikan   : SMA
Alamat                 : jl.pampang 1 Lr 6/12 Pekerjaan     : IRT
Sts. Perkawinan    : Menikah                      Alamat   : Jl.pampang 1 Lr 6/12
Agama                  :  Islam                               
Suku                     : Makassar                                                                  
Pendidikan           : SLTA                                               
Pekerjaan              : Wiraswasta
                       
B.     RIWAYAT KESEHATAN
1.      Keluhan utama    : Nyeri dada
2.      Riwayat keluhan : Klien masuk RSWS diruangan kardiologi dengan keluhan nyeri dada hilang timbul dialami sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri bertambah bila klien beraktivitas,nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk,skala nyeri (skala 5). Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
3.      Keluhan saat dikaji :  Klien mengatakan nyeri dada dan sesak napas
4.      Terapi yang pernah dijalani : -                                                       
C.    RIWAYAT KEPERAWATAN
1.      Riwayat penyakit sebelumnya :
a.        Kanak-kanak            : Demam
b.      Kecelakaan                : Tidak pernah
c.       Pernah dirawat          : Tidak pernah
d.       Operasi                     :Tidak pernah
2.      Riwayat kesehatan keluarga :  klien mengatakan dalam keluarganya mempunyai riwayat penyakit jantung  (Angina Pektoris)

A.    ASPEK PSIKOSOSIAL
1.      Pola Pikir & Persepsi
a.       Alat Bantu yang digunakan :Tidak ada
b.      Kesulitan yang dialami :Tidak ada
2.      Persepsi sendiri
Hal yang amat dipikirkan saat ini  : Kesembuhan penyakitnya
Harapan setelah perawatan   :Bisa cepat sembuh dan beraktivitas kembali
3.      Suasana hati : Cemas dan sedih
Rentang perhatian :  Klien mengatakan sangat diperhatikan oleh keluarganya
4.      Hubungan / komunikasi
a.       Tempat Tinggal. : Klien tinggal bersama suami dan 3 orang anaknya
b.      Bicara : Jelas, Bahasa Utama : bahasa indonesia
c.       Kehidupan Keluarga.
1)   Adat istiadat yang dianut :Makassar
2)   Pembuat Keputusan Keluarga : Klien
3)   Pola komunikasi :Baik
4)   Pola keuangan : Memadai     
5.      Pertahanan koping
a.       Pengambilan keputusan : Dibantu orang lain suaminya
b.      Yang ingin dirubah dari kehidupan : Pola hidup
c.       Yang dilakukan jika stres  : Tidur
d.      Apa yang dilakukan perawat agar anda nyaman dan aman : Memberikan posisi senyaman mungkin.
6.      Sistem nilai dan kepercayaan.
Klien dan keluarga menganut agama islam dan percaya dengan Tuhan, klien shalat 5 waktu, hal yang ingin dilakukan di RS adalah berdoa.

B.     AKTIVITAS SEHARI-HARI
1.      Nutrisi     
Sebelum sakit
Saat sakit
a.       Berat badan :  60 Kg
Tinggi badan      :  165 Cm       
b.      Jenis makanan : Nasi, ikan dan sayur
c.       Makanan yang disukai  : Semua jenis makanan
d.      Makanan yang tidak disukai  :  Tidak ada
e.       Makanan pantangan  :  Tidak ada
f.       Nafsu makan  :  Baik
g.      Porsi makan : 3 x sehari

a.       Berat badan :  57 Kg
Tinggi badan          :  165 Cm       
b.      Jenis diet                : Diet jantung Nafsu makan  : baik
c.       Porsi makan            : 2-3 kali  sehari, porsi makan tidak dihabiskan


2.      Pola Eliminasi
Sebelum sakit
Saat sakit
a.       Buang Air Besar
1)        Frekuensi         :  1x/hari         Penggunaan pencahar  :
Tidak ada
2)        Waktu              :  Pagi
3)        Konsistensi      :  Lunak
b.      Buang Air Kecil
1)        Frekuensi         :  3x perhari    Warna :  kuning
2)        Bau : amoniak
3)        Keluhan Lain  : Tidak ada

a.    Buang Air Besar
1)        Frekuensi           :   2x/minggu        Penggunaan pencahar  :
 tidak ada
2)        Waktu               :  Siang
3)        Konsistensi        :  Lunak
b.    Buang Air Kecil
1)        Frekuensi           :  4-5 x/hari   
2)        Warna                : kuning
3)        Bau                    :amoniak
4)        Keluhan Lain     : tidak ada


3.      Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit
Saat sakit
a.       Waktu Tidur  (jam) :  Mulai tidur jam 22. 00 malam 
b.      Lama tidur / hari  :   8  jam
c.       Kebiaasaan pengantar tidur :   Tidak ada
d.      Kesulitan dalam tidur      : Tidak ada.

a.       Waktu Tidur  (jam) :  Mulai tidur jam 23. 15 malam 
b.      Lama tidur / hari    :   6 jam
c.       Kebiaasaan pengantar tidur :   Tidak ada
d.      Kesulitan dalam tidur        :Klien mengatakan susah tidur karna sesak.


4.      Pola Aktifitas Dan Latihan
Sebelum sakit
Saat sakit
a.       Kegiatan dalam pekerjaan  :
b.      Olahraga   : Klien tidak mempunyai kebiasaan olahraga
c.       Kegiatan diwaktu luang   :  Berkumpul bersama keluarganya

Klien mengatakan bila  mau melakukan beraktivitas seperti ke kamar mandi, bangun dan ganti baju harus dibantu oleh suami dan anaknya, klien mengatakan kalau habis beraktifitas klien merasa nyeri dada dan sesak.


5.      Pola Pekerjaan
Sebelum sakit
Saat sakit
a.       Jenis pekerjaan   : Wiraswasta   
b.      Jumlah jam kerja : Setiap hari   
c.       Jadwal kerja       : 7 jam/hari

Klien  mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena merasa sesak napas dan nyeri dada.




C.    PENGKAJIAN FISIK
1.      Kesadaran     :  Compos mentis                              Keadaan Umum   : sedang
2.      Tanda-tanda Vital : TD    :   120/90  mmHg                       N  : 80 x/menit
                               P       :   30 x/menit                                S    : 36,9 oC
3.      Kepala
a.       Inspeksi :
1)      Bentuk Kepala: Normochepal
2)      Kesimetrisan Muka, Tengkorak simetris
3)      Warna/distribusi rambut/kulit kepala: hitam/distribusi rambut subur
b.         Palpasi :
1)   Massa : Tidak ada      
2)   Nyeri  Tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
3)   Keluhan lain : Pusing / sakit kepala : tidak ada keluhan
4.      Mata
a. Inspeksi :
1)      Kelopak mata : tidak ada pembengkakan
2)      Konjungtiva    :  anemis
3)      Sklera  :Tidak ikterus
4)      Ukuran pupil  : Isokor 
5)      Reaksi terhadap cahaya : Jika diberi cahaya mengecil dan jika cahaya menjauh pupil membesar
6)      Gerakan bola mata : Normal
7)      Visus : 6/6
b. Palpasi :
1)      TIO : Normal                                      Massa  Tumor : Tidak ada
2)      Nyeri Tekan  tidak ada
c. Lain – lain
1)   Fungsi Penglihatan   : Baik
2)   Rasa sakit : Tidak ada
3)    Operasi  Tidak pernah
5.      Hidung :
a.    Inspeksi :
1)   Bentuk          : Simetris kanan dan kiri         Edema  : Tidak ada
2)   Septum          :  Tidak ada                             Warna     : Normal      
3)   Secret            : Tidak ada
b.    Palpasi :
1)   Sinus :  Normal                                             Nyeri tekan/bengkak: Tidak ada
2)   Reaksi alergi  : tidak ada
6.      Mulut dan Tenggorokan :
a.    Gigi geligi : Baik                                                Caries : Tidak ada
b.    Kulit / gangguan bicara  :Tidak ada
c.    Kesulitan menelan         : Tidak ada
d.   Mulut                             : Mukosa lembab
e.    Pemeriksaan gigi terakhir : Tidak pernah
f.     Lain-lain : Terdapat sekret
7.      Leher
a.    Inspeksi :
1)        Bentuk/kesimetrisan: simetris
2)        Mobilisasi leher: normal
b.    Palpasi:
1)        Kelenjar  tiroid : Tidak ada pembesaran    
2)        Kelenjar limfe: tidak ada pembesaran
3)        Vena jugelaris : Tidak ada pembesaran
8.      Dada, Paru-paru, Jantung  :
a.       Inspeksi :
1)   Bentuk dada simetris kiri dan kanan
2)   Bunyi napas: Vesikuler
3)   Irama pernapasan : Regular
4)   Frekuensi pernapasan: 30 x / menit
5)   Retraksi : Tidak ada
b.      Palpasi
1)   Nyeri tekan               : Ada                           Massa Tumor : Tidak ada
2)   Taktil Fremitus          : Normal                      Denyut apex  : Teraba
c.       Auskultasi
1)   Suara nafas            : Vesikuler                       Suara tambahan : Tidak ada
2)   Ronchi                       : Tidak ada                  Wheezing            : Tidak ada
3)   Bunyi jantung I dan II : Normal                   Gallop                 : Tidak ada
d.      Perkusi :
1)   Batas paru dan hepar : Resonan ke pekak pada ICS 6 dextra.
2)   Batas paru dan lambung : Resonan ke tympani di bawah prosesus xyphoideus
3)   Batas paru dan jantung : Redup pada ICS 3,4,5,6 kiri.
9.      Abdomen
a.    Inspeksi
Kesimetrisan dan warna sekitar : Simetris dan berwarna coklat.
b.    Auskultasi
     Peristaltik : 8 kali permenit
c.    Perkusi
     Identifikasi batas organ : Pekak sebelah kanan atas, yang lainnya timpani
d.   Palpasi
     Hepar/lien/ginjal/kandungkemih : Normal
10.  Genitalia dan system reproduksi :
Penggunaan kateter : Tidak
11.  Status neurologis :  GCS                E : 4           M: 6           V: 5
a.         Refleks patologis; kerning sign; (-), Laseq sign (-), Brusinsky (-),Babinsky(-)
b.        Reflex fisiologis; Bisep (+), trisep (+), patella (+)
12.  Ekstremitas:
a.       Keadaan ekstremitas : Lemah                                                               Kesimetrisan : Simetris
b.      Atropi : Tidak ada                 ROM : Aktif                           Edema : Tidak ada
c.       Cyanosis : Tidak                   Akral : Hangat           
Kekuatan otot : 4       4
                          4       4
d.      Nadi perifer : Teraba             Capilarry refilling : < 2 detik     Nyeri : Tidak
e.       Palpitasi : Tidak                    Perubahan warna : Tidak ada      Clubbing (-)  
f.       Baal (-)
g.      Cyanosis  tidak ada  Akral : hangat














D.    PEMERIKSAAN  PENUNJANG
28/02/2016
Hematologi
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Hematologi Rutin
WBC
HGB
PLT
KIMIA DARAH
Glukosa
GDS
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Fungsi Hati
SGOT
ORT
Penanda Jantung
CK
CK-MB
Kimia lain
Asam urat
IMUNOSEROLOGI
Troponinn I
KIMIA DARAH
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida


14,0
15,4
1900


208

75
2,11

149
98

2039,00
34

11,6

>10


135
3,4
101

4,0-10,0
12-16
150-400


140

10-50
0,5-50

<37


L(<190);P(<167)
<25

P92,4-5,7); L(3,4-7,0)
<0,01


136-145
3,5-5,1
97-111

103/mm3
Mg/dl
103/mm3


Mg/dl

Mg/dl
Mg/dl

U/L
U/L

U/L
U/L

Mg/dl

Ng/dl


Mmol/l
Mmol/l
Mm0l/l

2.    Radiologi
Hasil ECG (Tgl 02 Maret 2016)
ST Elevasi pada lead II, III dan aVF,  (Stemi Inferior : infark miokardium)
ST Depresi pada lead I, aVL, V5 dan V6               

E.     TERAPI YANG DIBERIKAN (MEDIS)
Obat – obatan :

Nama obat
Dosis
Cara pemberian
Waktu
Indikasi
Kontraindikasi
Furosemide



40 mg
Injeksi IV

12  jam

a.    Mengobati gagal jantung Meningkatnya diameter pembuluh vena akan mengurangi cairan yang kembali ke jantung. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya beban kerja jantung
b.    Membuang cairan berlebih di dalam tubuh. Cairan berlebih yang menumpuk di dalam tubuh dapat menyebabkan sesak napas, lelah, kaki dan pergelangan kaki membengkak
Hipersensitif terhadap furosemide, pasien anuria, pasien dengan koma hati.
Miniaspi
80 mg
Oral
24 jam

Mencegah agregasi plaletet pada infark miokard dan angina tdak stabil. Mencegah serangan iskemik otak sepintas.
Hipersensitivitas, termasuk asma, Tukak peptik, varisela dan gejala influenza, perdarahan sub kutan, terapi antikoagulan. Anak < 12 tahun.

Simvastatin
40 mg
Oral
24 jam
Terapi dengan "lipid-altering agent" dapat dipertimbangkan penggunaannya pada individu yang mengalami peningkatan risiko aterosklerosis vaskular yang disebabkan oleh hiperkolesterolemia
a.       Pasien yang mengalami gagal fungsi hati atau pernah mengalami gagal fungsi hati.
b.      Pasien yang mengalami peningkatan jumlah serum transaminase yang abnormal.
c.       Pecandu alkohol.
d.      Bagi wanita hamil dan menyusui.
e.       Hipersensitif terhadap simvastatin.
Ceftriaxone
2 gram
IV
24 jam
Untuk infeksi-infeksi berat dan yang disebabkan oleh kuman-kuman gram positif maupun gram negatif yang resisten terhadap antibiotic lain:
-     Infeksi saluran pernafasan
-     Infeksi saluran kemih
-     Infeksi gonoreal
-     Septisemia bakteri
-     Infeksi tulang dan jaringan
-     Infeksi kulit
Hipersensitif terhadap cephalosporin dan penicillin (sebagai reaksi alergi silang).
Clopidol
75 mg
Oral
24 jam
Mengurangi terjadinya aterosklerosis (infrak miokardial, stroke, dan kematian vaskuler) pada pasien dengan aterosklerosis terdokumentasi oleh stroke yang baru terjadi, infark miokardial, atau penyakit arteri perifer yang telah pasti.
Pendarahan patologik,pendarahan intrakranial, tukak lambung.







ANALISA DATA

No.
Data Penunjang
Masalah Keperawatan
1.
DS :
o   Klien mengatakan nyeri dada
o   Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk
o   Klien mengatakan nyerinya hilang timbul,diperberat bila bergerak dan berkurang dengan istirahat.
DO :
o   Skala nyeri sedang (skala 5)
o   EKG : Stemi Inferior
o   Wajah klien tampak meringis
Nyeri
2.
DS :
o   Klien mengatakan sesak
DO :
o   Tampak penggunaan otot bantu pernapasan
o   Tampak adanya pernapasan cuping hidung
o   Pernapasan cepat ( RR = 30 x/menit)
Pola napas tidak efektif
3.
DS :
o   Klien mengatakan seluruh badan terasa lemah
o   Klien mengatakan ADL dibantu oleh keluarga dan perawat
o   Klien mengatakan kalau banyak bergerak nyerinya bertambah
DO :
o   Klien bedrest total
o   ADL klien dibantu oleh keluarga dan perawat
Intoleransi aktivitas


Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan iskemia terhadap sumbatan arteri koroner
2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai 02
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.





BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini akan diuraikan konsep secara teori yang berkesinambungan antara teori dan kasus asuhan keperawatan pada Ny.”M” dengan diagnosa medik STEMI Inferior sebagai berikut.
A.    Diagnosa keperawatan
Dalam kosnsep teori diagnosa keperawatan yang lazim ditemukan pada klien dengan infark miokard adalah
1.      Nyeri berhubungan dengan iskemia terhadap sumbatan arteri koroner.
2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai O2.
3.      Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
4.      Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteria koronaria.
5.      Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan anatara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/nekrotik jaringan miokard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,tekanan darah dalam aktivitas, terjadinya distritmia, kelemahan umum.
7.      Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.
8.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang, kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan.
Sedangkan dalam kasus Ny.”M” berdasarkan data-data yang ditemukan dalam pengkajian dan analisa data dirumuskan diagnosa keperawatan :
1.      Nyeri berhubungan dengan infark jaringan akibat sumbatan arteri koronaria
2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai O2
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
B.     Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan direncanakan untuk mengatasi masalah juga menetapkan intervensi pada kasus ini dan disusun berdasarkan data-data yang didapatkan, dan didelegasikan kedalam konsep standar asuhan keperawatan. Adapun beberapa rencana keperawatan yang ditetapkan dilakukan modifikasi sesuai dengan kondisi dan ketersediaan instrument keperawatan.




C.    Implementasi
Implementasi atau tindakan keperawatan yang diberikan pada klien Ny.”M” berdasarkan intervensi sesuai dengan konsep keperawatan teoritis pada klien dengan ST Elevasi Infark Miokard (STEMI). Dari ketiga diagnosa keperawatan pada kasus Ny.”M” maka kami berfokus dan memberikan intervensi sesuai konsep keperawatan juga sesuai dengan keluhan yang ada. Serta apa yang telah diberikan dalam intervensi keperawatan disesuaikan dengan respon yang ada dan telah direalisasikan secara keseluruhan dalam implementasi.
D.    Evaluasi Keperawatan
Setelah melakukan implementasi keperawatan dari ketiga diagnosa keperawatan yang kami temukan pada saat pengkajian juga setelah direncanakan sampai pelaksanaan implementasi selama 3 hari sebagian diagnosa dapat teratasi. Dari gambaran pembahasan diatas kami menarik kesimpulan bahwa pasien dengan Stemi Inferior memerlukan perawatan yang komperehensif juga memerlukan kolaborasi tim yang baik serta kerjasama pada pasien dan keluarganya yang mendukung sepenuhnya pelayanan keperawatan yang akan diterapkan atau dilaksanakan.
E.       Dokumentasi
Penulis melaksanakan asuhan keperawatan  dengan meggunakan pendekatan proses keperawatan pada pasien Ny “M” dalam studi kasus teori penulis telah mendokumentasikan secara lengkap mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi lembar catatan perkembangan yang ada pada status pasien dan pada format yang telah disediakan dari akademik menggunakan model “SOAP” pada setiap pergantian shift yang berfungsi untuk komunikasi dengan perawat lainnya. Pendokumentasian dilaksanakan selama proses keperawatan pada pasien.


BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
o   Asuhan keperawatan yang dilakukan dengan memperhatikan ilmu, skill dan penerapannya dilapangan sehingga membantu perawat dalam meningkatkan profesional dalam bekerja.
o   Perlu penanganan serius dan berkesinambungan khususnya pasien yang menderita penyakit jantung.
o   Setiap intervensi keperawatan bila dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan maka dapat mengatasi masalah yang dihadapi pasien.
B.     Saran
o   Perlu adanya pelayanan dan dukungan moril dari rumah sakit terhadap pasien-pasien dengan penyakit jantung.