Visitor

Kamis, 30 Maret 2017

KARYA TULIS ILMIAH FARMASI FORMULASI SEDIAAN MOUTHWASH SEBAGAI ANTI Halitosis DENGAN VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK PROPOLIS (Trigona sp.)

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Halitosis atau bau mulut bisa dialami oleh siapa saja. Penyebab Halitosis sebanyak 80% dari rongga mulut dan 20% disebabkan oleh peradangan gusi. Sementara 80% lainnya karena komponen rongga mulut. Kebanyakan masalahnya bersumber pada bakteri dalam mulut (Darmawan, 2007).
Propolis adalah suatu substansi mengandung resin dan lilin lebah, bersifat lengket, yang dikumpulkan dari sumber tanaman, terutama dari bunga dan pucuk daun. Propolis mentah secara khas mengandung 50% tanaman resin, 30% lilin, 10% minyak esensial dan minyak aromatik, 5% pollen, dan 5% bahan organik lainnya (Suranto, 2010).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Huang et all. (2014), menunjukan bahwa propolis memiliki unsur kimia terbesar termasuk diantaranya asam fenolik, asam fenolik ester, flavonoids, dan terpernoids, seperti CAPE, artephilin C, asam caffeic, chrysin dan galangin quercetin, apigenin, kaempferol, pinobanksin 5-metil eterpinobanksin, pinocembrin, pinobanksin 3-asetat.
Kandungan kimia utama yang terdapat dalam propolis adalah flavonoid, fenol dan berbagai senyawa aromatik lainnya. Flavonoid dikenal sebagai senyawa tanaman yang memiliki sifat antibakteri, antifungi, antivirus dan anti-inflamasi (Parolia et all., 2010).
Dari penelitian terbukti bahwa  propolis dapat menurunkan kadar volatile sulfur compounds komponen cystein (H2S),  dimana terjadi penurunan kadar H2S yang signifikan setelah berkumur dengan propolis, yang berarti propolis efektif dalam menurunkan H2S dalam mulut (Asalui, 2014). 
Menurut penelitian yang dilakukan oleh prity (2014), menunjukan bahwa propolis dapat menghambat pembentukan plak pada semua konsentrasi (5%, 10% dan 15%). Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh dowad dan bhavna (2011), menunjukkan bahwa ekstrak propolis memiliki aktivitas anti-Plak dan memperbaiki keadaan gusi, selain itu penelitian yang dilakukan oleh sobir (2005) menunjukan bahwa ekstrak flavonoid propolis dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada semua konsentrasi (0,05%; 0,075%; 0,1%; 0,25%; 0,75%).
Untuk mempermudah penggunaannya sebagai anti bakteri penyebab Halitosis, propolis dapat dikembangkan menjadi berbagai bentuk sediaan, salah satu yang mudah digunakan yaitu dalam bentuk mouthwash. Dalam penggunaannya mouthwash dapat diformulasikan menjadi dua tujuan yaitu sebagai pengobatan (therapeutic) dan kosmetik.
Pada penelitian ini akan dilakukan formulasi sediaan mouthwash sebagai anti Halitosis dengan menggunakan bahan alam ekstrak propolis sebagai zat aktifnya.  Mouthwash yang akan dibuat memiliki 2 tujuan yaitu sebagai pengobatan dan sebagai kosmetik, dimana mouthwash akan bekerja dengan mengurangi terbentuknya plak pada gigi yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans dan beberapa bakteri pathogen lainnya yang menyebabkan terjadinya Halitosis (bau mulut).
B.       Perumusan Masalah
          Apakah ekstrak propolis dapat dibuat menjadi sediaan mouthwash sebagai anti Halitosis?
C.       Keaslian Penelitian
 “Formulasi sediaan mouthwash sebagai anti Halitosis dengan variasi konsentrasi ekstrak Propolis” merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
D.      Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan formula sediaan mouthwash ekstrak propolis sebagai anti Halitosis.
E.       Manfaat Penelitian
Ekstrak Propolis ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pengembangan produk farmasi dari bahan alam menjadi sediaan farmasi dalam bentuk sediaan mouthwash. Sehingga pada akhirnya  masyarakat dapat menggunakan produk ini, mengingat bau mulut adalah hal yang sering dialami hampir oleh semua orang diseluruh dunia.
                      




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.         Rongga Mulut
Mulut atau tepatnya rongga mulut merupakan kesatuan alat-alat pekerjaan yang bekerja bersama-sama dalam penerimaan, pengunyahan dan penelanan makanan. Mulut merupakan  tempat masuknya makanan dan air kesaluran pencernaan dan juga muara dari kelenjar ludah (Nurcahyo, 2008).
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua bagian, bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maksilaris dan semua gigi, dan disebelah belakang bersambung dengan awal faring. Atap mulut dibentuk oleh palatum, lidah terletak dilantainya dan terikat pada tulang hioid. Digaris tengah sebelah lipatan membran mukosa (frenulum linguas) menyambung lidah dengan lantai mulut. Dikedua sisi terletak papilla sublingualis, yang memuat lubang kelenjar ludah submandibularis. Sedikit eksternal dari papila ini terletak lipatan sublingualis, tempat lubang-lubang halus kelenjar ludah sublingualis bermuara (Pearce, 2013). 
Selaput lendir mulut ditutupi epithelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.  Selaput ini sangat kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris (Pearce, 2013).
1.             Bibir
Bibir terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut. Disebelah luar ditutupi kulit dan disebelah dalam ditutupi selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutup bibir ;levator anguli oris mengangkat, dan depresor anguli oris menekan ujung mulut. Tempat bibir atas dan bawah bertemu membentuk sudut mulut (Pearce, 2013).
2.             Palatum
Palatum (langit-langit) terdiri atas dua bagian, yaitu palatum keras yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris, dan lebih kebelakang terdiri terdiri atas dua tulang palatum. Dibelakang ini terletak palatum lunak yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak dan terdiri atas jaringan fibrus dan selaput lendir. Gerakannya dikendalikan ototnya sendiri. Ditengah palatum lunak menggantung keluar sebuah prosesus berbentuk kerucut yaitu uvula. Dari sini tiang–tiang lengkungan (fauses) melengkung kebawah, kesamping kiri dan kanan, dan diantara tiang-tiang ini terdapat lipatan rangkap otot dan selaput lendir yang disebelah kanan dan kiri memuat tonsil (Pearce, 2013).
3.             Pipi
Pipi membentuk sisi berdaging pada wajah dan menyambung dengan bibir mulai pada lipatan nasolabial, berjalan dari sisi hidung dan kesudut mulut. Pipi dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila-papila. Otot yang terdapat pada pipi ialah otot buksinator (Pearce, 2013).
4.             Geligi
Gigi (geligi = jamak) merupakan alat pencernaan yang tersusun atas jaringan tulang yang sangat kuat dan tertanam pada gusi (ginggiva) dari tulang rahang atas dan bawah. Mulut dengan adanya geligi berfungsi untuk mengunyah makanan secara mekanis menjadi butiran-butiran makanan yang lebih kecil, sehingga memudahkan bekerjanya enzim pencernaan. Berdasarkan bentuk dan fungsinya gigi dapat dibedakan menjadi (Nurcahyo, 2008) :
a.    Gigi seri atau Incisive yang memiliki fungsi untuk menggigit dan memotong
b.    Gigi taring atau Caninus  yang memiliki fungsi untuk menyobek
c.    Gigi geraham dapat dibedakan menjadi gigi geraham kecil atau Premolar dan gigi geraham besar atau molar yang memiliki fungsi pengunyahan dan melumatkan makanan
Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher dan akar. Mahkota gigi menjulang diatas gigi, lehernya dikelilingi gusi, dan akarnya berada dibawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Didalam pusat strukturnya terdapat rongga Pulpa. Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf. Bagian gigi yang menjulang diatas gusi ditutupi email yang jauh lebih keras dari pada dentin (Pearce, 2013).
5.             Lidah
Lidah (bahasa latin = Lingua) tersusun atas kumpulan serabut otot lurik, yang diselaputi oleh selaput lendir dengan struktur berbeda-beda tergantung tempatnya. Pada permukaan lidah terdapat tonjolan-tonjolan yang disebut papilla lidah. Beberapa bentuk papilla lidah antara lain (Nurcahyo, 2008) :
a.         Filiformis merupakan penonjolan berbentuk seperti konus, sangat banyak dan terdapat pada seluruh permukaan lidah. Pada epitel papilla jenis ini tidak mengandung puting kecap (perasa)
b.        Fungiformis merupakan penonjolan berbentuk kecil dengan tangkai kecil dan permukaan yang melebar berbentuk seperti jamur. Papila ini mengandung indra perasa pada permukaan samping atas dan terdapat disela-sela antara papilla filiformis.
c.         Foliatum merupakan penonjolan yang sangat padat sepanjang pinggir samping belakang lidah. Papilla ini mengandung puting perasa.
d.        Sirkum valatum merupakan papila yang sangat besar dengan permukaan menutupi papila lainnya. Pada bagian belakang  lidah. Banyak kelenjar serosa (Von ebner) dan mukosa yang mengalirkan sekresinya kedalam cekungan yang mengelilingi papila ini. Puting kecap banyak disisi papila ini.
A.         Plak
Plak gigi adalah biofilm, biasanya kuning pucat, yang berkembang secara alami pada gigi. Seperti biofilm, plak gigi terbentuk oleh bakteri colonial berusaha untuk menempel pada permukaan halus dari gigi (Hongini & Mac, 2007).
Para rongga mulut, mengandung aspek anatomis hanya dikenal dari  tubuh manusia yang tidak memiliki sistem regulasi permukaan yaitu bagian gigi. Hal ini memungkinkan sejumlah mikrooganisme tinggal dipermukaan gigi untuk jangka waktu tertentu. Spesies ini berubah menjadi bakteri gigi biofilm. Gigi biofilm, lebih sering disebut sebagai plak gigi, terdiri dari sekitar 1000 spesies bakteri yang mengambil bagian dalam ekosistem kompleks di dalam mulut (Hongini & Mac, 2007).
Rongga mulut manusia disebut juga Microbiome manusia. Hal ini karena rongga mulut manusia dapat berisi beberapa lingkungan pada saat tertentu yang dapat bervariasi dari gigi ke gigi. Selain itu diperkirakan bahwa jumlah bakteri yang berada di mulut adalah sekitar 25000 spesies bakteri. Hal ini berbeda dengan sebelumnya diperkirakan 700+ spesies. Penelitian telah menemukan bahwa dari 25.000 spesies yang ada di rongga mulut, sekitar 1000 spesies dapat eksis sebagai bagian dari ekosistem biofilm gigi. Ini juga berbeda dengan estimasi sebelumnya 5000 spesies + sebagai bagian dari biofilm gigi. 1000 spesies ini memiliki kemampuan untuk mengubah lingkungan mereka melalui serangkaian hubungan biotik (Hongini & Mac, 2007).
Pada awalnya, biofilm cukup lunak untuk lepas dengan dengan menggunakan kuku jari. Namun mulai mengeras dalam waktu 48 jam, dan dalam waktu sekitar 10 hari plak menjadi gigi kalkulus (karang gigi) keras dan sulit untuk dihilangkan (Hongini & Mac, 2007).
Plak terdiri dari mikrooganisme dan matriks ekstraseluler. Mikroganisme yang membentuk biofilm terutama Streptococcus mutans dan anaerob, dengan komposisi yang bervariasi menurut lokasi di mulut. Contoh anaerob tersebut termasuk Fusobacterium dan Actinobacteria (Honginin & Mac, 2007).
B.       Pembentukan Plak (Cochran, 1952)
Pembentukan plak gigi dimulai dengan pengendapan lapisan anorganik yang disebut pelikel gigi pada permukaan gigi. ketebalan pelikel biasanya berkisar dari 1 sampai 2μm dan terbentuk dalam beberapa jam pada permukaan gigi yang telah dibersihkan. Grant, stern dan listgarten telah menjelaskan terjadinya pengendapan. Palikel terjadi dalam empat tahap yaitu:
1.        Permukaan gigi dilumuri oleh kelenjar saliva, yang banyak mengandung bahan protein.
2.        Pemilihan adorpsi glikoprotein bermuatan negatif dan positif tertentu
3.        Terjadi perubahan pada permukaan dan glikoprotein bermuatan positif, perubahan pada permukaan dan pengendapan asam yang mengakibatkan hilangnya kelarutan pada penyerapan protein
4.        perubahan pada glikoprotein oleh enzim dari bakteri dan sekresi oral.
C.       Definisi Halitosis (Bau Mulut)
Halitosis adalah istilah umum yang digunakan untukmenerangkan adanya bau atau odor yang tidak disukai sewaktu terhembus udara, tanpa melihat apakah substansi odor berasal dari oral ataupun berasal dari non-oral (85%) (Wiliams, 2000).
Halitosis adalah bau mulut tidak sedap yang dapat disebabkan karena adanya Volatile Sulfur Compounds (VSCs). Volatile sulfur compounds adalah hasil produksi dari aktifitas bakteri anaerob didalam mulut yang menghasilkan senyawa berupa sulfur yang mudah menguap dan berbau tidak enak. Proses terjadinya VSCs adalah diawali dengan pemecahan substrat protein dari sisa makanan oleh bakteri gram negatif yang bersifat proteolitik menjadi rantai peptida dan asam amino seperti methionin, cysteine dan cystin. Kemudian asam amino tersebut akan di reduksi menjadi metil marcaptan, hydrogen sulfida dan dimethil sulfida (Widagdo & Kristina, 2008).
D.      Mekanisme Terjadinya Halitosis
Dalam rongga mulut seseorang, terdapat substrat-substrat protein eksogen (sisa makan) dan protein endogen (deskuamasi epitel mulut, protein saliva dan darah) yang banyak mengandung asam amino yang mengandung sulfur (S) (Prayitno, 2003).
Selain itu juga terdapat mikrooganisme baik gram positif maupun gram negatif, yang banyak terdapat pada sel epitel mulut mengalami deskuamasi, pada plak gigi dan pada punggung lidah (Alexander, 1986).
Mikroorganisme tersebut terutama gram negatif akan memecah substrat protein menjadi rantai peptida dan menghasilkan asam amino yang mengandung sulfur seperti methionin, cysteine dan cistine. Tempat predileksi proses pembusukan dalam mulut adalah punggung lidah bagian posterior, diastema antar gigi belakang, karies besar, plak gigi, poket dan lesi-lesi jaringan lunak (Alexander, 1986).
E.       Penyebab Terjadinya Halitosis (Cochran, 1952)

Halitosis berasal terutama dari mulut dan jarang berasal dari hidung, amandel (tonsilitis), dan berbagai sumber lain. dalam mulut, penyakit gingiva dan periodontal merupakan hal yang paling penting yang menyebabkan bau busuk, dimana khususnya penyakit periodontal, Poropyrumonas gingival, diketahu memproduksi senyawa methyl marcaptan. berbagai kondisi dan faktor kesehatan  dapat berhubungan dengan pengembangan atau peningkatan xerostomia, termasuk mulut, faring, dan penyakit saluran pernafasan atas, penyakit metabolik, unsur diet termasuk alkohol, tembakau, dan sulfur yang terkandung didalam makanan; pada khususnya bawang merah dan bawang putih.

Klasifikasi Propolis (Trigona sp.)
Kingdom    : Animalia
Filum          : Arthropoda
Kelas           : Insecta          
Ordo           : Hymenoptera
Superfamili : Apoidea
Famili          : Apidae
Subfamily   : Apinae
Tribe           : Meliponini
Genus         : Trigona

2.    Sejarah Propolis
Propolis berasal dari bahasa yunani yaitu “Pro”  yang berarti didepan/sebelum dan “polis” yang berarti kata. Istilah ini menggambarkan propolis sebagai penjaga lebah dari serangan binatang lain dan juga cuaca yang buruk (Suranto, 2007).
Propolis merupakan resin lengket yang berasal dari batang pohon atau kulit kayu, dikumpulkan dan diproses dengan seksresi cairan ludah lebah. Tanaman mengeluarkan resin untuk melindungi dirinya dari penyakit dan memperbaiki kerusakan (Suranto, 2007).
Resin digunakan lebah untuk melapisi sarang bagian dalam, memperbaiki sistem yang rusak, menambal lubang-lubang dan memperkecil ukuran jalan masuk sel untuk menghindari udara dingin. Jika ada binatang yang mati dalam sarang dan terlalu berat untuk dibuang, lebah akan membungkusnya dengan propolis. Yang juga penting, propolis digunakan sebagai campuran malam untuk menutupi sel berisi larva sehingga terlindung dari serangan penyakit (Suranto, 2007).
Lebah mengambil resin dengan cara mengelupasnya memakai rahang mereka lalu membawanya seperti membawa pollen, yaitu dalam keranjang pollen .Disarang, lebah lain akan menerima propolis dari lebah madu tersebut lalu memprosesnya dengan lilin dan menggunakannya sesuai kebutuhan. Ini bisa terjadi berjam-jam sampai propolis dikaki lebah madu habis. Lebah yang diketahui mengumpulkan propolis adalah A. melifera, lebah madu tak bersengat genus meliponini, dan trigona (Suranto, 2007).
3.   Komposisi propolis
Propolis adalah suatu substansi mengandung resin dan lilin lebah, bersifat lengket, yang dikumpulkan dari sumber tanaman, terutama dari bunga dan pucuk daun. Propolis mentah secara khas mengandung 50% tanaman resin, 30% lilin, 10 % minyak esensial dan minyak aromatik, 5% pollen,  dan 5% bahan organik lainnya (Suranto, 2010).
          Dalam penelitian yang dilakukan oleh Huang et all (2014), aktivitas biologis pada propolis menunjukan bahwa propolis memiliki unsur kimia terbesar termasuk diantaranya  asam fenolik, asam fenolik ester, flavonoids, dan terpernoids, seperti CAPE, artephilin C, asam caffeic, chrysin dan galangin quercetin, apigenin, kaempferol, pinobanksin 5-metil eterpinobanksin, pinocembrin, pinobanksin 3-asetat.
Kelas kimia utam yang terdapat dalam proplis adalah flavonoid, fenol dan berbagai senyawa aromatik lainnya. Flavonoid dikenal sebagai senyawa tanaman yang memiliki sifat antibakteri, antifungi, antivirus dan anti-inflamasi (Parolla et all., 2010).
  4        Manfaat Propolis pada Penyakit Gigi dan Mulut
            a. Untuk mengurangi terjadinya halitosis melalui penurunan VSCs.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Asalui (2014) untuk mengetahui efektivitas propoplis pada VSCs khususnya komponen cystein (H2S), dalam penelitian tersebut menunjukan terjadi penurunan kadar H2S yang signifikan setelah berkumur dengan propolis, yang berarti propolis efektif dalam menurunkan H2S.
b.    Mengurangi terjadinya pembentukan plak pada gigi
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh sobir (2005) terhadap kandungan flavonoid propolis menunjukan, bahwa setelah dilakukan inkubasi selama 24 dan 48 jam, secara signifikan semua konsentrasi flavonoid (P<0,05) menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. 0,1% merupakan konsentrasi yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans setelah inkubasi 24 jam dan 0,5% flavonoid setelah inkubasi 48 jam.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Prity et all (2014) tentang pengaruh berkumur dengan propolis konsentrasi 5%, 10%, dan 15% dalam menghambat terbentuknya plak gigi  pada mahasiswa kedokteran gigi UMS angkatan 2010, menunjukan bahwa terdapat pengaruh berkumur dengan propolis terhadap pembentukan plak dengan efek antiplak terbesar pada propolis dengan konsentrasi 15%.
Penelitian yang dilakukan oleh Dodwa dan Bhavna (2011) menyimpulkan bahwa dari semua penelitian yang dilakukan , ekstrak propolis yang diuji memiliki aktifitas anti-plak dan memperbaiki kerusakan gigi. Ekstrak dapat digunakan sebagai tindakan alternatif untuk pencegahan periodontal dan masalah gingival.
A.      Ekstraksi
1.   Definisi
Ekstraksi yakni penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan. Karena tiap bahan mentah obat berisi sejumlah unsur yang dapat larut dalam pelarut tertentu, hasil dari ekstraksi disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur saja tetapi berbagai macam unsur, tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari ekstraksi (Ansel, 2006).
2.        Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi terbagi menjadi beberapa cara yaitu (Jobo, et all., 2001):
a.    Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yaitu dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perubahan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan di luar sel, maka larutan terpekat didesak ke luar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Simplisia yang akan diekstraksi diserbukkan lalu dimasukkan kedalam bejana maserasi.
Simplisia tersebut direndam dengan cairan penyari, setelah dalam waktu tertentu sekali-kali diaduk. Hal ini dilakukan selama 5 hari.
b.    Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsipnya adalah : serbuk simplisia ditempatkan dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerakan kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan diatasnya dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah
c.    Soxhletasi
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukan dan ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan diatas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkann sampel yang ada dalam klonsong  (diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dijalankan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20-25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor.
d.   Refluks
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan metode refluks adalah yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji, dan herba.
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu alas bulat da diisi dengan cairan penyari yang sesuai misalnya metanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 volume labu kemudia labu alas bulat dipasang kuat pada statif dan ditempatkan diatas water bath atau heating mantel lalu dipasang kondensor pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif. Aliran air dan pemanas dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam  dillakukan penyaringan, filtrat ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi dengan pelarut dan dikerjakan seperti semula. Ekstraksi dilakukan selama 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor .
B.            Mouthwash
1.         Definisi mouthwash
Mouthwash adalah larutan cair sering dalam bentuk kental mengandung satu atau lebih bahan aktif dan bahan tambahan. Mouthwash dapat digunakan  untuk dua tujuan, therapeutic dan kosmertik. Mouthwash therapeutic dapat diformulasikan untuk mengurangi plak, radang gusi, karies gigi, dan stomatitis. Mouthwash kosmetik diformulasi untuk mengurangi bau nafas didalam tenggorokan menggunakan antimicrobial dan/atau bahan pemberi rasa   (Troy, 2005).
2.       Jenis- jenis mouthwash
Berdasarkan tujuan penggunaannya obat kumur digunakan sebagai berikut (Michael, 1977) :
a.       Obat kumur kosmetik, terdiri dari air (dan biasanya alkohol), pengaroma dan pewarna. Selain itu, juga dapat mengandung surfaktan dengan tujuan untuk membantu kelarutan dari minyak esensial dan membantu dalam penetrasi serta membersihkan gigi dan mulut.
b.      Obat kumur yang tujuan utamanya untuk menghilangkan atau memusnahkan bakteri (flora normal) yang ditemukan dalam jumlah besar dalam rongga mulut. Untuk memperoleh efek ini, digunakan bahan-bahan antiseptik yang harus stabil dalam larutan secara fisika dan kimia.
c.       Obat astringen yang pemberiannya diharapkan berefek langsung pada mukosa mulut untuk mengendapkan bahan protein sehingga dapat dihilangkan dengan cara pembiakan.
d.      Obat kumur pekat yang dirancang untuk digunakan setelah diencerkan.
e.       Obat kumur dapar yang efek utamanya tergantung pada pH larutan, misalnya sediaan alkali yang membantu mengurangi lendir maupun saliva.
f.       Obat kumur penghilang bau yang efeknya tergantung pada aksi antibakterinya atau pada mekanisme lain.
g.      Obat kumur terapeutik yang diformulasikan dengan maksud untuk meringankan infeksi, mencegah karies gigi, atau meringankan beberapa kondisi patologik lain pada mulut gigi.
Selain itu, obat kumur juga digolongkan kedalam 2 kategori utama, yaitu (Fedi, 2005) :
1.        Obat kumur generasi pertama, yaitu obat kumur yang mampu mengurangi plak dan gingivitis sekitar 20-50% apabila digunakan 4-6 kali sehari. Memiliki substansivitas terbatas atau tidak sama sekali. Subtansivitas adalah kemampuan antimikroba untuk mengikat gugus anionik pada permukaan gigi, mukosa mulut, dan dinding sel bakteri serta melepaskan zat aktif secara terus menerus sehingga memperpanjang masa kerja antimikroba.
2.        Obat kumur generasi ke dua, yaitu obat kumur yang mampu mengurangi plak dan gingivitis sebesar 70-90% jika digunakan 1-2 kali sehari dan memiliki substansivitas efektif yang berlansung selama 12 jam atau lebih.
C.            Monografi Bahan Tambahan pada Mouthwash
1.        Ekstrak Propolis
Pengambilan konsentrasi ekstrak propolis yang digunakan yaitu 1%, 2% dan 3%, hal ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh sobir (2005) yang menunjukan bahwa ekstrak flavonoid propolis memiliki daya hambat terhadap bakteri Streptococcus mutanss pada semua konsentrasi (0,05%; 0,075%; 0,1%; 0,25% dan 0,75%). Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan konsentrasi yang digunakan oleh sobir (2005), hal ini dikarenakan:
a.       Ekstrak propolis yang digunakan belum dilakukan pemurnian sebelumnya.
b.      Bakteri yang akan dihambat bukan satu jenis bakteri saja, mengingat tujuan dari pembuatan mouthwash untuk mengurangi terjadinya Halitosis, bisa dikatakan hampir seluruh bakteri yang menyebabkan terjadinya Halitosis yang akan dihambat.

2.      Propilen Glikol
Propilen glikol berbentuk cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, higroskopik. Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan minyak tanah P dan dengan minyak lemak (Depkes RI, 1979).
Propilen glikol digunakan sebagai humectan dan pada sediaann topikal penggunaannya serupa dengan gliserin. Bahan ini dapat meningkatkan viskositas pada sediaan, menambah rasa. Penggunaan sebagai humectan pada konsentrasi ≈ 15 (Rowe, 2006: Sweetman, 2009).
3.        Alkohol
Alkohol dapat menambah rasio, meningkatkan ketajaman pada rasa, membantu menutupi rasa tidak enak pada bahan aktif, berfungsi sebagai bahan pelarut untuk beberapa bahan perasa dan dapat berfungsi sebagai pengawet. Alkohol dapat diberikan pada konsentrasi 10-20%. (Rowe, 2006).
4.        Menthol
Menthol berupa hablur berbentuk jarum atau prisma, tidak berwarna, bau tajam seperti miyak permen, rasa panas dan aromatik diikuti rasa dingin sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol (95%), dalam kloroform P, dan dalam eter P, mudah larut dalam parafin cair P dan minyak atsiri (Depkes RI, 1979)
Menthol secara luas digunakan untuk sediaan farmasi sebagai pemanis, perlengkapan mandi dan bahan perasa atau penambah rasa. Selain itu juga memberikan rasa dingin atau sejuk pada  sediaan topikal. digunakanpada produk kosmetik dengan konsentrasi 0,1-2,0% (Rowe, 2006).
5.      Madu
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-1994, madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu berasal dari berbagai sumber nektar. Nektar adalah semacam cairan yang dihasilkan oleh kelenjar nektar tumbuhan, kaya akan berbagai bentuk karbohidrat (3-87%), seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa, mengandung sedikit senyawa-senyawa pengandung nitrogen, seperti asam-asam amino, amida-amida, asam-asam organik, vitamin-vitamin, senyawa aromatik dan juga mineral-mineral
6.      Sorbitol
Sorbitol berbentuk serbuk, butiran atau kepingan, putih, rasa manis, higroskopik. Sorbitol sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%), dalam metanol P dan dalam asam asetat P (Depkes RI, 1979).
Sorbitol dapat meningkatkan viskositas pada sediaan dan memberikan rasa tersendiri pada tubuh dan mulut, sorbitol menambah rasa manis pada produk dan selama dengan alkohol meningkatkan kualitas pengawet pada produk. Digunakan pada konsentrasi 3-15% (Rowe, 2006).
7.        Tween 80
Tween 80 berbentuk cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam lemak khas. Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam paraffin cair P, dan dalam minyak biji kapas P. (Depkes RI, 1979).
Tween 80 digunakan sebagai surfaktan. Surfaktan adalah zat-zat yang mengadsorbsi pada permukaan atau antar muka untuk mengurangi tegangan antar muka.  Konsentrasi yang digunakan antara 0,1-0,5% (Rowe, 2006).
8.        Aqua destilata
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Berbentuk cairan jernih, tidak berbau, tidak mempunyai rasa (Depkes RI, 1979).
Air dapat menimbulkan efek melarutkan pada sebagian terbesar zat-zat yang berhubungan dengannya (Ansel, 2006).






BAB III
METODOLOGI PENELIITIAN
A.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan eksperimen laboratorium, yaitu dengan memformulasi mouthwash anti Halitosis dengan variasi konsentrasi ekstrak propolis (Trigona sp.)
B.       Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Teknologi Sediaan Farmasi STIKes Mega Rezky Makassar, pada bulan mei 2016.
C.       Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, botol kaca 100 ml, gelas arloji, gelas kimia, lumpang,  neraca analitik (HWHÒ), pH Digital, pipet tetes, sudip, sendok tanduk, dan spatel.
Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak propolis, propilen glikol, alkohol, aquadest, menthol, madu, tween 80, dan sorbitol.
D.      Cara kerja
1.       Pengambilan sampel
Sampel propolis dalam bentuk raw diperoleh dengan cara mengekstrak raw/sarang lebah Trigona sp. yang diambil dari penangkaran, yang kemudian dipisahkan dari lebahnya dan dibuat simplisia. Raw propolis dan propolis diperoleh dari penangkaran lebah Universitas Hasanudin Makassar.

2.       Pembuatan ekstrak Propolis (Fauziah, 2013)
Metode ekstraksi yang digunakan ialah metode maserasi. Adapun tahap ekstraksi ialah propolis sebanyak 2 kg, dimasukkan kedalam oven selama 3x24 jam pada suhu 400C, setelah kering dihancurkan, ditimbang sebanyak 1 kg ditambahkan cairan penyari alkohol 70% sebanyak 2000 ml. Diamkan propolis dalam cairan etanol dalam 48 jam. Selama didiamkan, sampel diaduk setiap hari. Setelah itu kemudian di saring, cairan penyarinya dikumpulkan dan diuapkan dengan menggunakan rotavapor, kemudian dimasukkan kedalam eksikator hingga diperoleh ekstrak kental. Sisa penyaringan kemudian dicampurkan kembali kedalam larutan etanol 70% sebanyak 2000 ml. penyaringan dilakukan hingga 3 kali.
3.      Formulasi Mouthwash Ekstrak Propolis
Proses pembuatan mouthwash diawali dengan mengakalibrasi botol 100 ml yang akan digunakan sebagai wadah penyimpanan mouthwash. Gerus ekstrak propolis dan propilen glikol hingga homogen lalu tambahkan sorbitol, tween 80, dan madu, gerus hingga homogen kemudian tambahkan menthol yang telah dilarutkan dengan alkohol, homogenkan. Lalu masukan kedalam botol yang telah di kalibrasi dan tambahkan aquadest hingga 100 ml, gojok hingga homogen.



Tabel 1. Formula Ekstrak Propolis Dalam Sediaan Mouthwash
Tiap 100 ml mouthwash mengandung ekstrak propolis
No

Nama Bahan
Konsentrasi (%)
1
Ekstrak Propolis
1
2
3
2
Propilen glikol
10
10
10
3
Tween 80
0,005
0,005
0,005
4
Sorbitol
5
5
5
5
Menthol
0,05
0,05
0,05
6
Madu
1
1
1
7
Alkohol
0,5 ml
0,5 ml
0,5 ml
8
Aquadest
Ad 100 ml
Ad 100 ml
Ad 100 ml

E.       Evaluasi  Fisik Obat Kumur
Pengamatan Fisik Obat Kumur dilakukan dengan memperhatikan beberapa paramaeter, antara lain :
1.      Organoleptis
Pengamatan fisik obat kumur secara organoleptis dilakukan dengan cara melihat penampilan sediaan dari warna, bau dan rasanya.
2.      pH larutan
      Uji pH (Potential of Hydrogen) dilakukan dengan cara menguji formula dengan alat pH Digital (pHep Tester) untuk mengetahui pH dari setiap formula yang telah dibuat.


3.      Kejernihan
Pengamatan dilakukan dengan melihat tingkat kejernihan dan ada tidaknya partikulat yang terbentuk pada sediaan.
4.    Bobot Jenis
Ditimbang piknometer kosong yang telah dibersihkan san dibilas dengan pelarut aseton atau aldehid. Selanjutnya timbang dalam neraca analitik. Sediaan uji dalam piknometer kosong yang tela ditimbang sebelumnya.















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.           Hasil Penelitian
Tabel 2 Hasil Penelitain Sediaan Formulasi Mouthwash Ekstrak Propolis
Sediaan
Organoleptis
pH
Kejernihan
Bobot Jenis
Warna
Aroma
Rasa
Mouthwash ekstrak propolis konsentrasi 1%
Kuning kecoklatan
Khas propolis-menthol
Manis-pahit
5,4
Keruh
1,023
Mouthwas ekstrak propolis konsentrasi 2%
Kuning kecoklatan
Khas propolis-menthol
Manis-pahit
5,1
Keruh
1,027
Mouthwash ekstrak propolis konsentrasi 3%
Kuning kecoklatan
Khas propolis-menthol
Manis-pahit
4,9
Keruh
1,035

B.       Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan mouthwash.
Dalam penelitian ini zat aktif yang terkandung didalam propolis ditarik dengan cara ekstraksi maserasi dengan pelarut polar salah satunya alkohol. Maserasi merupakan metode yang paling mudah dilakukan dan menggunakan peralatan yang sederhana, yaitu dengan cara merendam sampel dalam pelarut. Pelarut polar  digunakan mengingat sifat flavonoid yang bersifat polar sehingga pelarut yang digunakan juga bersifat polar, selain itu alkohol dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Permana et all., 2010). Ekstraksi propolis dengan menggunakan alkohol 70% menghasilkan rendeman yang paling tinggi. Alkohol memiliki titik didih yang rendah dan mudah untuk menguap, sehingga dapat memperkecil tercampurnya alkohol dalam ekstrak lebah madu Trigona sp. dan memperkecil terlarutnya wax/lilin yang merupakan pengganggu dalam ekstraksi (Rahayu, et all., 2014)
Mouthwash adalah larutan cair biasanya berbentuk pekat mengandung satu atau lebih bahan aktif dan bahan tambahan. Mouthwash dapat digunakan untuk 2 tujuan, yaitu sebagai therapeutic mouthwash dan kosmetik mouthwash. Therapeutic mouthwash dapat diformulasikan untuk mengurangi plak, gingivitis, karies gigi dan stomatitik. Kosmetik mouthwash dapat diformulasikan untuk mengurangi bau mulut . tricca menggambarkan bahan tambahan yang umumnya ditemukan pada mouthwash seperti alkohol, surfaktan, perasa dan bahan pewarna (Troy, 2005).
            Proses pembuatan mouthwash ekstrak propolis diawali dengan menggerus propolis sambil ditambakan propilen glikol sedikit demi sedikit, kemudian ditambahkan sorbitol dan madu, gerus hingga membentuk massa yang homogen, setelah itu ditambahkan menthol yang telah dilarutkan dengan alkohol, gerus hingga terbentuk massa yang homogen, lalu disaring dan dimasukkan kedalam botol kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 ml.
            Saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosis, karena adanya aktivitas pembusukan oleh bakteri yaitu adanya degenerasi protein menjadi asam-asam amino oleh mikrooganisme. Nilai pH saliva (umumnya 6,5) juga menentukan pembentukan VSCs dan akan bertambah banyak bila mengandung materi atau unsur lain. Kondisi ini menciptakan suasana dalam rongga mulut berubah menjadi alkali dan menimbulkan bau busuk. Pertumbuhan bakteri gram negatif akan semakin meningkat bila nilai pH >7,2, sehingga memungkinkan terjadinya penguraian protein  (Widagdo et all., 2008).  Beberapa sediaan umumnya memiliki pH basa antara 7 dan 9,5 sedangkan yang bersifat asam jarang mempunyai pH dibawah 5 (Jankies et all., 1957 ).
            Berdasarkan hasil penelitian nilai pH mouthwash ekstrak propolis dengan meggunakan konsentrasi 1% yaitu 5,4, pH mouthwash yang menggunakan konsentrasi 2% yaitu 5,1 dan pH mouthwash yang menggunakan konsentrasi 3% yaitu 4,9. Berkurangnya nilai pH seiring dengan konsentrasi ekstrak propolis yang ditambahkan, dapat disebabkan karena ekstrak propolis yang bersifat asam dengan nilai pH 4,56. Oleh karena itu semakin tinggi konsentrasi ekstrak propolis yang ditambahkan semakin rendah pula nilai pH-nya.
            Berdasarlam hasil penelitian pH yang diperoleh sudah sesuai karena bersifat asam, dimana pembentukan VSCs ini akan terhambat pada suasana asam (pH Rendah) sehingga dapat mengurangi terjadinya Halitosis. Kisaran nilai pH ini telah memenuhi kriteria pH mouthwash.  Formulasi mouthwash yang telah memenuhi kriteria pH mouthwash yaitu formulasi dengan konsentrasi ekstrak propolis 1% (5,4)  dan 2%  (5,1), karena bila lebih rendah lagi dapat berefek pada kerusakan gigi. 
            Pengamatan organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui warna, rasa dan aroma mouthwash, sediaan yang dihasilkan yaitu cair, berwarna kuning kecoklatan, miliki aroma khas propolis dan menthol serta memiliki rasa manis dan lama kelamaan pahit.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sediaan dengan warna kuning kecoklatan yang keruh dimana semakin tinggi konsentrasi propolis maka semakin pekat warnanya, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi propolis maka semakin pekat warna sediaan yang diperoleh. Keruhnya sediaan dipengaruhi oleh penambahan madu pada sediaan, hal ini dibuktikan dengan membandingkan hasil sediaan yang diformulasi tanpa menggunakan madu dimana sediaan memiliki warna kuning kecoklatan yang tidak keruh .
Berdasarkan hasil penellitian bobot jenis mouthwash ekstrak propolis dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3% berturut-turut adalah 1,023, 1,027 dan 1,035. Uji bobot jenis dilakukan untuk mengetahui viskositas sediaan. Peningkatan viskositas pada sediaan dipengaruhi oleh penambahan sorbitol dan propilen glikol selain itu juga penambahan tween 80 dapat mempengaruhi  viskositas sediaan mengingat tween memiliki nilai viskositas yang cukup tinggi sebesar 350 sampai 550 cp. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin tinggi ekstrak propolis yang digunakan semakin tinggi pula viskositasnya, hal ini dapat dilihat dari perbedaan konsentrasi masing-masing sediaan dimana hanya ekstrak propolis saja yang dilakukan variasi konsentrasi sedangkan zat tambahan yang yang dapat mempengaruhi viskositas seperti sorbitol, gliserin, dan tween 80 diberikan dengan konsentrasi yang sama. Selain itu juga mengingat sifat ekstrak propolis yang sangat kental.



BAB V
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan
1.    Ekstrak propolis dapat diformulasi menjadi sediaan mouthwash
2.    Semakin tinggi konsentrasi ekstrak propolis yang digunakan semakin semakin pekat warnanya.
3.    Semakin tinggi ekstrak propolis yang digunakan semakin rendah pH-nya
4.    Semakin tinggi konsentrasi ekstrak propolis yang digunakan semakin tinggi bobot jenisnya.
5.    Konsentrasi ekstrak propolis 1% dan 2% dengan pH 5,4 dan 5,1 merupakan pH yang paling efektif untuk menghambat pertumbuan VSCs.
B.       Saran
Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kestabilan sediaan mouthwash ekstrak propolis selama masa penyimpanan. 






DAFTAR PUSTAKA
Alexander, R. G. Wick. 1986. Teknik Alexander Konsep dan Filosofi Kotemporer, Alih Bahasa : Budi Susetyo. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anonim. 2010. Propolis dari Lebah Tanpa Sengat Cara Ternak dan Olah. Trubus Swadaya. Jakarta.

Dewan Standardisasi Nasional. 1994. SNI 01 -3545-1994 :Madu. Departemen perindustrian, Jakarta.

Ansel, C.H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Universitas Indonesi (UI-Presss). Jakarta.

Asalui, R. T. 2014. Efektivitas Propolis dalam Menurunkan Kadar Volatile Sulfur Compounds (VSCs) Komponen Cystein (H2S). Jurnal Peneliatian Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin. Makassar. (Abstr).

Cochran, D., L. Kenneth, L. Kalkwarf & Michael A. Bransvold. 1952. Plaque and Calculus Removal Consideration To The Proffesional. Quintessence Publishing Co. Hongkong.

Darmawan, L. 2007. Cara Cepat membuat Gigi Sehat dan Cantik dengan Dental Cosmetic+ kiat Merawat Gigi yang tepat dan Efektif. PT. Gramedia Pustka. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonsia. Jakarta.

Djaya, A. 2000. Halitosis: Nafas Tak Sedap, 1ed. Dental Lintas Mediatama. Jakarta.

Dodwad & Bhavna. 2011. Propolis Mouthwash: A New Beginning. Journal of Indian society of periodontoliogy Vol. 15.

Fauziah, N. S. 2013. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Propolis Dalam Sediaan Krim Jerawat terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium Acnes. FMIPA Universitas Islam Makassar. Makassar.

Fedi P.F, Vernino A.R. & Gray J.L. 2005. Silabus Periodonti Edisi 4 Terjemahan Oleh Amalya. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Huang, S., Cui, P. Z., Kai, W., George, Q.L. & Fu-Liang, H. 2014. Recent Advance in the Chemical Compoition of Propolis. Moleculs Journal ISSN 1420-3049. (Intsr)

Jobo, Fahrudin, Mufidah, Burhanuddin & Andi Ilham M. 2001. Buku Pengajaran Laboratorium Fitokimia 1 (Ekstraksi Komponen Kimia Bahan Alam). Laboratorium Fitokimia FMIPA UNHAS : Makassar.

Jenkins, G.L., Don, E.F., Edward, A.B.,  Gleen, J.S.1957.  Scoville’s The Art Of Compounding. McGraw-Hill Book Company, London

Kleinberg, I. & Codipilly, M. 1997. The Biological Basis of Oral Malodor Formation, In: Rosenberg M, Bad Breath Research Perspectives. 2ed. Ramot Publishing-Tel Aviv University. Israel.

Loesche, W.J. & De, B.E.H. 1997. Strategies to Identify the main microbial contributors to oral malodor.In: Rosenberg M, Bad Breath Research Perspectives. 2ed. Ramot Publishing-Tel Aviv University. Israel.

Michael, and Ash, I. 1977. Formulary of Cosmetic Preparation. Chemical Publishing Co. New York.

Nurcahyo, H. 2008. Ilmu Kesehatan Jilid 1 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan: Jakarta.

Permana, A. D., Latifah, R., Marianti, A. M. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Propolis Terhadap Radikal Bebas DPPH Dengan Variasi Jenis Pelarut. 2010. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Parolia, A., Manuel, S. T., M. Kundabala & Mandakini, M. 2010. Propolis and its Potential Uses in Oral Health. International Journal of Medicine and Medical Sciences Vol. 2(7). (Abstr)

Parrot, L. E. 1983. Pharmaceutical Technologi Fundamental Pharmaceutics. Lowa.

Pearce, C. E. 2013. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Prayitno, S. W. 2003. Periodontologi Klinik Fondasi Kedokteran Gigi Masa Depan. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Prity, Y.D.J. 2014. Pengaruh Berkumur dengan Propolis Konsentrasi 5%, 10%, 15% dalam Menghambat Terbentuknya Plak Gigi pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Angkatan 2010. Jurnal Penelitian Universitas Muhamadiyah Surakarta. (Abstr).

Puji, R., Ritongan, H., dan Uslinawaty, Z. 2014. Properties And Flavonoids Content In Propolis Of Some Extraction Method Of Raw Propolis. International Journal Of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. ISSN. 10975-1491.

Rowe, Paul and Sian (Ed). 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th edition. Pharmaceutical Press. USA.

Sarwono, B. 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu Upaya Memulai dan Mengelola Peternakan Lebah Madu Secara Tepat. Argo Medika Pustaka. Jakarta.

Sobir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp. Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans (In Vitro) . Majalah Kedokteran Gigi Vol. 38 No. 3 Juli-September. (Abstr).

Suranto, A. 2007. Terapi Madu. Trubus Swadaya. Jakarta.

Suranto, A. 2010. Dasyatnya Propolis untuk Menggempur Penyakit. PT Argo Medika. Jakarta.

Sweetman, C. S. (Ed). 2009. Martindale The Complete Drug Refrence 36th. Pharmaceutical Press. London.

Regezi, A. J.,  James J. S. & Richard, C.K. J. 2012. Oral Pathologi: Clinical Phatologic Corelations. Library of Congress Cataloging. USA.

Troy, D. (Ed). 2005. Remington : The Science and Practice of Pharmacy 21th. Philadelphia College of Pharmacy and Science. USA.

Widagdo & Kristina. 2008. Volatile Sulfur Compounds sebagai Penyebab Halitosis. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati. (Intsr)

Williams, J. K. Cook, P.A. Isaacson & K.G. Thom. 2000.  Alat-Alat Ortodonsi Cekat, Prinsip dan Praktik, Alih Bahasa : Budi Susetyo. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta.


Lampiran 2 : Perhitungan Bobot jenis sediaan Mouthwash Ekstrak Propolis
A.      Perhitungan Bobot jenis
Rapatan Jenis (ρ) =
Bobot Jenis          =
1.        Mouthwash Ekstrak Propolis Konsentrasi 1%
a.    Bobot Piknometer Kosong          =  28,3 g
b.    Bobot Piknometer + Air              =  53,6 g
c.    Bobot Piknometer + Sediaan       =  54,2 g
d.   Volume Piknometer                     =  25 ml
Rapatan Jenis (ρ) aquadest  = =1, 012 g/ml
Rapatan Jenis (ρ)  sediaan   =  = 1, 036 g/ml
                 Bobot Jenis                     = 1, 023
2.        Mouthwash Ekstrak Propolis Konsentrasi 1%
a.    Bobot Piknometer Kosong          =  28,3 g
b.    Bobot Piknometer + Air              =  53,6 g
c.    Bobot Piknometer + Sediaan       =  54,3 g
d.   Volume Piknometer                     =  25 ml
Rapatan Jenis (ρ) aquadest  = 1, 012 g/ml
Rapatan Jenis (ρ)  sediaan   =  = 1, 040 g/ml
            Bobot Jenis                          = 1, 027
3.        Mouthwash Ekstrak Propolis Konsentrasi 3%
a.    Bobot Piknometer Kosong          =  28,3 g
b.    Bobot Piknometer + Air              =  53,6 g
c.    Bobot Piknometer + Sediaan       =  54,3 g
d.   Volume Piknometer                     =  25 ml
Rapatan Jenis (ρ) aquadest  = 1, 012 g/ml
Rapatan Jenis (ρ)  sediaan   =  = 1, 048 g/ml
    Bobot Jenis                          = 1, 035

1 komentar:

  1. Salam kenal mbak...
    Bisa minta sumber tulisan ini skripsinya siapa ya?

    Alida

    BalasHapus