Visitor

Sabtu, 01 April 2017

SKRIPSI DIV BIDAN PENDIDIK HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL BIDAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DALAM PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS KASSI-KASSI TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan utama pelayanan kesehatan. Namun hal ini tidak mudah dilakukan dewasa ini. Meskipun pusat layanan kesehatan  telah dilengkapi dengan tenaga medis, bidan dan sarana penunjang lengkap, masih sering terdengar ketidak  puasan pasien akan pelayanan kesehatan yang diterima.
Kepuasan atau ketidak puasan merupakan respon pelanggan terhadap evauasi ketidaksesuain (disconfirmation) yang dipersepsikan antara harapan awal dan kinerja aktual yang dirasakan. Banyak faktor penyebab ketidak puasan pasien, salah satunya adalah factor komunikasi antara bidan dengan pasien. Tingkatan kepuasan pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor tersebut di atas dapat memenuhi harapan-harapan. Seseorang pasien yang tidak puas pada giliranya akan menghasilkan sikap atau perilaku tidak patuh terhadap seluruh prosedur kebidanan dan prosedur medis.
Program KB dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang. Sehingga pada tahun 1970 terbentuk badan koordinasi keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan menggunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengedalian penduduk.
Pendapat Malthus yang dikutip oleh manuaba (2010) mengemukakan bahwa pertumbuhan dan kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung, sedangkan pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada suatu sumber daya alam tidak mampu menampung pertumbuhan manusia telah menjadi kenyataan.
Berdasarkan pendapat diatas, diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan merencanakan jumlah keluarga yang di inginkan berkenaan dengan hal tersebut. Paradigma baru program KB nasional telah di ubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi “Keluarga Berkualitas 2015” untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sarwono, 2010)
Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus di perhatikan bahkan terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut belum merata, sementara ini kegiatan keluarga berencana masih kurangya dalam penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontrasepsi dapat dikatakan bahwa 51,21% akseptor KB memilih suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02% memilih pil, 4,93% memilih Implant, 2,72% memilih IUD dan lainya 1,11% pada umumnya masyarakat memilih metode non MKJP. Sehingga metode KB MKJP seperti intra uterine devices (IUD), implant, medis operatif pria (MOP) dan medis Operatif Wanita (MOW) kurang diminati.
Menurut WHO (World Health Organization), angka estimasi kematian ibu saat melahirkan di tahun 2013 per 100 ribu kelahiran hidup di Indonesia 190/100.000 (Badan Kesehatan Dunia 2015).
Penduduk Indonesia berjumlah kurang lebih 254,9 juta jiwa. Dari total tersebut penduduk laki-laki mencapai 128,1 (50,25%) juta jiwa sementara perempuan sebanyak 126,8 (49,74%) juta jiwa (Hidayatullah 2015).
Jumlah penduduk Sulawesi Selatan berjumlah kurang lebih 8.342.047 juta jiwa. Dari total tersebut penduduk laki-laki mencapai 4.071.434 (48,80%) juta jiwa sementara perempuan sebanyak 4.270.613 (51,19%), Jumlah penduduk Makassar berjumlah kurang lebih 1.408.072 juta jiwa. Dari total tersebut penduduk laki-laki mencapai 162.088 (11,51%) juta jiwa sementara perempuan sebanyak 711.971 (50,56%) juta jiwa (BPS Provinsi Sulawesi Selatan 2015).
Berdasarkan data yang diambil dari Badan Koordinasi Keluaraga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Selatan Tahun 2014 presentase akseptor KB sebanyak 4.960.687 akseptor, yang terdiri dari KB baru sebanyak 161.211 (3.3%) dan KB aktif sebanyak 4.799.476 (96,7%) akseptor. Adapun metode yang dipakai oleh akseptor KB suntik 876.141 (18,24%) akseptor KB Pil 524.703 (10.92%) akseptor implant 490.192 (10,20%), akseptor alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) 293.535 (6,11%) akseptor Medis Operasi Wanita (MOW) 70.456 (1.47%) akseptor Medis Operasi Pria (MOP) 44.286 (1,02%) (musringah: 2015).
Tahun 2013 yang menjadi peserta KB aktif adalah 61,58 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut : KB suntik 10560 orang atau 94 %. KB pil 460 orang atau 4,0 %. KB IUD 55 orang atau 0,49 %. KB  implant 116 orang atau 1,03 % dan kondom 39 0rang atau 0,34 %.
Tahun 2014 yang menjadi peserta KB aktif adalah 62,66 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut : KB suntik 10585 orang atau 94 %. KB pil 461 orang atau 4,09 %. KB IUD 55 orang atau 0,49  %. KB implant 116 orang atau 1,03 % dan kondom 41 orang atau 0,36 %.
Menurut Data pada Dinas kesehatan Makassar tahun 2015 jumlah akseptor KB untuk semua jenis kontrasepsi adalah sebanyak 49,019 akseptor. Jumlah tersebut terdiri atas pengguna kontrasepsi pil 11,890 (24,25) pus, IUD 447 (0,911) pus, suntikan 20.796 (42,42) pus, implant 15.142 (30,89) pus,  MOW 251 (0,512) pus, MOP 30 (0,061) pus, dan kondom 453 (0,924) pus(Kadir, Ruslan,2015).
Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Kassi-Kassi Makassar tahun 2015, jumlah pasangan usia subur (PUS) adalah 13.875 jiwa. Sedangkan yang menjadi peserta KB aktif adalah 11.562 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut : KB pil 1.124 orang atau 8,10%. KB suntik 10.099 orang atau 72,78%, KB implant 199 orang atau 1,43%. KB IUD 88 orang atau 0,63% KB MOW 2 orang atau 0,01%. KB Kondom 52 orang atau 0,37 %.
Junadi P mengemukakan empat aspek yang dapat mengukur kepuasan pasien, salah satunya adalah hubungan antara  pasien dengan petugas kesehatan. Pada penelitian ini, penulis bermaksud mengkaji hubungan pasien dan bidan, ditinjau dari efektifitas komunikasi interpersonal  yang terjadi antara keduanya, dan kaitannya pada kepuasan pasien.
Berdasarkan laporan pengaduan masyarakat melalui isian pada kotak saran pada Unit Pengaduan Masyarakat Puskesmas Kassi-Kassi pada tahun 2014 lalu, diketahui bahwa masih ada keluhan-keluhan seperti lambatnya proses administrasi dengan penanganan jaminan kesehatan yang berbelit-belit, bidan lambat dalam penanganan sehingga pasien merasa terabaikan, dan ruangan KIA/KB yang sempit dan panas memberikan rasa kurang nyaman kepada pasien. Badan penjaminan mutu puskesmas kassi-kassi Makassar (2014), sedangkan pada tahun 2015 diketahui bahwa pelayanan kesehatan masih mendapat perhatian penuh dengan adanya saran dan masukan dari pengguna jasa layanan kesehatan seperti halnya dalam pelayanan keluarga berencana yang membutuhkan informasi sehingga pasien dapat menentukan pilihan dalam menggunakan alat kontrasepsi, membantu mengatasi keluhan dari efek yang ditimbulkan oleh alat kontrasepsi itu sendiri. (Lembaga penjaminana mutu puskesmas/RSP VI Kassi-Kassi Makassar 2016)
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Komunikasi interpersonal Bidan dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB)”.

B.     Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan KB di Puskesmas Kassi-Kassi?

C.     Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan komunikasi interpersonal Bidan dengan tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan KB di puskesmas Kassi-Kassi.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui komunikasi interpersonal bidan di puskesmas Kassi-Kassi.
b.      Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien KB di puskesmas Kassi-Kassi.
c.       Untuk mengetahui hubungan komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan pasien KB di puskesmas Kassi-Kassi.


D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Praktisi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi tambahan kepada Bidan dan sebagai evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan untuk mencapai kepuasan pasien.
2.      Manfaat Teoritis/Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya pada ilmu komunikasi interpersonal atau konseling.
3.      Manfaat Bagi Penulis
Bagi penulis, hal ini merupakan pengalaman yang dapat menambah pengetahuan dalam penerapan komunikasi interpersonal dengan tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan keluarga berencana.





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Tinjauan Umum Tentang Komunikasi
1.      Konsep Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari kata latin communication yang berarti “ pemberitahuan ” atau “ pertukaran pikiran ”. jadi secara garis besar dalam suatu proses komunikasi haruslah terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran dan pengertian antara komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (Penerima Pesan).
Dalam bukunya yang berjudul Pemahaman Teori dan Praktek Jurnalistik, Mondry menjelaskan asal muasal kata komunikasi (communication) yang berasal dari kata : common, yang berarti ‘sama’, dengan maksud sama makna, sehingga secara sederhana, dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses menyamakan persepsi, pikiran, dan rasa diantara komunikator dengan komunikannya.
Komunikasi kebidanan merupakan penggambaran terjadinya interaksi antara bidan dengan klien dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien. Sebagaimana diketahui, klien atau pasien menuntut pelayanan yang paripurna, baik fisik maupun psikologis terutama klien yang mengalami ketidak stabilan emosi selam proses adaptasi terhadap suatu perubahan status misalnya menjadi ibu, menjadi orang tua, mengalami kehamilan yang pertama. Karena keadaan tersebut, klien perlu memperoleh pendampingan dan kedekatan dengan tenaga pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah bidan.
Pada profesi kebidanan, komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses/asuhan kebidanan. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi diperlukan untuk mengatur tatakrama pergaulan antar manusia, sebab dengan berkomunikasi secara elegan akan memberi pengaruh langsung pada struktur keseimbangan seseorang dalam bermasyarakat, dan hal ini sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan termasuk karir. (Mardiana Ahmad, 2012)
2.      Tujuan dan Fungsi Komunikasi
Berangkat dari beberapa pengertian komunikasi diatas, maka dapat diketahui tujuan komunikasi yakni ; memudahkan, melancarkan dalam melaksanakan kegiatan dalam usaha mencapai tujuan, sedangkan fungsi komunikasi menurut para ahli adalah :
a.       Fungsi Emosi
Manusia memiliki emosi dan mengekspresikan emosinya melalui komunikasi, komunikasi seperti ini berorientasi pada perasaan. Namun dalam hubungannya dengan organisasi, tujuan komunikasi ini berhubungan dengan penerimaan dari peran-peran organisasi. Memiliki fungsi emosi dalam berkomunikasi memberi dua sisi pengertian, pertama fungsi ketenangan dan kesejukan dalam menyampaikan ide/gagasan dan pemikiran maupun masukan. Sementara fungsi ketegangan terjadi apabila lawan bicara menyampaikan berita/ide/masukan/umpan balik yang mengganggu.
b.      Fungsi Motivasi
Fungsi motivasi pada bagian ini adalah memberikan motivasi pada seseorang atau pada lingkup organisasi yang berhubungan dengan komitmen organisasi terhadap tujuan-tujuan organisasi. Memberikan intruksi, pengarahan, tindak disiplin, mentransfer tujuan kepada bawahan, mendefinisikan perturan antara bawahan dan atasan. Karenanya provider (Bidan) dalam berkomunikasi seyogyanya memperhatikan bahwa bahasa yang disampaikan memberi motivasi kepada lawan bicara sehingga tidak menimbulkan umpan balik negative.
c.       Fungsi Informasi
Fungsi informasi yang dimaksud disni, bahwa komunikasi dapat menyediakan informasi penting yang diperlukan dalam penyelesaian masalah.
d.      Fungsi Kontrol
Sesuai dengan tujuannya, maka komunikasi dapat mengontrol perilaku orang lain maupun anggota organisasi, yang dapat dilihat dengan adanya peraturan, penjelasan akan tugas-tugas, otoritas dan struktur organisasi. Dengan berkomunikasi bidan dapat memberikan kontrol terhadap pasien dalam pelayanan kebidanan, menyampaikan apa yang boleh dilakukan selama pasien menjalani perawatan. (Mardiana Ahmad, 2012)
3.      Bentuk-Bentuk komunikasi
Pada dasarnya, Komunikasi terbagi menjadi 2 Jenis, yaitu, komunikasi verbal dan nonverbal:
a.       Komunikasi Verbal (verbal communication) merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan kepada pihak lain melalui lisan (oral) dan tulisan (written). Berbincang dengan orang, menelepon, berkirim surat, membacakan buku, melakukan presentasi diskusi, atau menonton televisi merupakan contoh komunikasi verbal.
b.      Komunikasi nonverbal, merupakan pertukaran informasi tanpa penggunaan bahasa atau kata-kata. Komunikasi nonverbal disebut juga bahasa tubuh (body language). Informasi dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara, seperti penggunaan sentuhan, kontak mata, ekspresi wajah, postur, gerak tubuh, posisi tubuh, kondisi fisik umum, gaya berpakaian, suara, dan keadaan diam.
(Mardiana Ahmad, 2012)


4.      Proses komunikasi

Proses komunikasi terjadi bila unsur-unsur komunikasi saling terlibat, berkaitan antara satu dengan yang lainnya dapat dilihat seperti berikut:
Gambar 1.1. Proses Komunikasi
                        Sumber: Komunikasi Efektif-buku bantuan bidan siaga,
                                                            Depkes RI, 2002
Proses komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif ( sesuai dengan tujuan ko   munikasi pada umumnya).
Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat symbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
Pesan (massage) itu disampaikan atau dibawa melaluai suatu media atau saluran baik secara lansung maupun tidak langsung. Contohnya, berbicara langsung lewat telepon, surat, e-mail atau media lainnya.
Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya kedalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
Komunikan (receiver) memebrikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh pengirim.
Setiap unsur memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi, artinya tanpa keikutsertaan satu unsur akan memberi pengaruh pada jalannya komunikasi.
Menurut (Jalalludin, dalam Suryati, 2013) proses komunikasi, banyak melalui perkembangan. Pada penjelasan ini, akan dijelaskan berbagai proses komunikasi melalui model-model komunikasi itu sendiri.
1.      Model komunikasi Aristoteles
Aristoteles menerangkan tentang model komunikasi dalam bukunya Rhetorica, bahwa setiap komunikasi bahwa setiap koomunikasi akan berjalan jika terdapat 3 unsur utama.
a.       Pembicara, yang  menyampaikan pesan
b.      Apa yang akan dibicarakan (menyangkut pesan itu sendiri)
c.       Penerima, orang yang menerima pesan itu.
2.      Model komunikasi Devid K.Berlo
Dalam model komunikasi David K. Berlo, diketahui bahwa komunikasi terdiri dari 4 proses utama yaitu SMRC (Source, Massage, Channel dan Receiver) lalu ditambah 3 proses sekunder, yaitu feedback, efek dan lingkungan.
a.       Source (sumber), sumber adalah eseorang yang memberikan pesan atau dalam komunikasi dapat disebut komunikator. Walaupun sumber biasanya melibatkan individu, namun dalam hal ini sumber juga sering dikatakan sebagai source, sender atau encoder.
b.      Massage (Pesan), pesan adalah isi dari komunikasi yang memiliki nilai dan disampaikan oleh seseorang (komunikator). Pesan bersifat penghibur, informative, edukatif, persuasive, dan bisa juga bersifat propaganda. Pesan disampaikan melalui 2 cara, yaitu verbal dan non verbal. Bisa melalui tatap muka atau melalui sebuah media komunikasi. Pesan bisa dikatakan sebagai massage, content, atau information.
c.       Channel (Media dan saluran komunikasi), sebuah saluran komunikasi terdiri atas 3 bagian, yaitu lisan, ertulis dan eletronik. Media disini adalah sebuah alat untuk mengirimkan pesan tersebut. Misal secara personal, maka media komunikasi yang digunakan adalah panca indra atau bisa memakai media telepon,telegram, handphone yang bersifat pribadi.
d.      Reciver (Penerima pesan), penerima adalah orang yang mendapatkan pesan dari komunikator melalui media. Penerima adalah elemen yang paling penting dalam menjalankan sebuah proses komunikasi. Karena penerima menjadi sasaran dari komunikasi tersebut. Penerima juga dapat disebut sebagai public, khalayak, masyarakat, dll.
Elemen tambahan:
a.       Feedback (umpan balik), umpan balik adalah suatu respon yang diberikan oleh penerima.
b.      Efek, sebuah komunikasi dapat menyebabkan efek tertenttu. Efek komunikasi adalah sebuah respon pada diri sendiri yang bisa dirasakan ketika kita mengalami perubahan (baik positif maupun negatif) setelah menerima pesan. Efek ini adalah sebuah pengaruh yang dapat mengubah perasaan  dan perilaku (kognitif, afektif dan konatif).
c.       Lingkungan, adalah sebuah situasi yang dapat mempengaruhi seatu komunikasi. Diantaranya, lingkungan fisik, lingkungan social budaya, lingkungan psikologi.
3.      Model Komunikasi Bovee dan Thill
Bovve dan Thill dalam bukunya Business Comunication Today, menjelaskan bahwa proses komunikasi merupakan tahapan dan kegiatan. Terdapat 5 unsur:
a.       Pengirim memiliki sebuah ide gagasan. Komunikasi diawali dengan adanya gagasan dari seorang pengirim, yang ingin disampaikan pada penerima pesan tersebut.
b.      Ide dirubah menjadi pesan. Ide bersifat abstrak dan tidak terstruktur, sehingga tidak dapat dibaca oleh orang lain. Maka dari itu, pengirim harrus mengubah idenya tersebut menjadi sebuah pesan agar dapat dimengerti oleh orang lain. Perubahan ide menjadi sautu pesan disebut ENCODING atau pemindahan pesan.
c.       Setelah sebuah idediubah menjadi pesan, maka pesan tersebut harus dipindahkan kepada penerima dengan berbagai bentuk komunikasi (verbal, non verbal, lisan atau tertulis), dan media komunikasinya (tatap muka, telepon, surat, laporan dan lain-lain).
d.      Penerima menerima pesan. Penerima pesan menginterpretasikan pesan yang diterima.
e.       Penerima pesan mengirimkan umpan balik. Umpan balik merupakan sebuah elemen perantai pesan. Sebagai pengirim pesan, kita harus mengevaluasi apa yang sebenarnya dipikirkan oleh penerima pesan. Apakah pesan kita efektif apa tidak. Jika pesan kita ternyata tidak efektif, maka pesan harus diulang.
1.      Faktor yang mempengaruhi komunikasi
Proses komunikasi di pengaruhi oleh beberapa faktor (Potter&Perry, 1993) dalam buku komunikasi kebidanan (Suryati, 2013) antara lain:
a.       Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seorang, bidan harus mengerti pengaruh perkembangan usia, baik dari sisi bahasa maupun proses berfikir orang tersebut. Cara berkomunikasi anak remaja berbeda dengan anak balita. Kepada remaja mungkin perlu belajar bahasa “gaul” mereka, sehingga komunikasi diharapkan akan lancar
b.      Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi ini dibentuk oleh pengharapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. Misalnya, kata “beton” akan menimbulkan perbedaan persepsi antara ahli bangunan dengan orang awam.
c.        Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi bidan untuk menyadari nilai seseorang. Bidan perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat terjadi interaksi yang tepat dengan klien. Misalnya, memandang tindakan abortus tidak sebagai dosa, sementara bidan memandang tindakan abortus sebagai tindakan dosa. Hal ini dapat menyebabkan konflik antara bidan dan klien.
d.      Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.
e.       Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti perasaan marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi bidan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bidan perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga mampu memberi asuhan kebidanan dengan tepat. Selain itu, bidan perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan kebidanan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.
f.       Jenis kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya sendiri dalam berkomunikasi yang berbeda-beda. Lakoff (1975) menemukan bahwa dalam percakapan, laki-laki cenderung langsung dan aktif sedangkan perempuan terlalu sopan dan pasif.
g.      Pengetahuan
Tingkat pengetahuan mempengaruhi komunikasi. Seseorang yang tingkat pengetahuannya kurang sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dibandingkan dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Bidan perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberi asuhan kebidanan yang tepat kepada klien.
h.      Peran dan hubungan
Gaya berkomunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar perorangan yang berkomunikasi. Cara berkomunikasi seorang bidan dengan kolegannya, dengan cara berkomunikasi bidan dengan klien akan berbeda, tergantung peran. Demikian juga dengan orang tua dan anak.
i.        Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan, dan ketidaknyamanan. Untuk itu bidan perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum melakukan interaksi dengan klien. Lingkungan fisik mempengaruhi tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Misalnya, saat berkomunikasi dengan sahabatnya akan berbeda apabila berbicara dengan pimpinan.
j.        Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu akan memberi rasa aman dan kontrol. Pada saat pertama kali klien berinteraksi dengan bidan, bidan perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat melakukan komunikasi dengan klien.
k.      Citra diri
Manusia mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosial, kelebihan dan kekurangannya. Citra diri terungkap dalam komunikasi. Contoh, pembicaraan orang tua dengan anaknya dengan menentukan ekspresi dan persepsi orang, misalnya “kamu mesti jadi bidan karna akan dihormati dan mudah mendapatkan uang”
l.        Kondisi fisik
Kondisi fisik mempunyai pengaruh terhadap komunikasi. Artinya indra pembicaraan mempunyai andil terhadap kelancaran terhadap komunikasi. Misalnya, orang tuna wicara akan kesulitan apabila berbicara dengan orang normal.
A.    Komunikasi Interpersonal/Konseling (KIP/K)
1.   Pengertian
Menurut Devito (dalam Suryati Romauli, 2013), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau kelompok kecil orang dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
Sedangkan menurut Jane (dalam Suryati Romauli; 2013), komunikasi interpersonal adalah proses penyebaran dan berbagi informasi yang dilakukan minimal dau orang, secara langsung, dengan tatap muka, dan bersifat dua arah.
2.   Tujuan komunikasi Interpersonal dalam konseling (Suryati Romauli ; 2013)
Komunikasi interpersonal dalam konseling merupakan suatu action oriented, ialah suatu tindakan yang berorintasi pada tujuan tertentu. Tujuan komunikasi interpersonal dalam konseling bermacam-macam, diantaranya :
a)      Mengungkapkan perhatian pada orang lain
Dalam hal ini bidan berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan kabar kesehatan klien, dan sebagainya. Pada prinsipnya komunikasi dimaksudkan hanya untuk menunjukan perhatian pada klien dan menghindari kesan sebagai pribadi yang tertutup, dingin dan cuek.
b)      Menemukan diri sendiri
Artinya bidan melakukan komunikasi karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarakan informasi dari orang lain. Komunikasi ini memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk berbicara tentang keadaan diri, minata dan harapan sehingga kedua belah pihak memeperoleh informasi berharga mengenai jati diri atau dengan kata lain menemukan diri sendiri.
c)      Menemukan dunia luar
Dengan komunikasi ini, diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi yang actual. Misalnya saat bidan memeberikan informasi tentang program keluarga berencana sehingga klien dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mengikuti  program keluarga berancana. Jadi, dengan komunikasi ini diperoleh informasi dan dengan informasi itu dapat dikenali dan ditemukan keadaan dunia luar yang sebelumnya tidk diketahui.
d)     Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis
Sebagai mahluks sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling dasar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Oleh karena itu  setiap orang telah menggunkan banyak waktu untuk berkomunikasi interpersonal yang diabadikan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain.
e)      Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Dalam prinsip komunikasi, ketika klien menrima pesan dan informasi, dengan demikian klien telah mendapatkan pengaruh dari proses komunikasi. Sebab pada dasarnya komunikasi adalah sebuah fenomena, sebuah pengalaman. Setiap pengalaman memberi makna pada situasi kehidupan manusia. contoh, melalui komunikasi interpersonal, seorang bidan menginginkan adanya perubahan sikap dan perilaku klien (ibu hamil yang anemi) sehingga kondisi ibu tersebut dapat menjadi kehamilan yang normal.
f)       Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi
Komunikasi interpersonal dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi dan salah interpretasi yang tejadi antara bidan dan klien.
g)      Memberi bantuan
Dengan komunikasi interpersonal, maka bidan dapat memberikan bantuan kepada klien yang memerlukan bantuan dengan tujuan membantu klien memecahkan masalahnya.
3.      Ciri-ciri komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal dalam konseling merupakan jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi dalm pekerjaan bidan sehari-hari. Ciri-ciri dari komunikasi interpersonal dalam konseling:
a.       Arus pesan dua arah
Komunikasi interpersonal menempatkan sumber pesan dan penerima pesan dalam posisi yang sejajar, sehingga memicu terjadinya pola penyebaran pesan mengikuti arus dua arah
b.      Suasana non formal
Komunikasi interpersonal dalm konseling biasanya berlangsung dalam suasana non formal, relevan dangan suasana non formal tersebut, pesan yang dikomunikasikan biasanya bersifat lisan bukan tulisan.
c.       Umpan balik segera
Oleh karena komunikasi interpersonal dalam konseling mempertemukan para pelaku komunikasi secara tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui dengan segera baik secara verbal maupun non verbal. Respon verbal berarti jawaban yang berupa kata-kata setuju, tidak setuju, piker-pikir dan sebagainya, sementara respon non verbal ditangkap melalui  gelengan kepala, angggukan kepala, pandangan mata, raut muka dan sebagainya.
d.      Pesrta komunikasi berada dalam jarak yang dekat
Komunikasi interpersonal dalam konseling merupakan metode komunikasi antara bidan dank lien yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat, baik jarak dalam arti fiisik maupun psikologi. Jarak yang dekat secara fisik artinya, antara bidan dan klien ada saling bertatap muka, berada dalam suatu ruangan tertentu. Sedangkan jarak yang dekat secara psikologi artinya menunjukkan keintiman/kaakraban hubungan antara bidan dan klien.
e.       Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara stimulant dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal dalam konseling, antara bidan dan klien dapat memberdayakan kekuatan pesan verbal maupun nonverbal.
4.      Factor-faktor yang pengahambat komunikasi interpersonal/konseling (Suryati Romauli : 2013)
Orintasi kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari :
a.       factor Individu
1)      faktor fisik kepekaan panca indra (kemampuan untuk melihat
dan mendengar), usia dan jenis kelamin
2)      sudut pandang terhadap nilai-nilai yang dianut
3)      faktor sosial diantaranya sejarah keluarga dan relasi
      jaringansosial, peran dalam masyarakat, status sosial, dan pesan
      sosial.
4)      Orintasi kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor
      Individu
b.      Faktor yang berkaitan dengan interaksi
1)      Tujuan dan harapan terhadap komunikasi
Ini biasanya terjadi apabila dalam suatu komunikasi /konseling komunikator tidak memberikan konseling sesuai kebutuhan klien, maka apa yang disampaikan komunikator tidak akan didengar tau diperhatikan oleh klien karena tidak sesuai dengan harapan. Untuk menghindari hal tersebut sudah seharusnya seorang komunikator memiliki kemampuan untuk menganalisa masalah klien sehingga dapat memberikan konseling sesuai dengan kebutuhan klien.
2)      Sikap terhadap interaksi
Sikap terbuka dan bersahabat sangatmendukung komunikasi, tetapi sebaliknya orang yang tertutup dan kurang bersahabat akan sulit untuk diajak berkomunikasi, biasanya orang seperti itu mempunyai sifat inroved sehingga susah untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi. Mendapatkan klien yng seperti ini sebagai seorang bidan harus mampu memancing percakapan dan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka.
3)      Pembawaan diri seseorang terhadap orang lain (seperti
kehangatan, perhatian dan dukungan)
pembawaan diri seseorang sangat mempengaruhi komunikasi. Orang sombong, sinis dan tidak memberikan dukungan merupakan hambatan komunikasi yang harus kita hadapi. Kadang-kadang sebagai manusia biasa kita sebagai petugas kesehatan sudah merasa malas dahulu untuk memberikan konseling pada orang semacam itu.
4)      Sejarah hubungan
Sejarah hubungan adalah sesuatu yang telah lampau tetapi kn sangat berpengaruh dimasa sekarang atau masa datang. Orang yang punya hubungan kurang harmonis dimasa lalu dan tiba-tiba bertemu dengan suatu konsultan/konselor akan menyebabkan sikap canggung dan malas untuk bertemu. Tetapi sekali lagi, bidan harus professional menghadapi hal ini, lupakan sejenak masalh yang lalu dan hadapi klien sesuai masalah yang harus dipecahkan oleh klien saat ini. Tidak perlu mengungngkit-ungkit masa lalu.
c.       Faktor situasional
Situasi selama melakukan komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Lingkungan yang tenang dan terjaga privasinya merupakan situasi yang sangat mendkung, begitu pula sebaliknya komunikasi yang dilakukan ditempat keramaian akan sangat mengganggu pendengar.
d.      Kompetensi dalam melakukan percakapan
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah kegagalan menyampaikan informasi penting, pemindahan topic bicara yang tidak lancer dan salah pengertian.
5.      Persepsi Interpersonal dan Konsep Diri dalam Keahlian Komunikasi   Interpersonal
                  Konsep diri dan Persepsi interpersonal sangat dibutuhkan untuk pencapaian dalam kelancaran komunikasi. Orang yang lancar dalam berkomunikasi berarti orang tersebut mempunyai keahlian dalam berkomunikasi. Persepsi interpersonal besar pengaruhnya bukan saja pada komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Karena itu kecermatan persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal kita. Faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi nterpersonal diantaranya adalah pengalaman, motivasi, kepribadian, stereotyping, atribusi.
Perilaku kita dalam berkomunikasi interpersonal amat bergantung pada persepsi interpersonal. Kegagalan komunikasi dapat diperbaiki apabila orang tersebut menyadari bahwa persepsinya salah. Komunikasi interpersonal kita akan menjadi lebih baik bila kita mengetahui bahwa persepsi kita bersifat subjektif dan cenderung keliru. Konsep diri diperlukan agar kita bisa mengamati diri dan sampailah pada gambaran dan penilaian diri kita. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai pandangan dan perassan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Konsep diri bisa juga dijadikan alat pengukur kepercayaan diri kita.
Faktor-faktor yang mempengruhi konsep diri diantaranya adalah orang lain dan kelompok. Ada kelomok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Pengaruh konsep diri pada komunikasi interpersonal diantaranya adalah sebagai berikut:
a)      Nubuat yang dipenuhi sendiri
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri. Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri yang positif atau negatif. Sebagai peminat komunikasi, sebaiknya kita mampu mengidentifikasi tanda-tanda konsep diri yang positif atau negatif.
b)      Membuka diri
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.
c)      Percaya diri
Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ia takut kalau orang lain akan mengejeknya atau menyalahkannya.
d)     Selektivitas
Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa anda bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat. Dengan singkat, konsep diri menyebabkan terpaan selektif, persepsi selektif, dan ingatan selektif.
6.      Hubungan Keahlian komunikasi Interpersonal dalam Komunikasi
Orang yang mempunyai keahlian komunikasi maka komunikasi orang tersebut akan berjalan efektif. Kita harus memupuk keahlian kita dalam komunikasi interpersonal melalui konsep diri. Konsep diri seperti yang telah tertuang diatas sangat penting dilakukan agar kita ahli dalam berkomunikasi. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami tetapi hubungan dengan komunikan menjadi rusak. De Vito memandang komunikasi interpersonal yang efektif berdasarkan humanistic model dan pragmatic model. Humanistic model (soft approach) menunjukkan bahwa kualitas komunikasi interpersonal yang efektif ditentukan oleh 5 faktor, sebagai berikut: Openness (keterbukaan), Empathy, Supportiveness (mendukung), Positiveness (sikap positif), Equality (kesetaraan). Pragmatic model (behavioural) atau disebut juga sebagai pendekatan keras (hard approach) atau (competence model) fokus pada perilaku tertentu yang harus digunakan oleh pelaku komunikasi interpersonal baik sebagai pembicara maupun sebagai pendengar apabila ingin efektif. Pendekatan ini pun menyatakan ada 5 skemampuan yang harus dimiliki, yaitu sebagai berikut:
a)      Confidence (percaya diri) maksudnya adalah para pelaku komunikasi interpersonal harus memilki rasa percaya diri secara sosial (social confidence).
b)      Immediacy merujuk pada situasi adanya perasaan kebersamaan antara pembicara dan pendengar (oneness). Immediacy ditunjukan dengan sikap memperhatikan, menyenangi, dan tertarik pada lawan bicara
c)      Interaction management maksudnya adalah kemampuan untuk mengontrol interaksi demi memuaskan kedua belah pihak pelaku komunikasi.
d)     Expressiveness maksudnya adalah kemampuan untuk secara sungguhsungguh terlibat dalam proses komunikasi.
e)      Other orientation maksudnya adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan orang lain selama proses komunikasi interpersonal berlangsung.
7.      Pendekatan KIP
Tiga pendekatan utama tentang pemikiran KAP berdasarkan:
a)      Komponen-komponen utama.
b)      Hubungan diadik.
c)      Pengembangan
Bittner menerangkan KIP berlangsung, bila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia (human voice).
a)      Hubungan Diadik
Hubungan diadik mengartikan KIP sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. Untuk memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua orang peserta dalam situasi bersama. Trenholm dan Jensen mendefinisikan KIP sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah:
1)      Spontan dan informal.
2)      Saling menerima feedback secara maksimal.
3)      Partisipan berperan fleksibel.
Efektifitas KIP
KIP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang.
Menurut Kumar , lima ciri efektifitas KIP sebagai berikut:
  1. Keterbukaan (openess).
  2. Empati (empathy).
  3. Dukungan (supportiveness).
  4. Rasa positif (positiveness).
  5. Kesetaraan (equality).
Feedback yang diperoleh dalam KIP berupa feedback positif, negatif dan netral. Prinsip mendasar dalam komunikasi manusia berupa penerusan gagasan.
David Berlo mengembangkan konsep empati menjadi teori komunikasi. Empat tingkat ketergantungan komunikasi adalah:
  1. Peserta komunikasi memilih pasangan sesuai dirinya.
  2. Tanggapan yang diharapkan berupa umpan balik.
  3. Individu mempunyai kemampuan untuk menanggapi, mengantisipasi bagaimana merespon informasi, serta mengembangkan harapan-harapan tingkah laku partisipan komunikasi.
  4. Terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan pengalaman dalam perilaku empati.


Berlo membagi teori empati menjadi dua:
  1. Teori Penyimpulan (inference theory), orang dapat mengamati atau mengidentifikasi perilakunya sendiri.
  2. Teori Pengambilan Peran (role taking theory), seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti perilaku orang lain.
  1. Kelayakan (decentering).
  2. Pengambilan peran (role taking).
  3. Empati komuniksi (empathic communication).
Kelayakan (decentering)
Bagaimana individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan mempertimbangkan apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain tersebut.
Pengambilan peran (role taking)
Mengidentifikasikan orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri melalui orang lain.
Tingkatan dalam pengambilan peran:
  1. Tingkatan budaya (cultural level), mendasarkan keseluruhan karakteristik dari norma dan nilai masyarakat.
  2. Tingkatan sosiologis (sociological level), mendasarkan pada asumsi sebagian kelompok budaya.
  3. Tingkatan psikologis (psycological level), mendasarkan pada apa yang dialami oleh individu.

Empati komunikasi meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak langsung perubahan sikap/perilaku penerima. Blumer mengembangkan pemikiran Mead melalui pokok pikiran interaksionisme simbolik yaitu “Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai
8.      Strategi Membantu Klien Dalam Pengambilan Keputusan
Kemampuan dalam mengambil keputusan adalah sangat penting bagi klien untuk menyelesaikan masalah kegawatdaruratan terutama yang berhubungan dengan kebidanan. Dalam konseling pengambilan keputusan mutlak diambil oleh klien, bidan hanya membantu agar keputusan yang diambil klien tepat.
Empat strategi membantu klien dalam mengambil keputusan :
a)      Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya.beri kesempatan klien untuk melihat lagi beberapa alternative pilihannya, agar tidak menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
b)      Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan melihat kembali keuntungan atau konsekuensi positif dan kerugiannya atau konsekuensi negative.
c)      Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan pilihan,bantu klien mencermati pilihannya.
d)     Membantu klien menyusun rencana kerja, untuk menyelesaikan masalahnya.

Pengambilan keputusan yang baik harus mempertimbangkan :
a)      Kondisi
b)      Kehendak
c)      Konsekuensinya
9.      Saat-Saat Sulit Dalam Penerapan Kip/K
Semua bidang pekerjaan pasti pernah mengalami masa yang tidak menyenangkan atau menyulitkan.Situasi yang sulit merupakan tantangan bagi seorang konselor untuk menghadapinya, keterampilan konseling terletak pada bagaimana mengatasi masa-masa sulit dalam konseling.Untuk menghadapi  tantangan tersebut,bidan sebagai konselor,harus memiliki pengetahuan yang baik tentang apa yang harus dilakukan.
Masa-masa sulit dalam KIP/K diantaranya adalah sebagai berikut :
a)      Klien diam, tidak mau bicara.
b)      Klien menangis terus-menerus.
c)      Bidan meyakini bahwa tidak ada penyelesaian bagi masalah klien.
d)     Bidan melakukan suatu kesalahan.
e)      Klien menolak bantuan bidan.
f)       Bias Gender.
g)      Waktu yang dimiliki konselor terbatas.
h)      Klien berbicara terus dan yg dibicarakan tidak sesuai topic.
i)        Bidan dan klien sudah saling mengenal sebelumnya.
j)        Klien menanyakan hal-hal yang sangat pribadi kepada bidan.
k)      Bidan merasa dipermalukan.
l)        Keadaan kritis
Kesulitan Saat Kip/K
Beberapa kesulitan tersembunyi yang disadari oleh konselor, terutama konselor pemula. Antara lain :
a)      Berusaha terlalu banyak dan terlalu dini
b)      Lebih banyak mengajar daripada membina hubungan
c)      Penerimaan yang berlebihan
d)     Menampilkan masalah konseling pada orang yang tidak berpengalaman.
e)      Kecenderungan untuk menampilkan kepribadian konseling.
f)       Merenungkan setelah sesi yang sulit.
Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam kip/k :
1.      Klien diam, tidak mau berbicara
a)      Refleksi perasaan, misalnya, “Saya mengerti hal ini sulit untuk dibicarakan”.
b)      Biarkan suasana hening sebentar.
c)      Pandang klien
d)     Perlihatkan sikap tubuh yang menujukan perhatian.
e)      Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
f)       Penolakan atau kebingungan klien.
g)      Klien dan konselor telah mencapai akhir suatu ide dan semata-mata ragu mengatakan apa selanjutnya.
h)      Kebingungan karena kecemasan atau kebencian.
i)        Klien mengalami sakit dan tidak siap untuk bicara.
j)        Klien mengharapkan sesuatu dari konselor.
k)      Klien sedang memikirkan apa yang dikatakan.
l)        Klien baru menyadari ucapannya dan merupakan ekspresi emosional sebelumnya.
2.      Klien menangis terus –menerus.
a)      Tunggu beberapa saat.
b)      Tenangkan klien dengan memberi sentuhan.
3.            Bidan meyakini bahwa tidak ada penyelesaian bagi masalah klien.
a)      Sediakan waktu untuk klien
b)      Bersama-sama klien menghadapi masa -masa sulit
c)      Biasa terjadi jika konselor tidak dapat memecahkan atau membantu menyelesaikan masalah seperti harapan klien.Misalnya pada kasus remaja putri yang ingin aborsi.
d)     Konselor dapat mengatakan pada klien bahwa dia akan selalu menyediakan waktu untuk klien menghadapi saat-saat sulit meskipun konselor tidak dapat mengubah keadaan.
B.     Konseling keluarga berencana(KB)
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan KB. Dengan melakukan konseling, berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontesepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya. Disamping itu dapat membuat klien merasa lebih puas. Konseling yang baik juga akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsi yang lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. konseling juga dapat mempengaruhi interaksi antara petugas dank klien dengan cara meningkatkan hubungan dan kepercayaan yang sudah ada. Namun sering kali konseling diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan baik, karena petugas tidak mempunyai waktu dan mereka tidak mengetahui bahwa dengan konseling klien akan lebih mudah mengikuti nasihat.  
Konseling adalah proses yang berjalan dengan menyatu dengan semua aspek pelayanan KB dan bukan hanya informasi yang dibicarakan dan diberikan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik konseling yang baik dan informasi yang memadai harus diterapkan dan dibicarakan secara interaktif sepanjang kunjungan klien dengan cara yang sesuai dengan budaya yang ada. Pelayanan KB mencakup pelayanan alat kontrasepsi, penanggulangan efek samping, dan komplikasi alat kontrasepsi. Pada pelayanan tersebut terjadi keterlibatan secara utuh, baik dari tenaga pelayanan maupun klien yang menjadi sasaran. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara medic, dan konselig.
1.   Jenis Konseling (Niken Meilani, ddk, 2012)
a)      Konseling awal
Dilakukan bagi mereka yang sama sekali belum tahu tentang KB
b)      Konseling Pemilihan Cara
Dilakukan bagi mereka yang sudah mengerti tapi membutuhkan pertolongan atau bantuan dalam memilih cara/ alat/ obat, dikarenakan keterbatasan pengetahuan klien. Bisa juga karena pengetahuannya kurang tepat/ keliru
c)      Konseling Pemantapan
Dilakukan pada mereka yang sudah memahami dan akan memakai alat kontasepsi. Tujuannya agar klien yakin bahwa alat kontrasepsi yang dipakai sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, tahu kemungkinan efek samping dan cara mengatasinya. Pada konseling ini sudah dilengkapi dengan pemeriksaan kesehatan dan keterangan diri (nama, jumlah anak, riwayat kesehatan) yang diperulakan untuk mengetahui cocok tidaknya memakai alat alat kontasepsi yang dipilih.
d)     Konseling Pengayoman
Dilakukan pada mereka yang sudah memakai alat kontrasepsi. Tujuannya adalah untuk mengatasi masalah yang timbul sesudah memakai alat kontrasepsi, misalnya karena mengalami efek samping atau karena pengaruh dari luar (mendengar gunjingan, melihat pengalaman orang lain yang kurang enak). Bisa juga mereka yang tadinya sudah merupakan akseptor, tetapi kemudian berubah pendapat karena alas an tertentu (perceraian, kematian)
e)      Konseling Perawatan/Pengobatan
Dilakukan bagi mereka yang mengalami kegoncangan emasi atau gangguan kejiwaan akibat masalh keluarga yang berkaitan dengan KB ataupun karena efek penggunaan KB.
2.      Hal-hal yang dibutuhkan untuk melakukan konseling KB yang baik terutama bagi calon klien KB baru:
a)      Perlakuan klien yang baik
Pertugas bersikap sabar, memperhatikan sikap menghargai setiap klien, dan menciptakan suasana rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicarra secara terbuka dalam segala hal termasuk masalah-maslah pribadi sekalipun. Petugas meyakinkan klien bahwa petugas (Bidan) tidak akan menceritakan rahasia klien dengan orrang lain dan akan menjaga kepercayaan.
b)      Interaksi atara petugas dengan klien
Petugas mendengarkan, memepelajari dan menanggapi keadaan klien karena setiap klien mempunyai kebutuhan dan tujuan reproduksi yang berbeda. Bantuan terbaik seorang petugas adalah dengan cara memahami bahwa klien adalah klien yang membutuhkan perhatian dan bantuan. Oleh karena itu, petugas harus mendorong agar klien berani berbicara dan bertanya.

c)      Memberikan informasi yang baik terhadap klien
Dengan mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti petugas rela mendengarkan informasi apa saja yang dibutuhkan setiap klien. Contoh: Pasangan muda yang baru menikah mungkin lebih banyak informasi mengenai maslah untuk menjaragkan kehamilan. Bagi wanita dengan usia dan jumlah anak cukup mungkin lebih membutuhkan informasi mengenai metode operasi (tubektomi dan vasektomi)
d)     Hindari memberi informasi yang berlebihan
 Klien membutuhkan penjelasan untuk menentukan (informed choice).
Namun tidak semua klien dapat menangkap semua informasi tentang
berbagai jenis kontrasepsi. Terlalu banyak informasi yang diberikan
akan menyebabkan kesulitan bagi klien dalam mengingat informasi
yang penting. Hal ini disebut kelebihan informasi. Pada waktu
memberikan informasi pertugas harus memberikan waktu bagi klien
untuk berdiskusi, bertanya dan mengajukan pendapat.
e)      Tersedia metode yang diinginkan klien
petugas membantu klien untuk menentukan keputusan sesuai dengan pilihannya, dan harus tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan atau menangguhkan penggunaan kontasepsi. Didalam melakukan konseling petugas mengkaji apakah klien sudah mengerti mengenai jenis kontrasepsi, termasuk keuntungan dan kerugian serta bagaimana cara penggunaannya. Konseling mengenai kontrasepsi yang dipilih dimulai dengan mengenal berbagai macam konrasepsi dalam program KB. sehingga bisa mendorong klien untung membandingkan antara jenis kontasepsi tersebut. Dengan demikian petugas membantu untuk membuat sebuah keputusan (Informed choice). Bila klien memperoleh pelayanan kontasepsi sesuai dengan pilihannya, klien akan menggunakan kontrasepsi tersebut lebih lama dan lebih efektif.
f)       Membantu klien untuk mengerti dan mengingat
Petugas memperhatikan contoh alat kontrasepsi dan mendorong klien
untuk memahami dan memperlihatkan bagaiman cara-cara penggunaannya. Petugas juga memperlihatkan dan menjelaskan menggunakan flip charts, potret, famplet, atau halaman bergambar. Petugas juga perlu melakukan penilaian bahwa klien telah mengerti. Jika memungkinkan, klien dapat membawa bahan-bahan tersebut ke rumah. Hal ini akan membantu klien mengingat apa yang harus dilakukan juga dapat memberi tahu kepada orang lain.
3.      Langkah- langkah konseling KB
Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien baru, hendaknya dapat diterapkan  enam langkah yang dikeanal dengn kata kunci SATU TUJU. Penerapan SATU TUJU tersebut tidak perlu dilakukan secara berurutan karena petugas harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Beberapa klien membutuhkan lebih banyak perhatian pada langkah yang satu dibandingkan dengan langkah yang lainnya. Kata kunci SATU TUJU adalah :
SA : Berikan salam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara ditempat yang nyaman serta terjamin privasinya. Yakinkan klien untuk membangun rasa percaya diri. Tanyakan pada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperolehnya.
T : Tanyakan kepada klien informasi tetang dirinya. Bantu klien untuk berbicara mengenai pengalaman KB dan kesehatan reproduksi, tujuan, kepentingan, harapan, serta keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan klien. Berikan perhatian kepada klien apa yang disampaikan klien sesuai dengan kata-kata, gerak, isyarat dan caranya. Coba tempatkan diri kita didalam hati klien. Perhatikan bahwa kita memahami. Dengan memahami pengetahuan, kebutuhan, keinginan klien kita dapat membantunya.
U : Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan reproduksi yang paling mungkin, temasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi. Bantulah klien pada kontrasepsi yang paling di inginkan, serta jelaskan pula jenis-jenis kontrasepsi lain yang ada. Juga jelaskan alternative kontrasepsi lain yang mungkin diinginkan klien.
TU: BanTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menentukan keinginan dan pertanyaan. Tanggapilah serta terbuka. Petugas membantu klien mempertimbangkan  kriteria dan keinginan klien terhadap setiap jenis kontasepsi. Tanyakan juga apakah pasangannya akan memberikan dukungan atas pilihan tersebut. Jika memungkinkan diskusikan mengenai pilihan tersebut dengan pasangannya. Pada akhirnya, yakinkan bahwa klien telah membuat keputusan yang tepat. Petugas dapat menanyakan : Apakah anda sudah memutuskan pilihan jenis kontrasepsi? Apa jenis kontrasepsi yang akan anda gunakan ?
J :   Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontasepsi pilihannya. Setelah klien memilih jenis kontrasepsinya, jika diperlukan, perhatikan alat/obat kontrasepsi tersebut dan bagaiman cara penggunaannya. Sekali lagi doronglah klien untuk bertanya dan petugas menjawab secara jelas dan terbuka. Beri penjelasan tentang manfaat ganda metode kontasepsi. Misalnya kondom yang dapat mencegah infeksi menilar seksual (IMS). Uji apakah klien sudah mengerti bagaiman bagaimana menggunakan kontrasepsinya.
U :  perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kepada klien kapan akan kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi bila dibutuhkan. Perlu juga selalu mengingatkan klien untuk kembali bila terjadi sesuatu masalah.
C.    Konsep Kepuasan
1.      Kepuasan pelayanan KB
a.       Pengertian
Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya (Nursalam;2011). Kotler (dalam Nursalam; 2011) menyebutkan bahwa kepuasan adalah perasan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.
b.      Aspek-aspek kepuasan :
1)      Aspek kognitif
Akseptor KB  merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh bidan.
2)      Aspek afektif
Akseptor KB diperhatikan oleh bidan dengan penuh perhatian, mendengarkan keluhan dan mempunyai empati yang tinggi.
3)      Aspek perilaku
Akseptor KB melakukan evaluasi atas kemampuan komunikasi bidan dalam memberikan anjuran yang diberikan.
c.       Dimensi kepuasan
Secara umum dimensi kepuasan dibedakan atas dua macam:
1)      Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik dan standar pelayanan
2)      Hubungan bidan dan pasien
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, hubungan bidan dan pasien yang baik harus dapat dipertahankan. Diharapkan setiap bidan dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui pasien.
3)      Kenyamanan pelayanan
Kenyamanan yang dimaksudkan disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi juga sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
4)      Kebebasan melakukan pilihan
Memberikan kebebasan kepada pasien untuk memilih serta menentukan pelayanan kesehatan.
5)      Pengetahuan dan kompetensi teknis
Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis pelayanan kesehatan maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
6)      Efektifitas pelayanan
Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutunya.
7)      Keamanan tindakan
Untuk dapat dikatakan pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan harus diperhatikan. Pelayanan medis yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan yang baik.
d.      Kepuasan yang mengacu pada penerapan sesuai persyaratan pelayanan
      kesehatan.
1)      Available (ketersediaan layanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.
2)      Appropriate (kewajaran pelayanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti sesuai dengan kebutuhan masalah medis yang dihadapi.
3)      Continue (kesinambungan pelayanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap waktu dan ataupun pada setiap kebutuhan.
4)      Acceptable (penerimaan pelayanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat diterima oleh  pemakai jasa pelayanan.
5)      Accessible (ketercapaian pelayanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan.
6)      Affordable (keterjangkauan pelayanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan.
7)      Efficient (efisisensi pelayanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan secara efisien.
8)      Effectivity (efektifitas pelayanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan secara efektif.
e.       Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Menurut Budiastuti (Nugroho, 2008) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, yaitu:
1) Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam hal pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang dijual (Lusa dalam Nugroho, 2010).

2) Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relative sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside dalam Nugroho, 2010). Prioritas peningkatkan kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis (Marajabessy, dalam Nugroho, 2010).
3)  Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan kesehatan (Robert dan Richard, dalam Nugroho, 2010). Perasaan itu meliputi senang karena pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga mendapat pelayanan yang sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan kekecewaan terhadap suatu pelayanan tertentu sangat mempengaruhi pemilihan terhadap rumah sakit.
4)      Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5)      Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Menurut, Lusa (Nugroho, 2010). Efisiensi dan efektivitas biaya, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya pelayanan.
f.       Pengukuran Tingkat Kepuasan
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam penyediaan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan efisien. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan suatu sistem penyediaan pelayanan yang yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi dan sasaran (Hadisugito, dalam Nugroho, 2010). Bila pelanggan tidak puas atau kecewa, harus segera diketahui faktor penyebabnya dan segera dilakukan koreksi atau perbaikan. Tanpa adanya tindakan untuk melakukan koreksi atau perbaikan hasil pengukuran tingkat kepuasan pelanggan menjadi tidak bermanfaat. Padahal tujuan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan adalah untuk dapat segera mengetahui faktor-faktor yang membuat para pelanggan tidak puas, dapat segera diperbaiki, sehingga pelanggan tidak kecewa.                                   Tingkat kepuasan adalah merupakan fungsi dari perbedaan antara
kinerja yang dirasakan dengan harapan apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasaran dan saiingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang pelayanan.

D.    Tinjauan tentang keluarga berencana (KB)
1.      Pengertian keluarga berencana (KB)
Keluarga berencana menurut BKKBN, (2012) artinya mengatur jumlah anak sesuai kehendak anda menentukan sendiri kapan anda ingin hamil atau salah satu usaha masalah kependudukan sekaligus merupakan bagian yang terpadu dalam program pembagunan nasional dan bertujuan untuk turut serta menciptakan kesejahtraan ekonomi, spiritual, sosbud penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional. (Denny, S. 2012. Ilmu kebidanan, Keluarga Berencana untuk Paramedis dan Nonmedis. Bandung : Yrama Widya )
2.  Macam-macam KB
a.          Kontrasepsi sederhana tanpa alat
2)      Senggama Terputus
 Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua. Senggama dilakukan sebagaimana biasa, tetapi pada puncak senggama, alat kemaluan pria dikeluarkan dari liang vagina dan sperma dikeluarkan di luar. Cara ini tidak dianjurkan karena sering gagal, karena suami belum tentu tahu kapan spermanya keluar.
3)      Pantang Berkala (Sistem Kalender)
Cara ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri dalam masa subur. Selain sebagai sarana agar cepat hamil,kalender juga difungsikan untuk sebaliknya alias mencegah kehamilan. Cara ini kurang dianjurkan karena sukar dilaksanakan dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’. Selain itu, kadang juga istri kurang terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan.
b.   kontrasepsi sederhana dengan alat
1)         Kondom
Kondom merupakan salah satu pilihan untuk mencegah kehamilan yang sudah populer di masyarakat. Kondom adalah suatu kantung karet tipis, biasanya terbuat dari lateks, tidak berpori, dipakai untuk menutupi penis yang berdiri (tegang) sebelum dimasukkan ke dalam liang vagina. Kondom sudah dibuktikan dalam penelitian di laboratorium sehingga dapat mencegah penularan penyakit seksual, termasuk HIV/AIDS.
Manfaat pemakaian kontrasepsi kondom :
a)      Efektif bila digunakan dengan benar
b)      Tidak mengganggu produksi ASI
c)      Tidak mengganggu kesehatan klien
d)     Tidak mempunyai pengaruh sistemik
e)      Murah dan dapat dibeli secara umum
f)       Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatah khusus
g)      Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda

2)      Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks(karet) yang di insersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks.
Jenis kontrasepsi diafragma :
a)      Flat spring (flat metal band)
b)      Coil spring (coiled wire)
c)      Arching spring)
Cara kerja kontrasepsi diafragma :
Menahan sperma agar tidak mendapatkan akses mencapai saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba falopi) dan sebagai alat tempat spermisida.
Manfaat kontrasepsi diafragma :
a)      Efektif bila digunakan dengan benar
b)      Tidak mengganggu produksi ASI
c)      Tidak mengganggu hubungan seksual karena telah terpasang sampai 6 jam sebelumnya
d)     Tidak mengganggu kesehatan klien
e)      Tidak mengganggu kesehatan sistemik
3)         Permisida
Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9) digunakan untuk menon-aktifkan atau membunuh sperma.
Jenis kontrasepsi spermasida :
a.       Aerosol
b.      Tablet vaginal, suppositoria, atau dissolvablefilm
c.       Krim
Cara kerja kontrasepsi spermisida :
Menyebabkan sel membrane sperma terpecah, memperlambat pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur.
Manfaat kontrasepsi spermisida :
a.       Efektif seketika (busa dan krim)
b.      Tidak mengganggu produksi ASI
c.       Bisa digunakan sebagai pendukung metode lain
d.      Tidak mengganggu kesehatan klien
e.       Tidak mempunyai pengaruh sistemik
f.       Mudah digunakan
g.      Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual
h.      Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus
4)      Kb Suntik
Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal.
a.    Kb Suntik 1 bulan (kombinasi)
 Adalah 25 mg Depo medroksiprogestreon asetat dan 5 mg esestradiol sipionat yang diberikan injeksi I.m sebulan sekali (Cyclofem). Dan 50 mg roretindron enantat dan 5mg Estradional Valerat yang diberikan injeksi I.m sebulan sekali
Keuntungan menggunakan KB Suntik
1)      Praktis, efektif dan aman dengan tingkat keberhasilan lebih dari 99%.
2)      Tidak membatasi umur
3)      Obat KB suntik yang 3 bulan sekali (Progesteron saja) tidak mempengaruhi ASI dan cocok untuk ibu menyusui
Kerugian menggunakan KB Suntik
1)      Di bulan-bulan pertama pemakaian terjadi mual, pendarahan berupa
bercak di antara masa haid, sakit kepala dan nyeri payudara
2)      Tidak melindungi dari IMS dan HIV AIDS
Indikasi:
1)      Wanita usia 35 tahun yang merokok aktif
2)      Ibu hamil atau diduga hamil
3)      Pendarahan vaginal tanpa sebab
4)      Penderita jantung, stroke, lever, darah tinggi dan kencing manis
5)      Sedang menyusui kurang dari 6 minggu
6)      Penderita kanker payudara
b.      Kb  Suntikan 3 bulan.
Depo Depo-provera ialah 6-alfa-metroksiprogesteron yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Obat ini termasuk obat depot. Noristerat termasuk dalam golongan kontrasepsi ini. Mekanisme kerja kontrasepsi ini sama seperti kontrasepsi hormonal lainnya. Depo-provera sangat cocok untuk program postpartum oleh karena tidak mengganggu laktasi.
Keuntungan kb suntik 3 bulan
a)      Resiko terhadap kesehatan kecil.
b)      Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
c)      Tidak di perlukan pemeriksaan dalam
d)     Jangka panjang
e)      fek samping sangat kecil
f)       Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
Kerugian kb suntik 3 bulan
a)      Gangguan haid. Siklus haid memendek atau memanjang, perdarahan   
yang banyak atau sedikit, spotting, tidak haid sama sekali.
b)      Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu
c)      Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
d)     Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
e)      Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
f)       Pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan densitas tulang
g)      Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit kepala, nervositas, dan jerawat.
5) KB PIL
Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil telah diperkenalkan sejak 1960. Pil diperuntukkan bagi wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara pencegah kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur. Minum pil dapat dimulai segera sesudah terjadinya keguguran, setelah menstruasi, atau pada masa post-partum bagi para ibu yang tidak menyusui bayinya. Jika seorang ibu ingin menyusui, maka hendaknya penggunaan pil ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui) dan disarankan menggunakan cara pencegah kehamilan yang lain..
Jenis-jenis kontrasepsi Pil
a. Pil gabungan atau kombinasi
Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon estrogen dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari cara kerja kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan hampir 100% efektif bila diminum secara teratur.
Jenis – jenis pil kombinasi:
1.      monofasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif.
2.      Bifasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam dua dosis yang berbeda adalah estrogen dan progesteron, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif.
3.      Trifasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam tiga dosis yang berbeda adalah mengandung berbagai dosis progestin. Pada sejumlah jenis obat tertentu, dosis estrogen didalam ke 21 pil aktif bervariasi. Maksud dari variasi ini adalah mempertahankan besarnya dosis pada pasien serendah mungkin selama siklus dengan tingkat kemampuan dalam pencegahan kehamilan yang setara
b. Pil khusus – Progestin (pil mini)
Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada leher rahim) sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga mengubah lingkungan endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga menghambat perletakan telur yang telah dibuahi.
Kontra indikasi Pemakaian Pil :
Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudara atau kanker kandungan, hipertensi, gangguan jantung, varises, perdarahan abnormal melalui vagina, kencing manis, pembesaran kelenjar gondok (struma), penderita sesak napas, eksim, dan migraine (sakit kepala yang berat pada sebelah kepala).
Efek Samping Pemakaian Pil
Pemakaian pil dapat menimbulkan efek samping berupa perdarahan di luar haid, rasa mual, bercak hitam di pipi (hiperpigmentasi), jerawat, penyakit jamur pada liang vagina (candidiasis), nyeri kepala, dan penambahan berat badan.
6) AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
AKDR atau IUD (Intra Uterine Device) bagi banyak kaum wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI). Namun, ada wanita yang ternyata belum dapat menggunakan sarana kontrasepsi ini. Karena itu, setiap calon pemakai AKDR perlu memperoleh informasi yang lengkap tentang seluk-beluk alat kontrasepsi ini.
Jenis-jenis AKDR :
a.       Copper-T
AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik.
b. Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T.
c.    Multi Load
AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini.
d. Lippes Loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk meudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.
7)      Kontrasepsi implant
Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan atas, alat kontrasepsi ini disusupkan di bawah kulit lengan atas sebelah dalam .Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul atau tergantung jenis susuk yang akan dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma. Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada juga yang diganti setiap tahun.
8)      Kontrasepsi Tubektomi (Sterilisasi pada Wanita)
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan mendapatkan keturunan lagi. Sterilisasi bisa dilakukan juga pada pria, yaitu vasektomi. Dengan demikian, jika salah satu pasangan telah mengalami sterilisasi, maka tidak diperlukan lagi alat-alat kontrasepsi yang konvensional. Cara kontrasepsi ini baik sekali, karena kemungkinan untuk menjadi hamil kecil sekali. Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi adalah kesukarelaan dari akseptor. Dengan demikia, sterilisasi tidak boleh dilakukan kepada wanita yang belum/tidak menikah, pasangan yang tidak harmonis atau hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam perceraian, dan pasangan yang masih ragu menerima sterilisasi. Yang harus dijadikan patokan untuk mengambil keputusan untuk sterilisasi adalah jumlah anak dan usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25–30 tahun, jumlah anak yang hidup harus 3 atau lebih.
9)      Kontrasepsi vasektomi
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.
Indikasi kontrasepsi vasektomi
Vasektomi merupakan upaya untuk menghenttikan fertilis dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga.
Kondisi yang memerlukan perhatian khusus bagi tindakan vasektomi
a)      Infeksi kulit pada daerah operasi
b)      Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien
c)      Hidrokel atau varikokel
d)     Hernia inguinalis
e)      Filarisasi(elephantiasis)
f)       Undesensus testikularis
g)      Massa intraskotalis
h)      Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan antikoaglansia.
E.     Dasar Pemikiran
Variable bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable terikat (Sugiyono, 2011). Variable bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal bidan di puskesmas Kassi-Kassi Makassar
Variable terikat merupakan variable yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variable bebas (Sugiyono, 2011). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien KB di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar. Kepuasaan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja bidan di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar atau hasil yang ia rasakan dengan harapan yang diinginkan pasien.



A.    Definisi Operasional
1.      Komunikasi interpersonal adalah proses penyebaran atau berbagi informasi yang dilakukan minimal 2 orang, secara langsung dengan tatap muka dan bersifat dua arah.
                  Kriteria objektif:
a)      Baik                 : Apabila responden menjawab ya ≥ 50% bentuk-
                          bentuk komunikasi interpersonal
b)      Kurang Baik    : Apabila responden menjawab ya < 50% bentuk-
                          bentuk komunikasi interpersonal
2.      Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang di harapkannya.
Kriteria objektif :
a)      Puas                 : Apabila responden menjawab puas ≥ 50% pada
                          lembar observasi kepuasan
                  b) Tidak puas        : Apabila responden menjawab puas < 50% pada
                                                  lembar observasi kepuasan
B.     Rumusan Hipotesis
1.      Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada hubungan antara komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan pasien.
2.      Hipotesi Nol (Ho)
                 Tidak ada hubungan antara komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan   
                 pasien



BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Desain Penelitian
Desain penelitan yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional dan merupakan penelitian korelasi yang bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antara varibel independent dan variabel dependent dilakukan pada saat pemeriksaan atau pengkajian data
B.     Tempat dan Waktu penelitian
1.      Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di puskesamas Kassi-Kassi Makassar
2.      Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei-Juni 2016
C.    Populasi dan sampel
1.      Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010 : 117) Populasi dalam penelitian adalah pasien yang menggunakan jasa layanana keluarga berencana di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar pada bulan Mei-Juni 2016 sebanyak 107.

2.      Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut (Suryati, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian sebagian dari jumlah populasi yang dipilih dengan cara tertentu dianggap mewakili populasinya. Metode pengambilan sampel ini adalah purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti dengan pembagian kuesioner pada pasien yang memenuhi kriteria subjek peneliti. Jumlah sampel sebanyak 54.
a.         Teknik sampling
  Penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu teknik  sampling dengan pertimbangan tertentu dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti.
b.        Kriteria/Jenis Sampel
1)      Kriteria Inklusi :
a)      Pasien yang sedang menjalani pelayanan Keluarga Berencana di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar
b)      Pasien yang tidak mengalami gangguan mental dan dalam keadaan sadar penuh
c)      Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
d)     Pasien dapat membaca dan menulis
e)      Pasien bersedia menjadi responden

2)              Kriteria Eklusi :
a)      Akseptor Baru
b)      Tidak bersedia menjadi responden
D.    Jenis dan Sumber data
             Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data  primer. Data primer disini diperoleh secara langsung oleh peneliti dengan bertanya langsung kepada responden kemudian peneliti menceklis jawabannya pada daftar ceklis atau dengan menggunakan koisioner yang berlangsung diisi sendiri oleh responden.
E.     Metode Pengumpulan Data
             Metode pengumpulan data menggunakan metode angket, jenis data yang digunakan menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden.
F.     Instumen Penelitian
             Dalam penelitian ini penulis menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data.
G.    Cara Pengolahan Data
1.      Editing
Memeriksa data satu persatu dari hasil jawaban responden yang telah dikumpulkan melalui kuesioner. Data terkumpul lengkap dan tidak ada kesalahan atau kekurangan.

2.      Coding
Dapat diperiksa kemudian memberi kode tertentu dari setiap jawaban responden sesuai dengan variabel yang diteliti dan  mengelompokkannya untuk mempermudah pengolahan data.
3.       Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah di kumpulkan kedalam master table atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat table kontingensi.
H.    Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan analisis inferensial sebagai berikut :
1.      Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi dan proporsi dari tiap variabel bebas (komunikasi interpersonal) dengan variabel terikat (kepuasan pasien)
2.      Bivariate
Anaisis ini digunakan untuk mengetahui distribusi dan proporsi dari tiap variabel bebas (komunikasi interpersonal) dengan variabel terikat (kepuasan pasien) dengan menggunakan Uji Chi-Square.
Adapun rumus yang digunakan adalah :
Keterangan :
X²              : Chi Kuadrat
fo               : Frekuensi yang diobservasi
fh               : Frekuensi yang diharapkan
∑               : Sigma
Berdasarkan hasil Uji tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :
a.       Jika nilai p < α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel dependent dan variabel independen.
b.      Jika nilai p ≤ α maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel dependent dan variabel independent







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar dengan sampel 54 responden. Data diperoleh dari responden dengan pengisian koisioner. Sebagaimana tercantum dalam table meliputi:
1.      Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur diruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016

   Umur                               Jumlah                         Presentase (%)
    ≤ 20 Tahun                          2                                      3,7
    21-35 Tahun                       37                                    68,5
    > 35 Tahun                         15                                    27,8

   Jumlah                                 54                                     100
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
      Dari table 4.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 54 responden yang paling dominan adalah berusia 21-35 tahun sebanyak 37 responden (68,5%), sedangkan responden yang paling sedikit adalah berusia ≤ 20 tahun yaitu sebanyak 5 responden (3,7%),




2.      Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Di Ruang KB Puskesma Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016
   Umur                               Jumlah                         Presentase (%)
    SD                                        4                                       7,4
    SMP/Sederajat                     20                                    37,0
    SMA/Sederajat                    27                                     50
    Sarjana/PT                           3                                       5,6

   Jumlah                                 54                                     100
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
      Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 54 responden mayoritas berpendidikan SMA/Sederajat yaitu sebanyak 27 orang (50%), dan minoritas berpendidikan Sarjana/Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 3 orang (5,6%).
3.      Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menggunakan KB
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menggunakan KB di Ruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016

   Lama
Penggunaan KB                Jumlah                         Presentase (%)

  ≤ 1 Tahun                             24                                     44,4
  2-3  Tahun                             9                                      16,7
  4-10 Tahun                           21                                     38,9

   Jumlah                                 54                                     100
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
      Dari tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 54 responden mayoritas menggunakan KB ≤ 1 Tahun yaitu sebanyak 24 orang (44,4%), dan minoritas menggunakan KB 2-3 tahun yaitu sebanyak 9 orang (16,7%).
4.      Gambaran Komunikasi Interpersonal
Tabel 4.4
Gambaran Komunikasi Interpersonal Bidan Di Ruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016

Komunikasi
Interpersonal                   Jumlah                         Presentase (%)

    Baik                                   39                                   72,2 
    Kurang                               15                                   27,8

   Jumlah                                 54                                     100
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
      Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa dari 54 responden mayoritas mengatakan komunikasi interpersonal Bidan di Puskesmas Kassi-Kassi Baik yaitu sebanyak 39 orang (72,2%), dan mengatakan kurang yaitu sebanyak 15 orang (27,8%).
5.      Gambaran Tingkat Kepuasan
Tabel 4.5
Gambaran tingkan kepuasan pasien di ruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016

Tingkat
Kepuasan                   Jumlah                         Presentase (%)

    Puas                                   37                                    68,5  
    Tidak Puas                         17                                    31,5

   Jumlah                                 54                                     100
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
      Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa dari 54 responden mayoritas mengatakan puas yaitu sebanyak 37 orang (68,5%), dan minoritas mengatakan tidak puas sebanyak 17 orang (31,5%).
6.      Hubungan Komunikasi Interpersonal Terhadap Tingkat Kepuasan.
Tabel 4.6
  Hubungan Komunikasi Interpersonal Terhadap Tingkat Kepuasan Pesien     Di Ruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016

Komunikasi
Interpersonal
Tingkat Kepuasan
Total
Puas
Tidak Puas
N
%
N
%
N
%
Baik
32
82,1
7
17,9
39
72,2
Kurang
5
33,3
10
66,7
15
27,8
Total
37
68,5
17
31,5
54
100

Df = 1   p= 0,001
         Sumber : Olahan Data Primer, 2016
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 54 responden yang mengatakan komunikasi baik sebanyak 39 orang, 32 (82,1%) mengatakan puas, dan 7 (17,9%) mengatakan tidak puas, sedangkan komunikasi interpersonal cukup sebanyak 15, yaitu 10 (66,7%) mengatakan puas, dan 5 (33,3%) mengatakan tidak puas.
Berdasarkan uji statistik Chi Square menunjukkan nilai p = 0,001 dan taraf signifikan (α) 0,05. Nilai p = 0,001 < 0,05 (α), maka Ha diterima dan Ho ditolak, berarti ada hubungan Komunikasi Interpersonal Bidan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam pelayanan keluarga berencana di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar.


B.     Pembahasan Hasil Penelitian
Hubungan Komunikasi Interpersonal Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016.
            Berdasarkan hasil penelitian di atas dari 54 responden yang mengatakan komunikasi baik sebanyak 39 orang, 32 (82,1%) mengatakan puas, dan 7 (17,9%) mengatakan tidak puas, sedangkan komunikasi interpersonal cukup sebanyak 15, yaitu 10 (66,7%) mengatakan puas, dan 5 (33,3%) mengatakan tidak puas.
            Dari analisia bivariate menunjukan adanya hubungan antara komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan pasien di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar dengan uji Chi-Square P = 0,001 (p <  0,05 ).
            Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Silviana Kartika Sari pada Agustus 2011 di Desa Karang Klesem Kec. Purwokerto Selatan Kab. Banyumas di dapatkan hasil bahwa keseluruhan Pasangan Usia Subur (PUS) akseptor KB mendapatkan konseling yaitu sebanyak 88 (100,0%) responden dan sebagian besar Pasangan Usia Subur (PUS) non akseptor KB tidak mendapatkan konseling KB yaitu 55 (76,1%) responden, dan hanya 17 (23,9%) responden yang mendapatkan konseling KB. hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara konseling KB dengan pengambilan keputusan PUS dalam penggunaan kontrasepsi di Desa Karang Klesem Kec. Purwokerto Selatan Kab. Banyumas.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ika Dewi tahun 2013. Hasil uji hipotesis menggunakan analisis Spearman’s rho, dimana H = 0,05 maka didapatkan nilai Sig. = 0,00 dengan koefisien korelasi = 0,694. Maka diketahui nilai Sig. < H. sehingga H0 ditolak berarti ada Hubungan Komunikasi Antarpribadi Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien RSIA Pertiwi Makassar, dengan pengaruh yang kuat, karena korelasi 0,694 pada H = 0,01.
Hasil penelitian yang di lakukan oleh Mirnawati S. tahun 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi interpersonal perawat dengan kepuasan pasien di rumah sakit cempaka Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan r = 0,694 dan p = 0,000 . Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara aspek interpersonal aspek komunikasi perawat dengan kepuasan pasien di rumah sakit cempaka Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
            Namun dari 39 (72,2%) pasien yang mengatakan komunikasi interpersonal baik, masih ada yang merasa kurang puas yaitu sebanyak 7 (17,9%). Ini terjadi karena kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor seperti yang dikatakan oleh Wijono D. (2010), antara lain yang bersangkutan dengan pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali datang, informasi yang diperoleh, apa saja yang dikerjakan, yang dapat di harapkan, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum, dan out come yang diperoleh dari layanan yang diterima. Jadi dalam hubungan dengan komunikasi interpersonal informasi yang diterima dan perasaan pertama kali datang mungkin kurang dirasakan puas oleh pasien di Ruang KB Puskesmas Kass-Kassi Makassar.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa setiap orang mempunyai standar pribadinya masing-masing, suatu standar yang tidak resmi dan tidak tertulis. Sedikit banyak kesenjangan antara harapan pasien dengan kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya dapat dikurangi, yaitu dengan adanya komunikasi yang baik antara penyelenggara layanan kesehatan dengan pasien. Komunikasi yang ikhlas, tulus dan penuh perhatian merupakan metode yang sangat efektif untuk mewujudkan suasana yang saling mempercayai, saling menghargai, dan saling menghormati, suasana yang kondusif untuk memodifikasi atau mengubah harapan pasien yang telah lama terbentuk.

C.     Peluang dan Keterbatasan
1.      Peluang
Untuk mengukur tingkat kepuasan pasien sebenarnya tidak hanya dilihat dari bagaimana komunikasi interpersonal bidan, tetapi masih banyak hal lain yang bisa mempengaruhi tingkat kepuasan pasien, kinerja bidan, pendekatan dan perilaku bidan, mutu informasi yang diterima, prosedur layanan, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas untuk pasien.

2.      Keterbatasan
Hasil penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan, hal ini desebabkan karena keterbatasan-keterbatasan yang peneliti hadapi selama penelitian dilakukan.
a.       Pengumpulan data dengan koesioner memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti ertanyaan yang dimaksud dan lebih banyak dipengaruhi oleh sikap dan harapan-harapan pribadi yang bersifat subyektif sehingga hasilnya kurang mewakili secara kualitatif.
b.      Selain itu dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan observasi langsung kepada bidan dlam melakukan komunikasi kepada responden sehinngga hasil penelitia ini dirasa kkurang representative.
c.       Sampel yang digunakan terbatas baik dari sisi jumlah maupun cakupan responden, sehinggga hasilnya mungkin kurang representatife sebagai generalisasi secara keseluruhan.
d.      Keterbatasan waktu menyebabkan hasil penelitian kurang sempurna dan kurang memuaskan.
e.       Kemampuan peneliti yang masih sangat terbatas (penelitian pemula), sehingga hasil yang diharapkan kurang sempurna dan kurang memuaskan.
f.       Biaya yang tersedia dan buku-buku panduan yang terbatas sehingga kedalaman isi penelitian kurang sempurna.



BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan pasien keluarga berencana di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016 bahwa ada hubungan komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan pasien  keluarga berencana di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar. Hal ini dipertegas dengan hail pengolahan data melalui SPSS dengan menggunakan uji Chi-Squar bahwa nilai p (0,001) < α (0,05) yang berarti Ha diterima Ho ditolak.

B.     Saran
1.      Bagi petugas kesehatan khususnya Bidan, dalam melayani pasien bidan melakukan komunikasi interpersonal yang efektif dan terarah. Komunikasi bidan yang baik bisa memberikan kepuasan bagi pasien, sedangkan komunikasi yang buruk bisa menimbulkan kekecewaan atau kurang puas bagi pasien, untuk itu diharapkan bidan selalu memperhatikan cara berkomunikasinya dengan pasien agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
2.      Bagi mahasiswa dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan acuan/referensi selanjutnya bagi yang berminat pada judul penelitian ini.
3.      Bagi institusi diharapkan dapat menyediakan /menambah referensi bahan pembelajaran tentang penatalaksanaan komunikasi interpersonal sehingga dapat dimanfaatkan bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran, praktik dan penelitian.
4.      Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan kepuasan pasien perlunya penelitian lebih lanjut mengenai aspek – aspek yang menentukan kepuasan pasien, ataupun analisis aspek yang mempengaruhi motivasi bidan dalam menjalin komunikasi interpersonal, sehingga pasien akan lebih merasa nyaman dalam menerima asuhan kebidanan di puskesmas  maupun rumah sakit..














DAFTAR PUSTAKA
Alimul H, Azis. (2007). Metode penelitian Kebidanan Teknik  Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Aritonang Lebrin, 2010. Kepuasan Pelanggan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Arum Setya, Dkk, 2010. Panduan lengkap pelayanan KB terkini. Nuha Medika. Yogyakarta

Bidan Prada, 2010 : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 No. 1 Edisi Desember 2010
Dinkes, SUL-SEL, 2016. Profil kesehatan provinsi sul-sel 2015. Makassar
Ermawati, 2010, Komunikasi Dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan, Jakarta : CV. Trans Info Media

Eri R, 2010. Hubungan Antara Konseling Dengan Kepuasan Akseptor KB Di Puskesmas Manyaran Semarang. Jurnal Kebidanan

Handayani, Sri, 2010. Buku ajar pelayanan keluarga berencana. Pustaka Rahima Jakarta

Indri Astuti Purwanti. 2010. Hubungan layanan konseling dengan minat akseptor bidan delima. Semarang

Lucky, 2013. Buku Ajar Kependudukan dan Pelayanan KB. Jakarta : EGC

Mardiana, 2012. Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan. Pustaka Refleksi. Makassar

Niken, 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Fitramaya

Sari, Ika, 2016. Sosialisasi Program Keluarga Berencana oleh Pusat Kesehatan Desa dengan Pendekatan Komunikasi Interpersonal di Desa Jemparing Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. Jurnal Kebidanan

Setiawan, Ari & Saryono, 2011. Metodelogi Penelitian Kebidanan, Yogyakarta : Nuha Medika

Sugiono, Dkk, 2013. Metodelogi penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam bidang kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta

Sulfianti, 2012. Strategi komunikasi petugas dengan peningkatan minat PUS memilih alat kontrasepsi. Surakarta.
Sulistyawati, Ari, 2012. Pelayanan Keluarga berencana. Salemba Medika. Yogyakarta

Suprato, 2011, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pasien, Jakarta : Rineka  Cipta

Suryati, 2013. Komunikasi Kebidanan, Jakarta: CV. Trans Info Media
Suryanto, 2011. Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta : Graha Ilmu

Trikaloka, 2013, Komunikasi Kesehatan, Yogyakarta : Mitra Setia

Wulandari, 2009. Komunikasi dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan, Yogyakarta : Nuha Medika

Yuhaedi, Tuafika, 2013. Kependudukan dan Pelayanan KB. ECG. Jakarta 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar