BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit kardivaskuler merupakan
penyakit epidemi di Amerika Serikat.sekitar 6 juta orang Amerika terkena
beberapa penyakit jantung atau pembuluh darah. Penyakit kardivaskuler merupakan
penyebab kematian nomer satu di Amerika Serikat. Setiap tahunnya hampir hampir
1 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskuler. Menurut Amerikan Heart
Association, semakin banyak kematian yang yang disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler dibandingkan dengan gabungan ketujuh penyebab kematian utama
berikutnya. Hal ini menunjukan terjadinya satu kematian akibat penyakit
kardiovaskuler setiap 33 detik.
Penyakit
kardiovaskuler juga merupakan penyebab kematian yang terutama di indonesia.
Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome-ACS) menyebabkan angka perawatan
Rumah Sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di pusat Jantung Nasional, Dan
merupakan masalah utama saat ini.
IMA dengan
elevasi ST (ST elevation myokardial infarction-STEMI) merupakan bagian dari
spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak
stabil.IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
Dan di
sini kita akan membahas IMA dengan Elevasi ST atau ST Elevation Myokardial Infarction.
Mulai dari apa itu STEMI, bagaimana Etiologi, patofisiologi,WOC dan lain lain
sampai Asuhan Keperawatannya.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami
dan mengaplikasikan penyakit ST Elevation Myokardinal Infarcktion-STEMI
2.
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi
dari STEMI
b. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi
atau penyebab dari STEMI
c. Mahasiswa mampu menjelaskan
patofisiologi/WOC dari STEMI
d. Mahasiswa mampu membuwat Asuhan
Keperawatan yang tepat pada pasien dengan kasus STEMI
C.
Manfaat
Dengan
disusunya makalah ini di harapkan bisa menambah pengetahuan mahasiswa dan bisa
dijadikan bahan pembelajaran buat institusi umumnya dan mahasiswa khususnya.
D.
Metode
Penulisan
a.
Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa
literatur sebagai sumber dan catatan Medical Record (MR)
b.
Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara
langsung kepada klien dan keluarga
c.
Metode observasi
Dengan mengobservasi langsung terhadap
keadaan klien.
E.
Sistematika
Penulisan
1.
Bab 1 merupakan pendahuluan yang berisi
tentang latar belakang,tujuan penulisan, manfaat, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
2.
Bab II berisi landasan teori infark
miokard akut, khususnya STEMI.
3.
Bab III berisi tentang tinjauan kasus
klien dengan STEMI
4.
Bab IV membahas kesinambungan antara
teori dan kasus
5.
Bab V berupa penutup yang memuat
kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Infark
Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner.
Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri
koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombopsis, vasokonstriksi, dan
reaksi inflamasi. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh
spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.(Arif muttaqin,2009)
Myocardial
Infark adalah kematian jaringan otot myokard. Myokard Infark merupakan sumbatan
total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil dan focal atau besar
dan difus. Pembuluh yang sering terkana adalah koronaris kiri, percabangan
anterior kiri dan arteri circumflek.(faqih ruhyanudin,2007)
B.
Etiologi
1. Coronary Arteri Disease:
aterosklerosis, artritis, trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner
karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
2. Coronary artery emboli: infektive
endokarditis, cardiac mycxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography
koroner.
3. Keleinan konginetal: anomali
koronaria.
4. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan
kebutuhan miokard: tirotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon
monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
5. Gangguan hematologi: anemia,
hypercoagulabity, trombosis, trombositosis.
C.
Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi
dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen,
ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten).
Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara
simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit
dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
D.
Manifastasi Klinis
1. Nyeri dada menetap, nyeri dada
bagian tengah dan epigastrium tidak hilang dengan istirahat atau nitrat, nyeri
menyebar secara luas : dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, shock, gagal
jantung.
2. Banyak keringat, kulit lembab dengan
muka pucat
3. Tekanan darah menurun
4. Dyspnea, kelemahan dan membuat
pingsan
5. Nausea dan vomiting
6. Cemas dan gelisah
7. Takikardi atau bradikardi
8. Gejala yang jarang dikeluhkan
kelelahan berat, abdominal distress atau epigastrik, nafas pendek.
E.
Pemeriksaan Diagnostik
1. IMA dengan elevasi ST ditegakkan
berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST
>2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2
sadapn ektrimitas.
2. Gambaran EKG berubah ( di dalam 2-12
jam, tetapi ada juga sampai 72-96 jam).
3. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat 3-6 jam pasca serangan dan tetap tinggi selama 14-21
hari. Kadar kardiak troponin I meningkat 14 jam pasca serangan dan tetap tinggi
untuk 5-7 hari pasca serangan.
4. Peningkatan kadar serum isoenzim
darah : CPK (Creatine Phospokinase) meningkat dalam 2-6 jam pasca serangan dan
mencapai kadar puncak pada 24 jam pertama pasca serangan kadar CPK menurun
setelah hari ke 2-3. Kadar SGOT terdeteksi setelah 8 jam serangan kadarnya
meningkat hingga 24-48 jam dan menurun pada hari 3-4. Kadar LDH meningkat pada
hari ke 2-3 kemudian normal kembali pada hari ke 5-6. Kadar CK-MB meningkat 2-3
jam pasca serangan dan mencapai puncaknya pada 12 jam pasca serangan.
5. Radionuclide imaging-mengetahui area
yang terjadi penurunan perfusi sebagai cold spot yang terlihat di area ischemia
dan infark.
6. Interview untuk mengetahui riwayat
penyakit.
F.
Penatalaksanaan
Tatalaksana
IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based
berdasarkan penelitian randomized clinikal trial yang terus berkembang ataupun
konsensus dari para ahli sesuai pedoman.
Tujuan
utama tata laksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penelitian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi anti anti platelet ,pemberian obat penunjang
dan tatalaksana komplikasi IMA.
1.
Tata laksana awal
a. Tata laksana pra rumah sakit
Prognosis
STEMI bebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu:
komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian
besar kematian diluar rumah sakit pada STEMI disebabkan adnya fibrilasi
ventrikel mendadak. Yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset
gejala.Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen
utama tata laksana pra hospital pada pasien yang di curigai STEMI antara lain:
· Pengenalan gejala oleh pasien dan
segara mencari pertolongan medis
· Segera memanggil tim medis emergensi
yang dapat melekukan tindakan resusitasi
· Transportasi pasien ke rumah sakit
yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang
terlatih
· Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan
terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama
transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada
sampai keputusan pasien untuk menerima pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi
dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan
mengenai pentingnya tata laksana dini.
b. Tata laksana di ruang emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada
pasien yang di curigai STEMI mencakup:
§ Mengurangi/menghilangkannyeri dada
§ Identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi reperfusi segara
§ Triase pasien risiko rendah ke
ruangan yang tepat di rumah sakit
§ Menghindari permulangan cepat pasien
dengan stemi.
2.
Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Oksigan
harus diberikan pad a pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua
pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin
sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan
sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberika NTG intravena.
c. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Dengan
morfin, aspirin, penyekat beta, terapai reperfusi.
G.
KOMPLIKASI
1. Disfungsi Ventrikuler
Setelah
STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodeling ventrikular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hubungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pamompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian utama di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai
korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal
(10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki
basah di paru dan bunyi jantung di s3 dan s4 gallop, pada pemeriksaan rontgen
sering dijumpai kongesti paru.
KONSEP DASAR KEPERWATAN
A.
Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan umum
Pada
pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos mentis
(CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi sistem
saraf pusat.
a.
B1
(Breathing)
Klien
terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi
akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi
karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat
melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat.
b.
B2
(Blood)
·
Inspeksi
Inspeksi
adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah
substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada.
Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
·
Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
·
Auskultasi
Tekanan
darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan IMA.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA
tanpa komplikasi
·
Perkusi
Batas jantung tidak mengalami
pergeseran
c.
B3
(Brain)
Kesadaran
umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis,
menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan respons dari
adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang
ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
d.
B4 (Bladder)
Pengukuran
volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat perlu
memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena merupakan tanda awal
syok kardiogenik.
e.
B5 (Bowel)
Klien
biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan
pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda utama
IMA.
f.
B6 (Bone)
Aktivitas
klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan,
tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. perubahan
postur tubuh.
Kaji
higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan
melakukan tugas perawatan diri.
B.
Diagnosis Keperawatan
1.
Nyeri
yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
2. Aktual/risiko tinggi penurunan curah
jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi
elektrikal.
3. Actual/risiko tinggi
ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut.
4. Actual/risiko tinggi gangguan
perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunannya curah jantung.
5.
Intoleransi
aktivitas yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat sekunder
dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan.
6. Cemas yang berhubungan dengan rasa
takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan.
7.
Ketidakefektifan
koping individu yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang
salah, perubahan peran.
8.
Risiko
ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan
ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik, tidak mau menerima perubahan pola
hidup yang sesuai.
C.
Intervensi keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat
sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium, peningkatan produksi asam
laktat.
|
|
Tujuan:
dalam waktu 1x24jam terdapat penurunan respons nyeri dada
Kriteria:
secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara obyektif
didapatkan tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perfusi perifer, produksi urini>600 ml/hari
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Catat karakteristk nyeri, lokasi,
intensitas, lamanya, dan penyebaran.
|
Variasi penampilan dan perilaku
klien karena nyeri yang terjadi dianggap sebagai temuan pengkajian.
|
Anjurkan kepada klien untuk
melaporkan nyeri dengan segera.
|
Nyeri berat dapat menyebabkan syok
kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak.
|
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
|
Posisi fisiologi akan meningkatkan
asupan oksigen kejaringan yang mengalami iskemia.
|
|
Istirahat akan menurunkan
kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan
miokardium yang membutuhkan oksigen untuk menurunkan iskemia.
|
|
Meningkatkan jumlah oksigen yang
ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder
terhadap iskemia
|
|
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri ekternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatan
kondisi oksigen ruangan. Oksigen ruangan akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada di ruangan.
|
|
Meningkatkan asupan oksigen
sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dari iskemia jaringan.
|
|
Distraksi (pengalihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus internal melalui mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidak dikirimkan ke korteks serebri dan selanjutnya akan menurunkan persepsi
nyeri.
|
|
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan, dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri
dan menurunkan sensasi nyeri.
|
Kolaborasi pemberian terapi
farmakologis antiangina:
|
Obat-obatan antiangina bertujuan
untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau
dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.
|
|
Nitrat berguna untuk control nyeri
dengan efek vasodilatasi koroner.
|
|
Menurunkan nyeri hebat, memberikan
sedasi, dan mengurangi kerja miokardium
|
|
Penghambat (adrenergic) beta
menghambat reseptor beta1 untuk pengontrol nyeri melalui efek hambatan
rangsang simpatis, dengan demikian mengurangi denyut jantung. Obat-obatan ini
dipakai sebagai antiangina, antiaritmia, dan antihipertensi. Penghambat beta
efektif sebagai antiangina karena mengurangi denyut jantung dan
kontraktilitas miokardium, obat ini menurunkan kebutuhan pemakaian oksigen
dengan demikian juga meredakan rasa nyeri angina.
|
|
Kalsium mengaktivasi kontraksi
miokardium, menambah beban kerja jantung, dan keperluan jantung akan oksigen.
Penghambat kalsium menurunkan kontraktilitas jantung (efek inotropik
negative) dan beban kerja jantung, sehingga dengan demikian mengurangi
keperluan jantung akan oksigen. Obat ini efektif dalam meredakan angina
klasik dengan mengurangi oksigen.
|
|
Antikoagulan dipakai untuk
menghambat pembentukan bekuan darah. Tidak seperti trombolitik, obat ini
tidak melarutkan bekuan yang sudah ada tetapi bekerja sebagai pencegah
pembentukan bekuan baru. Antikoagulan dipakai pada klien yang memiliki
gangguan pembuluh arteri dan vena yang membuat mereka berisiko tinggi untuk
pembentukan bekuan darah’
Heparin adalah antikoagulan
pilihan yang membantu mempertahankan integritas jantung.
|
|
Trombolitik menghancurkan thrombus
dengan mekanisme fibrinolitik mengubah plasminogen menjadi plasmin, yang
menghancurkan fibrin di dalam bekuan darah.
|
|
Kolaborasi apabila tindakan
farmakologis tidak menunjukkan perbaikan atau penurunan nyeri.
|
|
Angioplasty koroner transluminal
perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan
menghancurkan plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran
darah ke jantung.
|
|
Tandur pintas arteri koroner
bertujuan unruk meningkatkan asupan suplai darah ke miokardium dengan
mengganti alur pintas.
|
2.
Aktual/Risiko
tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektrikal.
|
|
Tujuan
: Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria
: Hemodinamika stabil (tekanan darah dkm batas normal, curah jantung kembali
meningkat, asupan dan keluaran sesuai, irama jantung tidak menunjukkan
tanda-tanda disritmia), produksi urine > 600 ml/hari.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Ukur tekanan darah. Bandingkan
tekanan darah kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri
bila memungkinkan
|
Hipotensi dapat terjadi akibat
disfungsi ventrikel, hipertensi juga fenomena umum berhubungan dengan nyeri
cemas yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran katekolamin.
|
Evaluasi kualitas dan kesamaan
nadi
|
Penurunan curah jantung
mengakibatkan menurunnya kekuatan nadi
|
Auskultasi dan catat terjadinya
bunyi jantung S3/S4
|
S3 berhubungan dengan gagal
jantung kronis atau gagal mitral yang disertai infark berat. S4 berhubungan
dengan iskemia, kekakuan ventrikel, atau hipertensi pulmonal.
|
Auskultasi dan catat murmur
|
Menunjukkan gangguan aliran darah
dalam jantung akibat kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otot
papilaris.
|
Pantau frekuensi jantung dan irama
|
Perubahan frekuensi dan irama
jantung dapat menunjukkan adanya komlikasi distrimia.
|
Berikan makanan dengan porsi
sedikit tapi sering dan mudah dikunyah, batasi asupan kafein.
|
Makanan dengan porsi besar dapat
meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat merangsang langsung ke jantung
sehingga meningkatkan frekuensi jantung.
|
Kolaborasi :
|
Jalur yang penting untuk pemberian
obat darurat
|
|
Enzim dapat digunakan untuk
memantau perluasan infark, perubahan elektrolit berpengaruh terhadap irama
jantung
|
3.
Risiko
kekambuhan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik,
tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
|
|
Tujuan
: Dalam waktu 2 x 24 jam klien mengenal factor-faktor yang menyebabkan
peningkatan risiko kekambuhan.
Kriteria
evaluasi : Klien secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk
melakukan aturan terapeutik jangka panjang dan mau menereima perubahan pola
hidup yang efektif, klien mampu mengulang factor-faktor risiko kekambuhan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Identifikasi
factor yang mendukung pelaksanaan terapeutik
|
Keluarga
terdekat baik suami/isteri atau anak yang mampu menerima penjelasan dapat
menjadi pengawas klien dalam menjalankan pola hidup yang efektif selama klien
di rumah dan memiliki waktu yang optimal dalam menjaga klien.
|
Berikan
penjelasan penatalaksanaan terapeutik
|
Setelah
mengalami serangan akut, perawat perlu menjelaskan penatalaksanaan lanjutan
dengan tujuan dapat:
|
Beri
penjelasan tentang:
|
Meminum
obat nitrogliserin (veno dilatasi perifer dan koroner) 0,4-0,6 mg tablet
secara sublingual 3-5 menit sebelum melakukan aktivitas bertujuan untuk
mengantisipasi serangan angina.
Klien
dianjurkan untuk selalu membawa obat tersebut setiap keluar rumah walaupun
klien tidak merasakan gejala angina.
|
|
Exertion. Aktivitas yang berlebihan
merupakan presipitasi serangan angina kembali. Klien dianjurkan untuk
mengurangi kualitas dan kuantitas kegiatan fisik dari yang biasa klien
lakukan sebelum keluhan angina terjadi.
|
|
Konsumsi
banyak makanan yang terbuat actor dari tepung merupakan salah satu factor
presipitasi serangan angina. Aktivitas yang dilakukan setelah makan yang
cukup banyak dapat meningkatkan risiko angina. Klien dianjurkan agar
beraktivitas minimal satu jam setelah makan. Pemberian makanan sedikit tapi
sering akan mempermudah saluran pencemaran dalam mencerna makanan sangat
dianjurkan pada klien setelah mengalami serangan angina.
|
|
|
|
Klien
dianjurkan untuk menghindari terpaan angin dan suhu yang sangat dingin dengan
tujuan agar serangan angina dapat dihindari.
Penutupan
hidung dan mulut saat klien membuka pitu dapat mengurangi terpaan angin yang
masuk ke saluran pernapasan. Menganjurkan klien menggunakan selimut saat
tidur dapat mengontrol suhu yang baik bagi klien.
|
|
Klien
dianjurkan untuk menghindari maneuver dinamik (lihat kembali pembahasan pada
Bab 2) seperti berjongkok, mengejan, dan terlalu lama menahan napas yang
merupakan factor presipitasi timbulnya angina. Dalam melakukan defekasi,
klien dianjurkan mengonsumsi laksatik agar dapat mempermudah pola defekasi
klien.
|
|
Jika
hubungan seksual merupakan salah satu factor presipitasi angina pada klien,
maka sebelum melakukan aktivitas seksual klien, dianjurkan untuk meminum obat
nitrigliserin atau sedative atau keduanya. Pengaturan aktivitas fisik yang
minimal pada klien ketika melakukan aktivitas seksual harus dijelaskan
termasuk pada pasangannya.
|
|
Konsumsi
garam yang tinggi akan meningkatkan dan memperberat serangan angina karena
akan meningkatkan tekanan darah. Pemberian obat diuretic dilakukan untuk
mempercepat penurunan garam dalam sirkulasi.
|
|
Serangan
angina lebih sering terjadi pada klien yang mengalami kecemasan, ketegangan,
eforia, atau kegembiraan yang berlebihan. Pemberian obat sedative ringan
seperti diazepin dapat mengurangi respons lingkungan yang member dampak stre
emosional. Klien dianjurkan untuk melakukan curah pendapat pada perawat
dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.
|
BAB III
TINJAUAN KASUS
Nama
Mahasiswa : Asmi
NO
RM. : 226398
Tgl masuk RS : 27 February 2016
Tanggal Pengkajian : 01
Maret 2016
Diagnosa medik : STEMI Inferior
A. IDENTITAS
N a m a : Ny. “M” Sumber Informasi:
Tempat/Tgl.Lahir
: Gowa/18-06-1957 Pasien,keluarga,RM
Umur : 58 Tahun Keluarga Yg dpt dihubungi : Tn.G
Jenis
Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA
Alamat : jl.pampang 1 Lr 6/12
Pekerjaan : IRT
Sts.
Perkawinan : Menikah Alamat
: Jl.pampang 1 Lr 6/12
Agama : Islam
Suku :
Makassar
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan :
Wiraswasta
B. RIWAYAT KESEHATAN
1.
Keluhan utama : Nyeri dada
2.
Riwayat
keluhan : Klien masuk RSWS diruangan kardiologi dengan keluhan nyeri dada
hilang timbul dialami sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri bertambah
bila klien beraktivitas,nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk,skala nyeri
(skala 5). Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
3. Keluhan saat dikaji : Klien mengatakan nyeri dada dan sesak napas
4.
Terapi yang
pernah dijalani : -
C. RIWAYAT KEPERAWATAN
1.
Riwayat penyakit
sebelumnya :
a.
Kanak-kanak : Demam
b.
Kecelakaan :
Tidak pernah
c.
Pernah dirawat :
Tidak pernah
d.
Operasi :Tidak pernah
2. Riwayat kesehatan keluarga : klien mengatakan dalam keluarganya mempunyai
riwayat penyakit jantung (Angina
Pektoris)
A. ASPEK PSIKOSOSIAL
1.
Pola Pikir & Persepsi
a.
Alat Bantu yang digunakan :Tidak ada
b.
Kesulitan yang dialami :Tidak ada
2.
Persepsi sendiri
Hal yang amat dipikirkan saat
ini : Kesembuhan penyakitnya
Harapan setelah perawatan :Bisa cepat sembuh dan beraktivitas kembali
3.
Suasana hati : Cemas dan sedih
Rentang perhatian : Klien mengatakan sangat diperhatikan
oleh keluarganya
4.
Hubungan / komunikasi
a.
Tempat Tinggal. : Klien tinggal bersama suami dan 3 orang anaknya
b.
Bicara : Jelas, Bahasa Utama : bahasa indonesia
c.
Kehidupan Keluarga.
1)
Adat
istiadat yang dianut :Makassar
2)
Pembuat
Keputusan Keluarga : Klien
3)
Pola
komunikasi :Baik
4)
Pola
keuangan : Memadai
5.
Pertahanan koping
a.
Pengambilan keputusan : Dibantu orang lain suaminya
b.
Yang ingin dirubah dari kehidupan : Pola hidup
c.
Yang dilakukan jika stres : Tidur
d.
Apa yang dilakukan perawat agar anda nyaman dan
aman : Memberikan posisi
senyaman mungkin.
6.
Sistem nilai dan kepercayaan.
Klien dan keluarga menganut
agama islam dan percaya dengan Tuhan, klien shalat 5 waktu, hal yang ingin
dilakukan di RS adalah berdoa.
B. AKTIVITAS SEHARI-HARI
1.
Nutrisi
Sebelum sakit
|
Saat sakit
|
a. Berat badan : 60 Kg
Tinggi
badan : 165 Cm
b. Jenis makanan : Nasi, ikan dan sayur
c. Makanan yang disukai : Semua jenis makanan
d. Makanan yang tidak disukai :
Tidak ada
e. Makanan pantangan :
Tidak ada
f. Nafsu makan :
Baik
g. Porsi makan : 3 x sehari
|
a. Berat badan : 57 Kg
Tinggi
badan : 165 Cm
b. Jenis diet :
Diet jantung Nafsu makan : baik
c. Porsi makan : 2-3
kali sehari, porsi makan tidak
dihabiskan
|
2. Pola
Eliminasi
Sebelum sakit
|
Saat sakit
|
a.
Buang
Air Besar
1)
Frekuensi :
1x/hari Penggunaan
pencahar :
Tidak ada
2)
Waktu : Pagi
3)
Konsistensi :
Lunak
b.
Buang
Air Kecil
1)
Frekuensi :
3x perhari Warna : kuning
2)
Bau
: amoniak
3)
Keluhan
Lain : Tidak ada
|
a. Buang Air Besar
1)
Frekuensi :
2x/minggu Penggunaan pencahar :
tidak ada
2)
Waktu : Siang
3)
Konsistensi :
Lunak
b. Buang Air Kecil
1)
Frekuensi :
4-5 x/hari
2)
Warna
: kuning
3)
Bau
:amoniak
4)
Keluhan
Lain :
tidak ada
|
3.
Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit
|
Saat sakit
|
a. Waktu Tidur (jam) :
Mulai tidur jam 22. 00 malam
b. Lama tidur / hari : 8 jam
c. Kebiaasaan pengantar tidur : Tidak ada
d. Kesulitan dalam tidur : Tidak ada.
|
a. Waktu Tidur (jam) :
Mulai tidur jam 23. 15 malam
b. Lama tidur / hari : 6 jam
c. Kebiaasaan pengantar tidur : Tidak ada
d. Kesulitan dalam tidur :Klien mengatakan susah tidur karna
sesak.
|
4.
Pola Aktifitas Dan Latihan
Sebelum
sakit
|
Saat sakit
|
a. Kegiatan dalam pekerjaan :
b. Olahraga : Klien tidak mempunyai kebiasaan olahraga
c. Kegiatan diwaktu luang :
Berkumpul bersama keluarganya
|
Klien mengatakan bila mau melakukan beraktivitas seperti ke kamar
mandi, bangun dan ganti baju harus dibantu oleh suami dan anaknya, klien
mengatakan kalau habis beraktifitas klien merasa nyeri dada dan sesak.
|
5.
Pola Pekerjaan
Sebelum sakit
|
Saat sakit
|
a. Jenis pekerjaan : Wiraswasta
b. Jumlah jam kerja : Setiap hari
c. Jadwal kerja : 7 jam/hari
|
Klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas
seperti biasanya karena merasa sesak napas dan nyeri dada.
|
C. PENGKAJIAN FISIK
1.
Kesadaran
: Compos mentis Keadaan Umum : sedang
2.
Tanda-tanda Vital : TD :
120/90 mmHg N : 80 x/menit
P :
30 x/menit S :
36,9 oC
3.
Kepala
a.
Inspeksi :
1)
Bentuk Kepala: Normochepal
2)
Kesimetrisan Muka, Tengkorak simetris
3)
Warna/distribusi rambut/kulit kepala: hitam/distribusi
rambut subur
b.
Palpasi :
1)
Massa :
Tidak ada
2)
Nyeri Tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
3)
Keluhan lain
: Pusing / sakit kepala :
tidak ada keluhan
4.
Mata
a. Inspeksi :
1)
Kelopak mata : tidak ada pembengkakan
2)
Konjungtiva : anemis
3)
Sklera :Tidak ikterus
4)
Ukuran pupil : Isokor
5)
Reaksi terhadap cahaya : Jika diberi cahaya mengecil dan jika cahaya menjauh pupil membesar
6)
Gerakan bola mata : Normal
7)
Visus : 6/6
b. Palpasi :
1) TIO : Normal Massa
Tumor : Tidak ada
2) Nyeri Tekan tidak ada
c. Lain –
lain
1) Fungsi Penglihatan : Baik
2) Rasa sakit : Tidak ada
3)
Operasi Tidak pernah
5.
Hidung :
a.
Inspeksi :
1)
Bentuk : Simetris kanan dan kiri Edema : Tidak ada
2)
Septum :
Tidak ada Warna : Normal
3)
Secret : Tidak ada
b.
Palpasi :
1) Sinus
:
Normal Nyeri
tekan/bengkak: Tidak ada
2) Reaksi
alergi : tidak ada
6.
Mulut dan
Tenggorokan :
a.
Gigi geligi
: Baik Caries : Tidak ada
b.
Kulit / gangguan bicara :Tidak ada
c.
Kesulitan menelan : Tidak ada
d.
Mulut :
Mukosa lembab
e.
Pemeriksaan gigi terakhir : Tidak pernah
f.
Lain-lain :
Terdapat sekret
7.
Leher
a.
Inspeksi :
1)
Bentuk/kesimetrisan: simetris
2)
Mobilisasi leher: normal
b.
Palpasi:
1)
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
2)
Kelenjar limfe: tidak ada pembesaran
3)
Vena jugelaris : Tidak ada pembesaran
8.
Dada, Paru-paru, Jantung :
a.
Inspeksi :
1)
Bentuk dada simetris kiri dan kanan
2)
Bunyi napas: Vesikuler
3)
Irama pernapasan : Regular
4)
Frekuensi pernapasan: 30 x / menit
5)
Retraksi :
Tidak ada
b.
Palpasi
1)
Nyeri tekan : Ada Massa Tumor : Tidak ada
2)
Taktil Fremitus : Normal Denyut apex
: Teraba
c.
Auskultasi
1)
Suara nafas : Vesikuler Suara
tambahan : Tidak ada
2)
Ronchi :
Tidak ada Wheezing : Tidak ada
3)
Bunyi jantung I dan II
: Normal Gallop
: Tidak ada
d.
Perkusi :
1)
Batas paru dan hepar : Resonan ke pekak pada ICS 6
dextra.
2)
Batas paru dan lambung : Resonan ke tympani di bawah
prosesus xyphoideus
3)
Batas paru dan jantung : Redup pada ICS 3,4,5,6 kiri.
9.
Abdomen
a.
Inspeksi
Kesimetrisan dan warna sekitar
: Simetris dan berwarna coklat.
b.
Auskultasi
Peristaltik : 8
kali permenit
c.
Perkusi
Identifikasi
batas organ : Pekak sebelah kanan atas, yang lainnya timpani
d.
Palpasi
Hepar/lien/ginjal/kandungkemih
: Normal
10. Genitalia dan system reproduksi :
Penggunaan kateter : Tidak
11.
Status neurologis : GCS E : 4 M: 6 V: 5
a.
Refleks patologis;
kerning sign; (-), Laseq sign (-), Brusinsky (-),Babinsky(-)
b.
Reflex fisiologis;
Bisep (+), trisep (+), patella (+)
12. Ekstremitas:
a.
Keadaan ekstremitas :
Lemah Kesimetrisan : Simetris
b.
Atropi : Tidak ada ROM : Aktif Edema : Tidak ada
c.
Cyanosis : Tidak Akral : Hangat
4 4
d.
Nadi perifer : Teraba Capilarry refilling : < 2 detik Nyeri
: Tidak
e.
Palpitasi : Tidak Perubahan warna : Tidak ada
Clubbing (-)
f.
Baal (-)
g.
Cyanosis
tidak ada Akral : hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
28/02/2016
Hematologi
|
Hasil
|
Nilai
rujukan
|
Satuan
|
Hematologi Rutin
WBC
HGB
PLT
KIMIA DARAH
Glukosa
GDS
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Fungsi Hati
SGOT
ORT
Penanda Jantung
CK
CK-MB
Kimia lain
Asam urat
IMUNOSEROLOGI
Troponinn I
KIMIA DARAH
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
|
14,0
15,4
1900
208
75
2,11
149
98
2039,00
34
11,6
>10
135
3,4
101
|
4,0-10,0
12-16
150-400
140
10-50
0,5-50
<37
L(<190);P(<167)
<25
P92,4-5,7); L(3,4-7,0)
<0,01
136-145
3,5-5,1
97-111
|
103/mm3
Mg/dl
103/mm3
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
U/L
U/L
U/L
U/L
Mg/dl
Ng/dl
Mmol/l
Mmol/l
Mm0l/l
|
2.
Radiologi
Hasil ECG (Tgl 02 Maret
2016)
ST Elevasi pada lead II, III
dan aVF, (Stemi Inferior : infark miokardium)
ST Depresi pada lead I, aVL, V5 dan V6
E. TERAPI YANG DIBERIKAN (MEDIS)
Obat – obatan :
Nama obat
|
Dosis
|
Cara pemberian
|
Waktu
|
Indikasi
|
Kontraindikasi
|
||
Furosemide
|
40 mg
|
Injeksi IV
|
12
jam
|
a. Mengobati gagal jantung Meningkatnya
diameter pembuluh vena akan mengurangi cairan yang kembali ke jantung. Hal
ini akan menyebabkan berkurangnya beban kerja jantung
b. Membuang cairan berlebih di dalam tubuh.
Cairan berlebih yang menumpuk di dalam tubuh dapat menyebabkan sesak napas,
lelah, kaki dan pergelangan kaki membengkak
|
Hipersensitif
terhadap furosemide, pasien anuria, pasien dengan koma hati.
|
||
Miniaspi
|
80 mg
|
Oral
|
24 jam
|
Mencegah agregasi plaletet pada infark miokard dan angina tdak stabil.
Mencegah serangan iskemik otak sepintas.
|
Hipersensitivitas, termasuk asma, Tukak peptik, varisela dan gejala
influenza, perdarahan sub kutan, terapi antikoagulan. Anak < 12 tahun.
|
||
Simvastatin
|
40 mg
|
Oral
|
24 jam
|
Terapi dengan
"lipid-altering agent" dapat dipertimbangkan penggunaannya
pada individu yang mengalami peningkatan risiko aterosklerosis vaskular yang
disebabkan oleh hiperkolesterolemia
|
a.
Pasien yang mengalami gagal fungsi hati atau pernah
mengalami gagal fungsi hati.
b.
Pasien yang mengalami peningkatan jumlah serum
transaminase yang abnormal.
c.
Pecandu alkohol.
d.
Bagi wanita hamil dan menyusui.
e.
Hipersensitif terhadap simvastatin.
|
||
Ceftriaxone
|
2 gram
|
IV
|
24 jam
|
Untuk infeksi-infeksi berat dan yang disebabkan oleh
kuman-kuman gram positif maupun gram negatif yang resisten terhadap
antibiotic lain:
-
Infeksi saluran pernafasan
-
Infeksi saluran kemih
-
Infeksi gonoreal
-
Septisemia bakteri
-
Infeksi tulang dan jaringan
-
Infeksi kulit
|
Hipersensitif
terhadap cephalosporin dan penicillin (sebagai reaksi alergi silang).
|
||
Clopidol
|
75 mg
|
Oral
|
24 jam
|
Mengurangi terjadinya aterosklerosis (infrak miokardial, stroke, dan
kematian vaskuler) pada pasien dengan aterosklerosis terdokumentasi oleh
stroke yang baru terjadi, infark miokardial, atau penyakit arteri perifer
yang telah pasti.
|
|
ANALISA DATA
No.
|
Data Penunjang
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
DS :
o
Klien
mengatakan nyeri dada
o
Klien
mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk
o
Klien
mengatakan nyerinya hilang timbul,diperberat bila bergerak dan berkurang
dengan istirahat.
DO :
o
Skala
nyeri sedang (skala 5)
o
EKG
: Stemi Inferior
o
Wajah
klien tampak meringis
|
Nyeri
|
2.
|
DS :
o
Klien
mengatakan sesak
DO :
o
Tampak
penggunaan otot bantu pernapasan
o
Tampak
adanya pernapasan cuping hidung
o
Pernapasan
cepat ( RR = 30 x/menit)
|
Pola napas tidak efektif
|
3.
|
DS :
o
Klien
mengatakan seluruh badan terasa lemah
o
Klien
mengatakan ADL dibantu oleh keluarga dan perawat
o
Klien
mengatakan kalau banyak bergerak nyerinya bertambah
DO :
o
Klien
bedrest total
o
ADL
klien dibantu oleh keluarga dan perawat
|
Intoleransi aktivitas
|
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri
berhubungan dengan iskemia terhadap sumbatan arteri koroner
2.
Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai 02
3.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini akan diuraikan
konsep secara teori yang berkesinambungan antara teori dan kasus asuhan
keperawatan pada Ny.”M” dengan diagnosa medik STEMI Inferior sebagai berikut.
A. Diagnosa keperawatan
Dalam kosnsep
teori diagnosa keperawatan yang lazim ditemukan pada klien dengan infark
miokard adalah
1.
Nyeri berhubungan dengan iskemia
terhadap sumbatan arteri koroner.
2.
Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan gangguan suplai O2.
3.
Resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik
miokard.
4.
Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan/penyumbatan pembuluh
darah arteria koronaria.
5.
Resiko kelebihan volume cairan
ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan
natrium/retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
6.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan anatara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya
iskemik/nekrotik jaringan miokard ditandai dengan gangguan frekuensi
jantung,tekanan darah dalam aktivitas, terjadinya distritmia, kelemahan umum.
7.
Cemas berhubungan dengan ancaman aktual
terhadap integritas biologis.
8.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurang informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan status
kesehatan yang akan datang, kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan
pernyataan masalah, kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan
masalah, kesalahan konsep, pertanyaan.
Sedangkan dalam kasus Ny.”M” berdasarkan data-data yang ditemukan dalam
pengkajian dan analisa data dirumuskan diagnosa keperawatan :
1.
Nyeri berhubungan dengan infark
jaringan akibat sumbatan arteri koronaria
2.
Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan gangguan suplai O2
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
B. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan
direncanakan untuk mengatasi masalah juga menetapkan intervensi pada kasus ini
dan disusun berdasarkan data-data yang didapatkan, dan didelegasikan kedalam
konsep standar asuhan keperawatan. Adapun beberapa rencana keperawatan yang
ditetapkan dilakukan modifikasi sesuai dengan kondisi dan ketersediaan
instrument keperawatan.
C. Implementasi
Implementasi atau
tindakan keperawatan yang diberikan pada klien Ny.”M” berdasarkan intervensi
sesuai dengan konsep keperawatan teoritis pada klien dengan ST Elevasi Infark
Miokard (STEMI). Dari ketiga diagnosa keperawatan pada kasus Ny.”M” maka kami
berfokus dan memberikan intervensi sesuai konsep keperawatan juga sesuai dengan
keluhan yang ada. Serta apa yang telah diberikan dalam intervensi keperawatan disesuaikan
dengan respon yang ada dan telah direalisasikan secara keseluruhan dalam
implementasi.
D. Evaluasi Keperawatan
Setelah melakukan
implementasi keperawatan dari ketiga diagnosa keperawatan yang kami temukan
pada saat pengkajian juga setelah direncanakan sampai pelaksanaan implementasi
selama 3 hari sebagian diagnosa dapat teratasi. Dari gambaran pembahasan diatas
kami menarik kesimpulan bahwa pasien dengan Stemi Inferior memerlukan perawatan
yang komperehensif juga memerlukan kolaborasi tim yang baik serta kerjasama
pada pasien dan keluarganya yang mendukung sepenuhnya pelayanan keperawatan
yang akan diterapkan atau dilaksanakan.
E.
Dokumentasi
Penulis
melaksanakan asuhan keperawatan dengan meggunakan pendekatan proses
keperawatan pada pasien Ny “M” dalam studi kasus teori penulis telah mendokumentasikan secara lengkap mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi
lembar catatan perkembangan yang ada pada status pasien dan pada format yang
telah disediakan dari akademik menggunakan model “SOAP” pada setiap pergantian
shift yang berfungsi untuk komunikasi dengan perawat lainnya. Pendokumentasian
dilaksanakan selama proses keperawatan pada pasien.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
o Asuhan
keperawatan yang dilakukan dengan memperhatikan ilmu, skill dan penerapannya
dilapangan sehingga membantu perawat dalam meningkatkan profesional dalam bekerja.
o Perlu
penanganan serius dan berkesinambungan khususnya pasien yang menderita penyakit
jantung.
o Setiap
intervensi keperawatan bila dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan maka
dapat mengatasi masalah yang dihadapi pasien.
B.
Saran
o Perlu
adanya pelayanan dan dukungan moril dari rumah sakit terhadap pasien-pasien
dengan penyakit jantung.