BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Halitosis
atau bau mulut bisa dialami oleh siapa saja. Penyebab Halitosis sebanyak 80% dari rongga mulut dan 20% disebabkan oleh
peradangan gusi. Sementara 80% lainnya karena komponen rongga mulut. Kebanyakan
masalahnya bersumber pada bakteri dalam mulut (Darmawan, 2007).
Propolis adalah suatu substansi mengandung resin dan lilin
lebah, bersifat lengket, yang dikumpulkan dari sumber tanaman, terutama dari
bunga dan pucuk daun. Propolis mentah secara khas mengandung 50% tanaman resin,
30% lilin, 10% minyak esensial dan minyak aromatik, 5% pollen, dan 5% bahan
organik lainnya (Suranto, 2010).
Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Huang et
all. (2014), menunjukan bahwa propolis memiliki unsur kimia terbesar
termasuk diantaranya asam fenolik, asam fenolik ester, flavonoids, dan terpernoids,
seperti CAPE, artephilin C, asam caffeic,
chrysin dan galangin quercetin, apigenin,
kaempferol, pinobanksin 5-metil eter, pinobanksin, pinocembrin, pinobanksin
3-asetat.
Kandungan
kimia utama yang terdapat dalam propolis adalah flavonoid, fenol dan berbagai senyawa aromatik lainnya. Flavonoid dikenal sebagai senyawa
tanaman yang memiliki sifat antibakteri, antifungi, antivirus dan anti-inflamasi (Parolia et all., 2010).
Dari
penelitian terbukti bahwa propolis dapat menurunkan kadar volatile sulfur compounds komponen cystein (H2S), dimana terjadi penurunan kadar H2S yang signifikan setelah
berkumur dengan propolis, yang berarti propolis efektif dalam menurunkan H2S dalam mulut (Asalui, 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh prity (2014),
menunjukan bahwa propolis dapat menghambat pembentukan plak pada semua
konsentrasi (5%, 10% dan 15%). Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh dowad
dan bhavna (2011), menunjukkan bahwa ekstrak propolis memiliki aktivitas
anti-Plak dan memperbaiki keadaan gusi, selain itu penelitian yang dilakukan
oleh sobir (2005) menunjukan bahwa ekstrak flavonoid propolis dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans
pada semua konsentrasi (0,05%; 0,075%; 0,1%; 0,25%; 0,75%).
Untuk mempermudah penggunaannya sebagai anti bakteri
penyebab Halitosis, propolis dapat
dikembangkan menjadi berbagai bentuk sediaan, salah satu yang mudah digunakan
yaitu dalam bentuk mouthwash. Dalam
penggunaannya mouthwash dapat
diformulasikan menjadi dua tujuan yaitu sebagai pengobatan (therapeutic) dan kosmetik.
Pada
penelitian ini akan dilakukan formulasi sediaan mouthwash sebagai anti Halitosis
dengan menggunakan bahan alam ekstrak propolis sebagai zat aktifnya. Mouthwash
yang akan dibuat memiliki 2 tujuan yaitu sebagai pengobatan dan sebagai
kosmetik, dimana mouthwash akan
bekerja dengan mengurangi terbentuknya plak pada gigi yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus mutans dan
beberapa bakteri pathogen lainnya yang menyebabkan terjadinya Halitosis (bau mulut).
B. Perumusan
Masalah
Apakah ekstrak propolis dapat dibuat
menjadi sediaan mouthwash sebagai
anti Halitosis?
C. Keaslian
Penelitian
“Formulasi sediaan mouthwash sebagai anti Halitosis
dengan variasi konsentrasi ekstrak Propolis” merupakan penelitian yang belum
pernah dilakukan sebelumnya.
D. Tujuan
Penelitian
Untuk
mendapatkan formula sediaan mouthwash
ekstrak propolis sebagai anti Halitosis.
E.
Manfaat Penelitian
Ekstrak Propolis
ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pengembangan produk farmasi dari bahan
alam menjadi sediaan farmasi dalam bentuk sediaan mouthwash. Sehingga pada akhirnya
masyarakat dapat menggunakan produk ini, mengingat bau mulut adalah hal
yang sering dialami hampir oleh semua orang diseluruh dunia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Rongga Mulut
Mulut
atau tepatnya rongga mulut merupakan kesatuan alat-alat pekerjaan yang bekerja
bersama-sama dalam penerimaan, pengunyahan dan penelanan makanan. Mulut
merupakan tempat masuknya makanan dan
air kesaluran pencernaan dan juga muara dari kelenjar ludah (Nurcahyo, 2008).
Mulut
adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian, bagian luar yang sempit, atau vestibula,
yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam,
yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maksilaris dan
semua gigi, dan disebelah belakang bersambung dengan awal faring. Atap mulut
dibentuk oleh palatum, lidah terletak dilantainya dan terikat pada tulang
hioid. Digaris tengah sebelah lipatan membran mukosa (frenulum linguas)
menyambung lidah dengan lantai mulut. Dikedua sisi terletak papilla sublingualis, yang memuat lubang
kelenjar ludah submandibularis. Sedikit eksternal dari papila ini terletak lipatan sublingualis, tempat
lubang-lubang halus kelenjar ludah sublingualis bermuara (Pearce, 2013).
Selaput lendir mulut
ditutupi epithelium yang
berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan
lendir. Selaput ini sangat kaya akan
pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris (Pearce,
2013).
1.
Bibir
Bibir
terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut. Disebelah luar
ditutupi kulit dan disebelah dalam ditutupi selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutup bibir ;levator anguli oris mengangkat, dan depresor anguli oris menekan ujung
mulut. Tempat bibir atas dan bawah bertemu membentuk sudut mulut (Pearce,
2013).
2.
Palatum
Palatum
(langit-langit) terdiri atas dua bagian, yaitu palatum keras yang tersusun atas
tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris, dan lebih kebelakang
terdiri terdiri atas dua tulang palatum. Dibelakang ini terletak palatum lunak yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak dan terdiri atas jaringan fibrus dan selaput
lendir. Gerakannya dikendalikan ototnya sendiri. Ditengah palatum lunak
menggantung keluar sebuah prosesus berbentuk kerucut yaitu uvula. Dari sini tiang–tiang lengkungan (fauses) melengkung kebawah, kesamping kiri dan kanan, dan diantara
tiang-tiang ini terdapat lipatan rangkap otot dan selaput lendir yang disebelah
kanan dan kiri memuat tonsil (Pearce, 2013).
3.
Pipi
Pipi
membentuk sisi berdaging pada wajah dan menyambung dengan bibir mulai pada
lipatan nasolabial, berjalan dari
sisi hidung dan kesudut mulut. Pipi dilapisi dari dalam oleh mukosa yang
mengandung papila-papila. Otot yang terdapat pada pipi ialah otot buksinator (Pearce, 2013).
4.
Geligi
Gigi
(geligi = jamak) merupakan alat pencernaan yang tersusun atas jaringan tulang
yang sangat kuat dan tertanam pada gusi (ginggiva)
dari tulang rahang atas dan bawah. Mulut dengan adanya geligi berfungsi untuk
mengunyah makanan secara mekanis menjadi butiran-butiran makanan yang lebih
kecil, sehingga memudahkan bekerjanya enzim pencernaan. Berdasarkan bentuk dan
fungsinya gigi dapat dibedakan menjadi (Nurcahyo, 2008) :
a.
Gigi seri atau Incisive yang memiliki fungsi untuk menggigit dan memotong
b.
Gigi taring atau Caninus yang memiliki fungsi
untuk menyobek
c.
Gigi geraham dapat dibedakan menjadi
gigi geraham kecil atau Premolar dan gigi geraham besar atau molar yang
memiliki fungsi pengunyahan dan melumatkan makanan
Sebuah
gigi mempunyai mahkota, leher dan akar. Mahkota gigi menjulang diatas gigi,
lehernya dikelilingi gusi, dan akarnya berada dibawahnya. Gigi dibuat dari
bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Didalam pusat strukturnya terdapat
rongga Pulpa. Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut
saraf. Bagian gigi yang menjulang diatas gusi ditutupi email yang jauh lebih
keras dari pada dentin (Pearce, 2013).
5.
Lidah
Lidah
(bahasa latin = Lingua) tersusun atas
kumpulan serabut otot lurik, yang diselaputi oleh selaput lendir dengan
struktur berbeda-beda tergantung tempatnya. Pada permukaan lidah terdapat
tonjolan-tonjolan yang disebut papilla lidah. Beberapa bentuk papilla lidah
antara lain (Nurcahyo, 2008) :
a.
Filiformis
merupakan penonjolan berbentuk seperti konus, sangat banyak dan terdapat pada
seluruh permukaan lidah. Pada epitel papilla jenis ini tidak mengandung puting
kecap (perasa)
b.
Fungiformis
merupakan penonjolan berbentuk kecil dengan tangkai kecil dan permukaan yang
melebar berbentuk seperti jamur. Papila ini mengandung indra perasa pada
permukaan samping atas dan terdapat disela-sela antara papilla filiformis.
c.
Foliatum
merupakan penonjolan yang sangat padat sepanjang pinggir samping belakang
lidah. Papilla ini mengandung puting perasa.
d.
Sirkum
valatum merupakan papila yang sangat besar dengan permukaan menutupi papila
lainnya. Pada bagian belakang lidah.
Banyak kelenjar serosa (Von ebner)
dan mukosa yang mengalirkan sekresinya kedalam cekungan yang mengelilingi
papila ini. Puting kecap banyak disisi papila ini.
A.
Plak
Plak
gigi adalah biofilm, biasanya kuning
pucat, yang berkembang secara alami pada gigi. Seperti biofilm, plak gigi terbentuk oleh bakteri colonial berusaha untuk menempel pada permukaan halus dari gigi
(Hongini & Mac, 2007).
Para
rongga mulut, mengandung aspek anatomis hanya dikenal dari tubuh manusia yang tidak memiliki sistem
regulasi permukaan yaitu bagian gigi. Hal ini memungkinkan sejumlah
mikrooganisme tinggal dipermukaan gigi untuk jangka waktu tertentu. Spesies ini
berubah menjadi bakteri gigi biofilm.
Gigi biofilm, lebih sering disebut
sebagai plak gigi, terdiri dari sekitar 1000 spesies bakteri yang mengambil
bagian dalam ekosistem kompleks di dalam mulut (Hongini & Mac, 2007).
Rongga
mulut manusia disebut juga Microbiome
manusia. Hal ini karena rongga mulut manusia dapat berisi beberapa lingkungan
pada saat tertentu yang dapat bervariasi dari gigi ke gigi. Selain itu
diperkirakan bahwa jumlah bakteri yang berada di mulut adalah sekitar 25000
spesies bakteri. Hal ini berbeda dengan sebelumnya diperkirakan 700+ spesies.
Penelitian telah menemukan bahwa dari 25.000 spesies yang ada di rongga mulut,
sekitar 1000 spesies dapat eksis sebagai bagian dari ekosistem biofilm gigi. Ini juga berbeda dengan
estimasi sebelumnya 5000 spesies + sebagai bagian dari biofilm gigi. 1000 spesies ini memiliki kemampuan untuk mengubah
lingkungan mereka melalui serangkaian hubungan biotik (Hongini & Mac,
2007).
Pada
awalnya, biofilm cukup lunak untuk
lepas dengan dengan menggunakan kuku jari. Namun mulai mengeras dalam waktu 48
jam, dan dalam waktu sekitar 10 hari plak menjadi gigi kalkulus (karang gigi)
keras dan sulit untuk dihilangkan (Hongini & Mac, 2007).
Plak
terdiri dari mikrooganisme dan matriks ekstraseluler. Mikroganisme yang
membentuk biofilm terutama Streptococcus mutans dan anaerob, dengan
komposisi yang bervariasi menurut lokasi di mulut. Contoh anaerob tersebut
termasuk Fusobacterium dan Actinobacteria (Honginin & Mac,
2007).
B. Pembentukan
Plak (Cochran, 1952)
Pembentukan plak gigi dimulai dengan pengendapan
lapisan anorganik yang disebut pelikel gigi pada permukaan gigi. ketebalan
pelikel biasanya berkisar dari 1 sampai 2μm dan terbentuk dalam beberapa jam pada permukaan gigi
yang telah dibersihkan.
Grant,
stern
dan listgarten telah menjelaskan terjadinya pengendapan.
Palikel terjadi dalam empat tahap yaitu:
1.
Permukaan
gigi
dilumuri oleh kelenjar saliva,
yang
banyak mengandung bahan protein.
2.
Pemilihan adorpsi glikoprotein bermuatan negatif dan positif
tertentu
3.
Terjadi perubahan pada permukaan dan glikoprotein bermuatan
positif, perubahan pada permukaan dan pengendapan asam yang mengakibatkan hilangnya kelarutan
pada penyerapan protein
4.
perubahan
pada glikoprotein oleh enzim dari bakteri dan sekresi oral.
C. Definisi
Halitosis (Bau Mulut)
Halitosis
adalah istilah umum yang digunakan untukmenerangkan adanya bau atau odor yang
tidak disukai sewaktu terhembus udara, tanpa melihat apakah substansi odor berasal dari oral ataupun berasal
dari non-oral (85%) (Wiliams, 2000).
Halitosis
adalah bau mulut tidak sedap yang dapat disebabkan karena adanya Volatile Sulfur Compounds (VSCs). Volatile sulfur compounds adalah hasil
produksi dari aktifitas bakteri anaerob didalam mulut yang menghasilkan senyawa
berupa sulfur yang mudah menguap dan
berbau tidak enak. Proses terjadinya VSCs
adalah diawali dengan pemecahan substrat protein dari sisa makanan oleh bakteri
gram negatif yang bersifat proteolitik
menjadi rantai peptida dan asam amino seperti methionin, cysteine dan cystin.
Kemudian asam amino tersebut akan di reduksi menjadi metil marcaptan, hydrogen
sulfida dan dimethil sulfida
(Widagdo & Kristina, 2008).
D. Mekanisme
Terjadinya Halitosis
Dalam
rongga mulut seseorang, terdapat substrat-substrat protein eksogen (sisa makan) dan protein endogen (deskuamasi epitel mulut, protein saliva dan darah) yang
banyak mengandung asam amino yang mengandung sulfur (S) (Prayitno, 2003).
Selain
itu juga terdapat mikrooganisme baik gram positif maupun gram negatif, yang
banyak terdapat pada sel epitel mulut mengalami deskuamasi, pada plak gigi dan
pada punggung lidah (Alexander, 1986).
Mikroorganisme
tersebut terutama gram negatif akan memecah substrat protein menjadi rantai
peptida dan menghasilkan asam amino yang mengandung sulfur seperti methionin,
cysteine dan cistine. Tempat
predileksi proses pembusukan dalam mulut adalah punggung lidah bagian posterior, diastema antar gigi belakang,
karies besar, plak gigi, poket dan lesi-lesi jaringan lunak (Alexander, 1986).
E. Penyebab
Terjadinya Halitosis (Cochran, 1952)
Halitosis berasal
terutama dari mulut dan jarang berasal dari hidung, amandel (tonsilitis), dan
berbagai sumber lain. dalam mulut, penyakit gingiva dan periodontal
merupakan hal yang paling penting yang menyebabkan bau busuk, dimana
khususnya penyakit periodontal, Poropyrumonas
gingival, diketahu memproduksi senyawa methyl
marcaptan. berbagai
kondisi dan faktor kesehatan dapat
berhubungan dengan pengembangan atau peningkatan xerostomia,
termasuk mulut, faring, dan penyakit saluran
pernafasan atas,
penyakit metabolik, unsur diet termasuk alkohol, tembakau, dan sulfur yang terkandung didalam makanan; pada
khususnya bawang merah dan bawang putih.
Klasifikasi
Propolis (Trigona sp.)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Superfamili : Apoidea
Famili : Apidae
Subfamily : Apinae
Tribe : Meliponini
Genus : Trigona
2. Sejarah Propolis
Propolis
berasal dari bahasa yunani yaitu “Pro” yang berarti didepan/sebelum dan “polis” yang berarti kata. Istilah ini
menggambarkan propolis sebagai penjaga lebah dari serangan binatang lain dan
juga cuaca yang buruk (Suranto, 2007).
Propolis
merupakan resin lengket yang berasal dari batang pohon atau kulit kayu,
dikumpulkan dan diproses dengan seksresi cairan ludah lebah. Tanaman
mengeluarkan resin untuk melindungi dirinya dari penyakit dan memperbaiki
kerusakan (Suranto, 2007).
Resin
digunakan lebah untuk melapisi sarang bagian dalam, memperbaiki sistem yang
rusak, menambal lubang-lubang dan memperkecil ukuran jalan masuk sel untuk
menghindari udara dingin. Jika ada binatang yang mati dalam sarang dan terlalu
berat untuk dibuang, lebah akan membungkusnya dengan propolis. Yang juga
penting, propolis digunakan sebagai campuran malam untuk menutupi sel berisi
larva sehingga terlindung dari serangan penyakit (Suranto, 2007).
Lebah
mengambil resin dengan cara mengelupasnya memakai rahang mereka lalu membawanya
seperti membawa pollen, yaitu dalam keranjang pollen .Disarang, lebah lain akan
menerima propolis dari lebah madu tersebut lalu memprosesnya dengan lilin dan
menggunakannya sesuai kebutuhan. Ini bisa terjadi berjam-jam sampai propolis
dikaki lebah madu habis. Lebah yang diketahui mengumpulkan propolis adalah A. melifera, lebah madu tak bersengat
genus meliponini, dan trigona (Suranto, 2007).
3. Komposisi propolis
Propolis
adalah suatu substansi mengandung resin dan lilin lebah, bersifat lengket, yang
dikumpulkan dari sumber tanaman, terutama dari bunga dan pucuk daun. Propolis
mentah secara khas mengandung 50% tanaman resin, 30% lilin, 10 % minyak
esensial dan minyak aromatik, 5% pollen,
dan 5% bahan organik lainnya (Suranto, 2010).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Huang et all (2014), aktivitas
biologis pada propolis menunjukan bahwa propolis memiliki unsur kimia terbesar
termasuk diantaranya asam fenolik, asam fenolik ester, flavonoids,
dan terpernoids, seperti CAPE, artephilin C, asam caffeic,
chrysin dan galangin quercetin, apigenin,
kaempferol, pinobanksin 5-metil eter, pinobanksin, pinocembrin, pinobanksin
3-asetat.
Kelas
kimia utam yang terdapat dalam proplis adalah flavonoid, fenol dan berbagai senyawa aromatik lainnya. Flavonoid dikenal sebagai senyawa
tanaman yang memiliki sifat antibakteri, antifungi, antivirus dan anti-inflamasi (Parolla et all., 2010).
4 Manfaat
Propolis pada Penyakit Gigi dan Mulut
a. Untuk mengurangi terjadinya
halitosis melalui penurunan VSCs.
Sebelumnya
telah dilakukan penelitian oleh Asalui (2014) untuk
mengetahui efektivitas propoplis pada VSCs khususnya komponen cystein (H2S),
dalam penelitian tersebut menunjukan terjadi penurunan kadar H2S
yang signifikan setelah berkumur dengan propolis, yang berarti propolis efektif
dalam menurunkan H2S.
b. Mengurangi
terjadinya pembentukan plak pada gigi
Dari
penelitian yang telah dilakukan oleh sobir (2005) terhadap kandungan flavonoid
propolis menunjukan, bahwa setelah dilakukan inkubasi selama 24 dan 48 jam,
secara signifikan semua konsentrasi flavonoid (P<0,05) menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
0,1% merupakan konsentrasi yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans setelah inkubasi 24
jam dan 0,5% flavonoid setelah inkubasi 48 jam.
Pada
penelitian yang dilakukan oleh Prity et
all (2014) tentang pengaruh berkumur dengan propolis konsentrasi 5%, 10%,
dan 15% dalam menghambat terbentuknya plak gigi
pada mahasiswa kedokteran gigi UMS angkatan 2010, menunjukan bahwa
terdapat pengaruh berkumur dengan propolis terhadap pembentukan plak dengan
efek antiplak terbesar pada propolis dengan konsentrasi 15%.
Penelitian
yang dilakukan oleh Dodwa dan Bhavna (2011) menyimpulkan bahwa dari semua
penelitian yang dilakukan , ekstrak propolis yang diuji memiliki aktifitas
anti-plak dan memperbaiki kerusakan gigi. Ekstrak dapat digunakan sebagai
tindakan alternatif untuk pencegahan periodontal dan masalah gingival.
A. Ekstraksi
1. Definisi
Ekstraksi
yakni penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan
menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Bahan mentah
obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih
lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan. Karena tiap bahan mentah obat
berisi sejumlah unsur yang dapat larut dalam pelarut tertentu, hasil dari
ekstraksi disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur saja tetapi
berbagai macam unsur, tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari
ekstraksi (Ansel, 2006).
2.
Metode Ekstraksi
Metode
ekstraksi terbagi menjadi beberapa cara yaitu (Jobo, et all., 2001):
a.
Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yaitu
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut karena adanya perubahan konsentrasi antara larutan zat
aktif didalam sel dengan di luar sel, maka larutan terpekat didesak ke luar.
Peristiwa ini berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Simplisia yang akan diekstraksi diserbukkan
lalu dimasukkan kedalam bejana maserasi.
Simplisia tersebut direndam dengan
cairan penyari, setelah dalam waktu tertentu sekali-kali diaduk. Hal ini
dilakukan selama 5 hari.
b. Perkolasi
Perkolasi
adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsipnya adalah : serbuk simplisia
ditempatkan dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori,
cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari
akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerakan kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri
dan tekanan penyari dari cairan diatasnya dikurangi dengan daya kapiler yang
cenderung untuk menahan gerakan ke bawah
c. Soxhletasi
Sampel
atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukan dan ditimbang,
kemudian dimasukkan kedalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring
sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak lebih dari pipa sifon).
Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian
ditempatkan diatas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat
kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang
dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkann sampel
yang ada dalam klonsong (diusahakan
tidak terjadi sirkulasi). Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem
pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dijalankan hingga terjadi
proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20-25 kali sirkulasi).
Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor.
d. Refluks
Simplisia
yang biasa diekstraksi dengan metode refluks adalah yang mempunyai komponen
kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti
akar, batang, buah/biji, dan herba.
Sampel
atau bahan yang akan diekstraksi ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu
alas bulat da diisi dengan cairan penyari yang sesuai misalnya metanol sampai
serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau
2/3 volume labu kemudia labu alas bulat dipasang kuat pada statif dan
ditempatkan diatas water bath atau heating mantel lalu dipasang kondensor
pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif. Aliran air dan
pemanas dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4
jam dillakukan penyaringan, filtrat ditampung dalam wadah penampung
dan ampasnya ditambah lagi dengan pelarut dan dikerjakan seperti semula. Ekstraksi
dilakukan selama 3-4 jam. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor .
B.
Mouthwash
1. Definisi mouthwash
Mouthwash
adalah larutan cair sering dalam bentuk kental mengandung satu atau lebih bahan
aktif dan bahan tambahan. Mouthwash
dapat digunakan untuk dua tujuan, therapeutic dan kosmertik. Mouthwash therapeutic dapat
diformulasikan untuk mengurangi plak, radang gusi, karies gigi, dan stomatitis.
Mouthwash kosmetik diformulasi untuk
mengurangi bau nafas didalam tenggorokan menggunakan antimicrobial dan/atau bahan pemberi rasa (Troy,
2005).
2. Jenis- jenis mouthwash
Berdasarkan
tujuan penggunaannya obat kumur digunakan sebagai berikut (Michael, 1977) :
a. Obat
kumur kosmetik, terdiri dari air (dan biasanya alkohol), pengaroma dan pewarna.
Selain itu, juga dapat mengandung surfaktan dengan tujuan untuk membantu
kelarutan dari minyak esensial dan membantu dalam penetrasi serta membersihkan
gigi dan mulut.
b. Obat
kumur yang tujuan utamanya untuk menghilangkan atau memusnahkan bakteri (flora
normal) yang ditemukan dalam jumlah besar dalam rongga mulut. Untuk memperoleh
efek ini, digunakan bahan-bahan antiseptik yang harus stabil dalam larutan
secara fisika dan kimia.
c. Obat
astringen yang pemberiannya
diharapkan berefek langsung pada mukosa mulut untuk mengendapkan bahan protein
sehingga dapat dihilangkan dengan cara pembiakan.
d. Obat
kumur pekat yang dirancang untuk digunakan setelah diencerkan.
e. Obat
kumur dapar yang efek utamanya tergantung pada pH larutan, misalnya sediaan
alkali yang membantu mengurangi lendir maupun saliva.
f. Obat
kumur penghilang bau yang efeknya tergantung pada aksi antibakterinya atau pada
mekanisme lain.
g. Obat
kumur terapeutik yang diformulasikan dengan maksud untuk meringankan infeksi,
mencegah karies gigi, atau meringankan beberapa kondisi patologik lain pada
mulut gigi.
Selain
itu, obat kumur juga digolongkan kedalam 2 kategori utama, yaitu (Fedi, 2005) :
1.
Obat kumur generasi pertama, yaitu obat
kumur yang mampu mengurangi plak dan gingivitis sekitar 20-50% apabila
digunakan 4-6 kali sehari. Memiliki substansivitas terbatas atau tidak sama
sekali. Subtansivitas adalah kemampuan antimikroba untuk mengikat gugus anionik
pada permukaan gigi, mukosa mulut, dan dinding sel bakteri serta melepaskan zat
aktif secara terus menerus sehingga memperpanjang masa kerja antimikroba.
2.
Obat kumur generasi ke dua, yaitu obat
kumur yang mampu mengurangi plak dan gingivitis sebesar 70-90% jika digunakan
1-2 kali sehari dan memiliki substansivitas efektif yang berlansung selama 12
jam atau lebih.
C.
Monografi Bahan Tambahan pada Mouthwash
1.
Ekstrak Propolis
Pengambilan
konsentrasi ekstrak propolis yang digunakan yaitu 1%, 2% dan 3%, hal ini
didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh sobir (2005) yang
menunjukan bahwa ekstrak flavonoid propolis memiliki daya hambat terhadap
bakteri Streptococcus mutanss pada
semua konsentrasi (0,05%; 0,075%; 0,1%; 0,25% dan 0,75%). Konsentrasi yang
digunakan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan konsentrasi yang
digunakan oleh sobir (2005), hal ini dikarenakan:
a. Ekstrak
propolis yang digunakan belum dilakukan pemurnian sebelumnya.
b. Bakteri
yang akan dihambat bukan satu jenis bakteri saja, mengingat tujuan dari
pembuatan mouthwash untuk mengurangi
terjadinya Halitosis, bisa dikatakan
hampir seluruh bakteri yang menyebabkan terjadinya Halitosis yang akan dihambat.
2. Propilen
Glikol
Propilen
glikol berbentuk cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak
manis, higroskopik. Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P dan
dengan kloroform P, larut dalam 6
bagian eter P, tidak dapat campur
dengan minyak tanah P dan dengan
minyak lemak (Depkes RI, 1979).
Propilen
glikol digunakan sebagai humectan dan
pada sediaann topikal penggunaannya serupa dengan gliserin. Bahan ini dapat
meningkatkan viskositas pada sediaan, menambah rasa. Penggunaan sebagai humectan pada konsentrasi ≈ 15 (Rowe,
2006: Sweetman, 2009).
3.
Alkohol
Alkohol
dapat menambah rasio, meningkatkan ketajaman pada rasa, membantu menutupi rasa
tidak enak pada bahan aktif, berfungsi sebagai bahan pelarut untuk beberapa
bahan perasa dan dapat berfungsi sebagai pengawet. Alkohol dapat diberikan pada
konsentrasi 10-20%. (Rowe, 2006).
4.
Menthol
Menthol
berupa hablur berbentuk jarum atau prisma, tidak berwarna, bau tajam seperti
miyak permen, rasa panas dan aromatik diikuti rasa dingin sukar larut dalam air,
sangat mudah larut dalam etanol (95%), dalam kloroform P, dan dalam eter P,
mudah larut dalam parafin cair P dan
minyak atsiri (Depkes RI, 1979)
Menthol
secara luas digunakan untuk sediaan farmasi sebagai pemanis, perlengkapan mandi
dan bahan perasa atau penambah rasa. Selain itu juga memberikan rasa dingin
atau sejuk pada sediaan topikal.
digunakanpada produk kosmetik dengan konsentrasi 0,1-2,0% (Rowe, 2006).
5. Madu
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-1994, madu adalah
cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu berasal dari berbagai sumber nektar.
Nektar adalah semacam cairan yang dihasilkan oleh kelenjar nektar tumbuhan,
kaya akan berbagai bentuk karbohidrat (3-87%), seperti sukrosa, fruktosa dan
glukosa, mengandung sedikit senyawa-senyawa pengandung nitrogen, seperti
asam-asam amino, amida-amida, asam-asam organik, vitamin-vitamin, senyawa
aromatik dan juga mineral-mineral
6. Sorbitol
Sorbitol
berbentuk serbuk, butiran atau kepingan, putih, rasa manis, higroskopik.
Sorbitol sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%), dalam metanol P dan dalam asam asetat P (Depkes RI, 1979).
Sorbitol
dapat meningkatkan viskositas pada
sediaan dan memberikan rasa tersendiri pada tubuh dan mulut, sorbitol menambah
rasa manis pada produk dan selama dengan alkohol meningkatkan kualitas pengawet
pada produk. Digunakan pada konsentrasi 3-15% (Rowe, 2006).
7.
Tween 80
Tween
80 berbentuk cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam lemak khas.
Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)
P, dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam paraffin cair P, dan dalam minyak biji kapas P. (Depkes RI, 1979).
Tween
80 digunakan sebagai surfaktan. Surfaktan adalah zat-zat yang mengadsorbsi pada
permukaan atau antar muka untuk mengurangi tegangan antar muka. Konsentrasi yang digunakan antara 0,1-0,5%
(Rowe, 2006).
8.
Aqua destilata
Air
suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Berbentuk cairan jernih,
tidak berbau, tidak mempunyai rasa (Depkes RI, 1979).
Air
dapat menimbulkan efek melarutkan pada sebagian terbesar zat-zat yang
berhubungan dengannya (Ansel, 2006).
BAB III
METODOLOGI PENELIITIAN
A. Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang dilakukan merupakan eksperimen laboratorium, yaitu dengan
memformulasi mouthwash anti Halitosis dengan variasi konsentrasi
ekstrak propolis (Trigona sp.)
B. Waktu
dan Lokasi Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dilaboratorium Teknologi Sediaan Farmasi STIKes Mega Rezky
Makassar, pada bulan mei 2016.
C. Alat
dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan adalah batang pengaduk, botol kaca 100 ml, gelas arloji, gelas kimia,
lumpang, neraca analitik (HWHÒ),
pH Digital, pipet tetes, sudip, sendok tanduk, dan spatel.
Bahan-bahan yang
digunakan adalah ekstrak propolis, propilen glikol, alkohol, aquadest, menthol,
madu, tween 80, dan sorbitol.
D. Cara
kerja
1. Pengambilan sampel
Sampel
propolis dalam bentuk raw diperoleh
dengan cara mengekstrak raw/sarang
lebah Trigona sp. yang diambil dari
penangkaran, yang kemudian dipisahkan dari lebahnya dan dibuat simplisia. Raw propolis dan propolis diperoleh dari
penangkaran lebah Universitas Hasanudin Makassar.
2. Pembuatan ekstrak Propolis (Fauziah, 2013)
Metode ekstraksi
yang digunakan ialah metode maserasi. Adapun tahap ekstraksi ialah propolis
sebanyak 2 kg, dimasukkan kedalam oven selama 3x24 jam pada suhu 400C,
setelah kering dihancurkan, ditimbang sebanyak 1 kg ditambahkan cairan penyari
alkohol 70% sebanyak 2000 ml. Diamkan propolis dalam cairan etanol dalam 48
jam. Selama didiamkan, sampel diaduk setiap hari. Setelah itu kemudian di
saring, cairan penyarinya dikumpulkan dan diuapkan dengan menggunakan
rotavapor, kemudian dimasukkan kedalam eksikator hingga diperoleh ekstrak
kental. Sisa penyaringan kemudian dicampurkan kembali kedalam larutan etanol
70% sebanyak 2000 ml. penyaringan dilakukan hingga 3 kali.
3. Formulasi
Mouthwash Ekstrak Propolis
Proses pembuatan
mouthwash diawali dengan
mengakalibrasi botol 100 ml yang akan digunakan sebagai wadah penyimpanan mouthwash. Gerus ekstrak propolis dan
propilen glikol hingga homogen lalu tambahkan sorbitol, tween 80, dan madu,
gerus hingga homogen kemudian tambahkan menthol yang telah dilarutkan dengan
alkohol, homogenkan. Lalu masukan kedalam botol yang telah di kalibrasi dan
tambahkan aquadest hingga 100 ml, gojok hingga homogen.
Tabel
1.
Formula Ekstrak Propolis Dalam Sediaan Mouthwash
Tiap 100 ml mouthwash mengandung ekstrak propolis
No
|
Nama Bahan
|
Konsentrasi
(%)
|
||
1
|
Ekstrak Propolis
|
1
|
2
|
3
|
2
|
Propilen glikol
|
10
|
10
|
10
|
3
|
Tween 80
|
0,005
|
0,005
|
0,005
|
4
|
Sorbitol
|
5
|
5
|
5
|
5
|
Menthol
|
0,05
|
0,05
|
0,05
|
6
|
Madu
|
1
|
1
|
1
|
7
|
Alkohol
|
0,5 ml
|
0,5 ml
|
0,5 ml
|
8
|
Aquadest
|
Ad 100 ml
|
Ad 100 ml
|
Ad 100 ml
|
E.
Evaluasi
Fisik Obat Kumur
Pengamatan
Fisik Obat Kumur dilakukan dengan memperhatikan beberapa paramaeter, antara
lain :
1.
Organoleptis
Pengamatan
fisik obat kumur secara organoleptis dilakukan dengan cara melihat penampilan
sediaan dari warna, bau dan rasanya.
2.
pH larutan
Uji pH (Potential of Hydrogen) dilakukan dengan cara menguji formula dengan
alat pH Digital (pHep Tester) untuk mengetahui pH dari setiap formula yang
telah dibuat.
3. Kejernihan
Pengamatan
dilakukan dengan melihat tingkat kejernihan dan ada tidaknya partikulat yang
terbentuk pada sediaan.
4.
Bobot Jenis
Ditimbang
piknometer kosong yang telah dibersihkan san dibilas dengan pelarut aseton atau
aldehid. Selanjutnya timbang dalam neraca analitik. Sediaan uji dalam
piknometer kosong yang tela ditimbang sebelumnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
Tabel 2
Hasil Penelitain Sediaan Formulasi Mouthwash
Ekstrak Propolis
Sediaan
|
Organoleptis
|
pH
|
Kejernihan
|
Bobot Jenis
|
||
Warna
|
Aroma
|
Rasa
|
||||
Mouthwash
ekstrak propolis konsentrasi 1%
|
Kuning
kecoklatan
|
Khas
propolis-menthol
|
Manis-pahit
|
5,4
|
Keruh
|
1,023
|
Mouthwas
ekstrak propolis konsentrasi 2%
|
Kuning
kecoklatan
|
Khas
propolis-menthol
|
Manis-pahit
|
5,1
|
Keruh
|
1,027
|
Mouthwash
ekstrak propolis konsentrasi 3%
|
Kuning
kecoklatan
|
Khas
propolis-menthol
|
Manis-pahit
|
4,9
|
Keruh
|
1,035
|
B. Pembahasan
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam
sediaan mouthwash.
Dalam
penelitian ini zat aktif yang terkandung didalam propolis ditarik dengan cara
ekstraksi maserasi dengan pelarut polar salah satunya alkohol. Maserasi
merupakan metode yang paling mudah dilakukan dan menggunakan peralatan yang
sederhana, yaitu dengan cara merendam sampel dalam pelarut. Pelarut polar digunakan mengingat sifat flavonoid yang bersifat polar sehingga
pelarut yang digunakan juga bersifat polar, selain itu alkohol dapat menghambat
pertumbuhan mikroba (Permana et all.,
2010). Ekstraksi propolis dengan menggunakan alkohol 70% menghasilkan rendeman
yang paling tinggi. Alkohol memiliki titik didih yang rendah dan mudah untuk
menguap, sehingga dapat memperkecil tercampurnya alkohol dalam ekstrak lebah
madu Trigona sp. dan memperkecil
terlarutnya wax/lilin yang merupakan pengganggu dalam ekstraksi (Rahayu, et all., 2014)
Mouthwash adalah larutan cair
biasanya berbentuk pekat mengandung satu atau lebih bahan aktif dan bahan
tambahan. Mouthwash dapat digunakan
untuk 2 tujuan, yaitu sebagai therapeutic
mouthwash dan kosmetik mouthwash.
Therapeutic mouthwash dapat
diformulasikan untuk mengurangi plak, gingivitis, karies gigi dan stomatitik. Kosmetik
mouthwash dapat diformulasikan untuk
mengurangi bau mulut . tricca
menggambarkan bahan tambahan yang umumnya ditemukan pada mouthwash seperti alkohol, surfaktan, perasa dan bahan pewarna (Troy,
2005).
Proses
pembuatan mouthwash ekstrak propolis
diawali dengan menggerus propolis sambil ditambakan propilen glikol sedikit
demi sedikit, kemudian ditambahkan sorbitol dan madu, gerus hingga membentuk
massa yang homogen, setelah itu ditambahkan menthol yang telah dilarutkan
dengan alkohol, gerus hingga terbentuk massa yang homogen, lalu disaring dan
dimasukkan kedalam botol kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 ml.
Saliva
mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosis, karena adanya aktivitas
pembusukan oleh bakteri yaitu adanya degenerasi protein menjadi asam-asam amino
oleh mikrooganisme. Nilai pH saliva (umumnya 6,5) juga menentukan pembentukan
VSCs dan akan bertambah banyak bila mengandung materi atau unsur lain. Kondisi
ini menciptakan suasana dalam rongga mulut berubah menjadi alkali dan
menimbulkan bau busuk. Pertumbuhan bakteri gram negatif akan semakin meningkat
bila nilai pH >7,2, sehingga memungkinkan terjadinya penguraian protein (Widagdo et
all., 2008). Beberapa sediaan umumnya
memiliki pH basa antara 7 dan 9,5 sedangkan yang bersifat asam jarang mempunyai
pH dibawah 5 (Jankies et all., 1957
).
Berdasarkan
hasil penelitian nilai pH mouthwash
ekstrak propolis dengan meggunakan konsentrasi 1% yaitu 5,4, pH mouthwash yang menggunakan konsentrasi
2% yaitu 5,1 dan pH mouthwash yang
menggunakan konsentrasi 3% yaitu 4,9. Berkurangnya nilai pH seiring dengan
konsentrasi ekstrak propolis yang ditambahkan, dapat disebabkan karena ekstrak
propolis yang bersifat asam dengan nilai pH 4,56. Oleh karena itu semakin
tinggi konsentrasi ekstrak propolis yang ditambahkan semakin rendah pula nilai
pH-nya.
Berdasarlam
hasil penelitian pH yang diperoleh sudah sesuai karena bersifat asam, dimana
pembentukan VSCs ini akan terhambat pada suasana asam (pH Rendah) sehingga
dapat mengurangi terjadinya Halitosis.
Kisaran nilai pH ini telah memenuhi kriteria pH mouthwash. Formulasi mouthwash yang telah memenuhi kriteria
pH mouthwash yaitu formulasi dengan
konsentrasi ekstrak propolis 1% (5,4) dan 2% (5,1), karena bila lebih rendah lagi dapat
berefek pada kerusakan gigi.
Pengamatan
organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui warna, rasa dan aroma mouthwash, sediaan yang dihasilkan yaitu
cair, berwarna kuning kecoklatan, miliki aroma khas propolis dan menthol serta
memiliki rasa manis dan lama kelamaan pahit.
Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan sediaan dengan warna kuning kecoklatan yang keruh
dimana semakin tinggi konsentrasi propolis maka semakin pekat warnanya, hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi propolis maka semakin pekat warna
sediaan yang diperoleh. Keruhnya sediaan dipengaruhi oleh penambahan madu pada
sediaan, hal ini dibuktikan dengan membandingkan hasil sediaan yang diformulasi
tanpa menggunakan madu dimana sediaan memiliki warna kuning kecoklatan yang
tidak keruh .
Berdasarkan hasil
penellitian bobot jenis mouthwash
ekstrak propolis dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3% berturut-turut adalah 1,023,
1,027 dan 1,035. Uji bobot jenis dilakukan untuk mengetahui viskositas sediaan.
Peningkatan viskositas pada sediaan dipengaruhi oleh penambahan sorbitol dan
propilen glikol selain itu juga penambahan tween 80 dapat mempengaruhi viskositas sediaan mengingat tween memiliki
nilai viskositas yang cukup tinggi sebesar 350 sampai 550 cp. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa semakin tinggi ekstrak propolis yang digunakan
semakin tinggi pula viskositasnya, hal ini dapat dilihat dari perbedaan
konsentrasi masing-masing sediaan dimana hanya ekstrak propolis saja yang
dilakukan variasi konsentrasi sedangkan zat tambahan yang yang dapat mempengaruhi
viskositas seperti sorbitol, gliserin, dan tween 80 diberikan dengan
konsentrasi yang sama. Selain itu juga mengingat sifat ekstrak propolis yang
sangat kental.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan
1. Ekstrak
propolis dapat diformulasi menjadi sediaan mouthwash
2. Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak propolis yang digunakan semakin semakin pekat
warnanya.
3. Semakin
tinggi ekstrak propolis yang digunakan semakin rendah pH-nya
4. Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak propolis yang digunakan semakin tinggi bobot
jenisnya.
5. Konsentrasi
ekstrak propolis 1% dan 2% dengan pH 5,4 dan 5,1 merupakan pH yang paling
efektif untuk menghambat pertumbuan VSCs.
B. Saran
Untuk
penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
kestabilan sediaan mouthwash ekstrak
propolis selama masa penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander,
R. G. Wick. 1986. Teknik Alexander Konsep
dan Filosofi Kotemporer, Alih Bahasa : Budi Susetyo. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Anonim.
2010. Propolis dari Lebah Tanpa Sengat
Cara Ternak dan Olah. Trubus Swadaya. Jakarta.
Dewan Standardisasi Nasional. 1994. SNI 01
-3545-1994 :Madu. Departemen perindustrian, Jakarta.
Ansel,
C.H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi Edisi 4. Universitas Indonesi (UI-Presss). Jakarta.
Asalui,
R. T. 2014. Efektivitas Propolis dalam
Menurunkan Kadar Volatile Sulfur Compounds (VSCs) Komponen Cystein (H2S).
Jurnal Peneliatian Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin. Makassar. (Abstr).
Cochran,
D., L. Kenneth, L. Kalkwarf & Michael A. Bransvold. 1952. Plaque and Calculus Removal Consideration To
The Proffesional. Quintessence Publishing Co. Hongkong.
Darmawan,
L. 2007. Cara Cepat membuat Gigi Sehat
dan Cantik dengan Dental Cosmetic+ kiat Merawat Gigi yang tepat dan Efektif.
PT. Gramedia Pustka. Jakarta.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope
Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonsia. Jakarta.
Djaya,
A. 2000. Halitosis: Nafas Tak Sedap, 1ed.
Dental Lintas Mediatama. Jakarta.
Dodwad
& Bhavna. 2011. Propolis Mouthwash: A
New Beginning. Journal of Indian society of periodontoliogy Vol. 15.
Fauziah,
N. S. 2013. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak
Propolis Dalam Sediaan Krim Jerawat terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri
Propionibacterium Acnes. FMIPA Universitas Islam Makassar. Makassar.
Fedi
P.F, Vernino A.R. & Gray J.L. 2005. Silabus
Periodonti Edisi 4 Terjemahan Oleh Amalya. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Huang,
S., Cui, P. Z., Kai, W., George, Q.L. & Fu-Liang, H. 2014. Recent Advance in the Chemical Compoition of
Propolis. Moleculs Journal ISSN 1420-3049. (Intsr)
Jobo,
Fahrudin, Mufidah, Burhanuddin & Andi Ilham M. 2001. Buku Pengajaran Laboratorium Fitokimia 1 (Ekstraksi Komponen Kimia
Bahan Alam). Laboratorium Fitokimia FMIPA UNHAS : Makassar.
Jenkins,
G.L., Don, E.F., Edward,
A.B., Gleen, J.S.1957. Scoville’s The Art Of Compounding. McGraw-Hill Book Company, London
Kleinberg,
I. & Codipilly, M. 1997. The
Biological Basis of Oral Malodor Formation, In: Rosenberg M, Bad Breath Research Perspectives. 2ed.
Ramot Publishing-Tel Aviv University. Israel.
Loesche,
W.J. & De, B.E.H. 1997. Strategies to
Identify the main microbial contributors to oral malodor.In: Rosenberg M, Bad Breath Research Perspectives. 2ed.
Ramot Publishing-Tel Aviv University. Israel.
Michael,
and Ash, I. 1977. Formulary of Cosmetic
Preparation. Chemical Publishing Co. New York.
Nurcahyo,
H. 2008. Ilmu Kesehatan Jilid 1 untuk SMK.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan: Jakarta.
Permana,
A. D., Latifah, R., Marianti, A. M. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Propolis
Terhadap Radikal Bebas DPPH Dengan Variasi Jenis Pelarut. 2010. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Parolia,
A., Manuel, S. T., M. Kundabala & Mandakini, M. 2010. Propolis and its Potential Uses in Oral Health. International
Journal of Medicine and Medical Sciences Vol. 2(7). (Abstr)
Parrot,
L. E. 1983. Pharmaceutical Technologi
Fundamental Pharmaceutics. Lowa.
Pearce,
C. E. 2013. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Prayitno,
S. W. 2003. Periodontologi Klinik Fondasi
Kedokteran Gigi Masa Depan. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Prity,
Y.D.J. 2014. Pengaruh Berkumur dengan
Propolis Konsentrasi 5%, 10%, 15% dalam Menghambat Terbentuknya Plak Gigi pada
Mahasiswa Kedokteran Gigi Angkatan 2010. Jurnal Penelitian Universitas
Muhamadiyah Surakarta. (Abstr).
Puji,
R., Ritongan, H., dan Uslinawaty, Z. 2014. Properties
And Flavonoids Content In Propolis Of Some Extraction Method Of Raw Propolis.
International Journal Of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. ISSN.
10975-1491.
Rowe,
Paul and Sian (Ed). 2006. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 5th edition. Pharmaceutical Press.
USA.
Sarwono,
B. 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan
Praktis Lebah Madu Upaya Memulai dan Mengelola Peternakan Lebah Madu Secara
Tepat. Argo Medika Pustaka. Jakarta.
Sobir,
A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid
Propolis Trigona sp. Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans (In Vitro) .
Majalah Kedokteran Gigi Vol. 38 No. 3 Juli-September. (Abstr).
Suranto,
A. 2007. Terapi Madu. Trubus Swadaya.
Jakarta.
Suranto,
A. 2010. Dasyatnya Propolis untuk
Menggempur Penyakit. PT Argo Medika. Jakarta.
Sweetman,
C. S. (Ed). 2009. Martindale The Complete
Drug Refrence 36th. Pharmaceutical Press. London.
Regezi,
A. J., James J. S. & Richard, C.K.
J. 2012. Oral Pathologi: Clinical
Phatologic Corelations. Library of Congress Cataloging. USA.
Troy,
D. (Ed). 2005. Remington : The Science
and Practice of Pharmacy 21th. Philadelphia College of Pharmacy
and Science. USA.
Widagdo
& Kristina. 2008. Volatile Sulfur
Compounds sebagai Penyebab Halitosis. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati. (Intsr)
Williams,
J. K. Cook, P.A. Isaacson & K.G. Thom. 2000. Alat-Alat
Ortodonsi Cekat, Prinsip dan Praktik, Alih Bahasa : Budi Susetyo. Penerbit
Kedokteran EGC. Jakarta.
Lampiran 2 : Perhitungan Bobot jenis
sediaan Mouthwash Ekstrak Propolis
A. Perhitungan
Bobot jenis
Rapatan Jenis (ρ) =
Bobot Jenis =
1.
Mouthwash Ekstrak Propolis Konsentrasi 1%
a. Bobot
Piknometer Kosong = 28,3 g
b. Bobot
Piknometer + Air = 53,6 g
c. Bobot
Piknometer + Sediaan = 54,2 g
d. Volume
Piknometer = 25 ml
Rapatan
Jenis (ρ) aquadest =
=1, 012 g/ml
Rapatan Jenis (ρ) sediaan
=
= 1,
036 g/ml
Bobot Jenis =
1, 023
2.
Mouthwash Ekstrak Propolis Konsentrasi 1%
a. Bobot
Piknometer Kosong = 28,3 g
b. Bobot
Piknometer + Air = 53,6 g
c. Bobot
Piknometer + Sediaan = 54,3 g
d. Volume
Piknometer = 25 ml
Rapatan Jenis (ρ) aquadest =
1, 012 g/ml
Rapatan Jenis (ρ) sediaan
=
=
1, 040 g/ml
Bobot Jenis =
1, 027
3.
Mouthwash Ekstrak Propolis Konsentrasi 3%
a. Bobot
Piknometer Kosong = 28,3 g
b. Bobot
Piknometer + Air = 53,6 g
c. Bobot
Piknometer + Sediaan = 54,3 g
d. Volume
Piknometer = 25 ml
Rapatan Jenis (ρ) aquadest =
1, 012 g/ml
Rapatan Jenis (ρ)
sediaan =
= 1, 048 g/ml
Bobot Jenis =
1, 035
Salam kenal mbak...
BalasHapusBisa minta sumber tulisan ini skripsinya siapa ya?
Alida