BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Air sangat
dibutuhkan oleh semua mahluk di dunia. Oleh karena itu peninjauan terhadap kualitas air yang bersih baik
secara fisika maupun secara kimia, seiring dengan
meningkatnya kebutuhan manusia. Berbagai upaya dilakukan untuk menyediakan air bersih
yang aman bagi kesehatan.
Air yang
sehat harus memenuhi empat kriteria parameter. Parameter pertama adalah
parameter fisik yang meliputi padatan terlarut, kekeruhan , warna, rasa, bau,
dan suhu. Parameter kedua adalah parameter kimiawi yang terdiri atas berbagai
ion, senyawa beracun, kandungan oksigen terlarut dan kebutuhan oksigen kimia.
Parameter yang ketiga adalah parameter biologis meliputi jenis dan kandungan
mikrooganisme baik hewan maupun tumbuhan. Parameter yang terakhir adalah parameter radioaktif
meliputi kandungan bahan – bahan radio aktif (Isra, 2011 dalam Kursusiarni,
2002).
Air
dikatakan memiliki kualitas yang baik jika tidak tercemar oleh zat-zat kimia
tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan baik pH, kesadahan,
terutama garam-garam atau ion-ion logam yang berbahaya bagi kesehatan seperti
Fe, Mg, K,Hg, Zn, Mn, Cl, Cr (M Fairuz dkk, 2015 dalam chandra, 2007).
Desa
Tamangapa merupakan salah satu Desa yang perlu diperhatikan kualitas airnya.
Desa ini terletak di Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi
Selatan yang sebagaian besar wilayahnya berada di daerah pesisir, sebelah utara
berbatasan dengan kelurahan Bonto Wa’Tewe kecamatan Segeri, sebelah selatan dengan
kelurahan Ma’rang kecamatan Ma’rang, sebelah timur dengan kelurahan Punranga
kecamatan Ma’rang dan sebelah barat dengan kecamatan Liukang Tupabiring. Data dari pemerintah
desa Tamangapa pada bulan Januari 2016
jumlah penduduk yang tercatat yaitu 3.390 orang.
Masyarakat
Desa Tamangapa mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam hal sumber daya air, menggunakan
fasilitas air yaitu air sumur dan air hujan, salah satu alasannya karena
pelayanan air bersih dari Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) belum menjangkau di
wilayah tersebut. Pada saat musim kemarau air sumur menjadi sumber air utama
masyarakat.
Dan
pada saat musim hujan masyarakat memanfaatkan air hujan dengan cara ditampung
pada tempat penampung air agar bisa dikonsumsi sebagai kebutuhan sehari-hari.
Diantara
sumur-sumur tersebut terdapat beberapa sumur yang tiap sumurnya digunakan oleh
3 sampai 4 rumah tangga. Namun yang menjadi permasalahan yaitu masyarakat
sekitar tidak tahu air sumur tersebut layak atau tidak untuk digunakan sebagai
sumber air bersih sehari- hari, karena air sumur yang digunakan oleh masyarakat
tersebut dari segi fisik berasa asin dengan berbusa dan terdapat endapan putih
pada saat digunakan mencuci, serta terdapat endapan kapur ketika dimasak.
Rasa
asin dalam air bersih (air sumur) disebabkan oleh keberadaan anion klorida
pembentuk natrium klorida. Klorida biasanya terdapat dalam
bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium
klorida (CaCl2).
Kadar maksimal klorida yang diperbolehkan untuk air
bersih atau air baku adalah 600 mg/liter (Permenkes RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990). Tentu saja keberadaan ion logam dapat menimbulkan
dampak negatif bagi kesehatan masyarakat baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Menurut Depkes(2002) kualitas air yang
kurang baik pada jangka pendek dapat mengakibatkan muntaber, diare, kolera,
tipus, atau disentri. Dalam jangka panjang, dapat mengakibatkan penyakit
keropos tulang, korosi gigi, anemia dan kerusakan ginjal. Kesehatan seseorang akan menjadi
baik jika lingkungan yang ada disekitarnya juga baik. Begitu juga sebaliknya ,
kesehatan seseorang akan menjadi buruk jika lingkungan yang ada
disekitarnya kurang baik.
Berdasarkan
uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui kualitas persyaratan kimia pada
air sumur di wilayah Desa Tamangapa Kecamatan Ma’rang dengan mengangkat judul “Analisis
Kadar Klorida (Cl-) Pada Air Sumur di Desa Tamangapa Kecamatan
Ma’rang”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi acuan
pembahasan yaitu”Berapa kadar klorida (Cl-) yang terkandung dalam
air sumur yang terletak di wilayah Desa Tamangapa.
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Untuk mengetahui kadar
klorida (Cl-) pada air sumur yang terletak di Desa Tamangapa.
2. Tujauan
Khusus Untuk mengetahui apakah kandungan kadar klorida (Cl-) pada
sumur yang terletak di wilayah Desa Tamangapa sesuai dengan permenkes
No.429/Per/Menkes/IV/2010 tentang air bersih.
D.
Manfaat
Penelitian
1. Untuk
masyarakat
Hasil
yang diperoleh dari penulisan ini diharapkan dapat membantu memberikan
informasi tentang kadar klorida dengan menggunakan metode analisis argentometri
pada air sumur.
2. Untuk
Akademik
Sebagai
sumbangsih ilmiah bagi almamater program studi D III Analis Kesehatan STIKes
Mega Rezky Makassar.
3. Untuk
Praktisi
Melalui
penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang
unsur klorida (Cl-) pada air sumur sehingga dapat membantu dalam
menegakan diagnosa penyakit.
4. Untuk
Penelitian
Dapat
memberikan pengalaman yang berharga khususnya dalam meningkatkan wawasan dalam
penelitian serta menambah pengetahuan tentang analisis kadar klorida (Cl-)
pada air sumur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum Tentang Air
Air
dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan
satu-satunya zat yang secara alami terdapat dipermukaan bumi dalam ketiga
wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus H2O yaitu
suatu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen
pada suatu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak
berbau pada kondisi standar.
Zat
kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk
melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa
jenis gas dan banyak macam molekul organik. Air disebut sebagai pelarut
universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam
kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat dibawah tekanan dan temperatur
standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen
(H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-)
(Isra, 2011 dalam Alfa, 2008).
Selanjutnya
yang dimaksud dengan air adalah air tawar yang tidak termasuk salju dan es. Di Indonesia
jumlah dan pemakaian air bersumber pada air tanah, air permukaan, dan air
atmosfer, yang ketersediaannya sangat ditentukan oleh air atmosfer atau sering
dikenal dengan air hujan (Isra, 2011 dalam Kusnoputrantono, 2007).
a.
Jenis-Jenis
Air
Mahkluk hidup tidak terlepas dari kebutuhan akan air. Manusia dalam
kehidupan sehari-hari memerlukan air untuk berbagai keperluan mulai dari air
minum, mencuci, mandi dan lain-lain. Sumber-sumber air tersebut adalah:
1.
Air permukaan
Air permukaan pada hakikatnya banyak tersedia di alam.Kondisi air permukaan
sangat beragam karena dipengaruhi oleh banyak hal yang berupa elemen
meteorologi, dan elemen daerah pengairan. Kualitas air permukaan tersebut,
tergantung dari daerah yang dilewati oleh aliran air. Pada umumnya kekeruhan
air permukaan cukup tinggi karena banyak mengandung lempung substansi
organik.sehingga ciri air permukaan yaitu melebihi padatan terendap (dissolved
solid) rendah, dan bahan tersuspensi (suspended solid) tinggi. Atas dasar
kandungan bahan terendap dan bahan tersuspensi tersebut maka kualitas air
sungai relatif lebih rendah daripada kualitas air danau, pond, rawa, reservoar.
Air permukaan tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, setelah
melalui proses tertentu.
2.
Air tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, terdapat diantara
butir-butir tanah atau dalam retakan bebatuan.Air tanah lebih banyak tersedia
daripada air hujan. Ciri-ciri air tanah yaitu memiliki suspended solids rendah
dissvolved solids tinggi. Dengan demikian maka permasalahan pada air tanah yang
mungkin timbul adalah tingginya angka kandungan total dissvolved solids (TDS),
besi, mangan, kesadahan. Air tanah dapat berasal dari mata air di kaki gunung,
atau sepanjang aliran sungai atau berasal dari air tanah dangkal dengan
kedalaman antara 15-30 meter, atau bahkan terkadang mencapai lebih dari 100
meter. Sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi akan menyerap kedalam
tanah dan akan menjadi air tanah.
Air tanah
dangkal terjadi karena daya proses peresapan air permukaan tanah, lumpur akan
tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih.
Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber air minum melalui sumur-sumur
dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya cukup dan
tergantung pada musim (Rifda.S, 2012 dalam Aswar, 2007).
Air tanah
dalam terdapat pada lapisan rapat air pertama dan kedalaman 100-300 meter.
Ditinjau dari segi kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal,
sedangkan kuantitasnya mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan sedikit
dipengaruhi oleh perubahan musim (Rifda.S, 2012 dalam Efendi, 2005).
3.
Air angkasa
Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju.
Air hujan jumlahnya sangat terbatas, dipengaruhi antara lain oleh musim,
jumlah, intensitas dan distribusi hujan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh
letak geografis suatu daerah dan lain-lain. Kualitas air hujan sangat
dipengaruhi oleh kualitas udara atau atmosfir di daerah tersebut.
Pencemaranyang mungkin timbul antara lain berupa debu, dan gas. Pada umumnya
kualitas air hujan relatif baik, namun kurang mengandung mineral dan sifatnya
mirip air suling. Air hujan biasanya banyak dimanfaatkan apabila sukar
memperoleh dan atau terkendala dengan air tanah serta air permukaan, pada
daerah bersangkutan. Pemanfaatan
air hujan tersebut biasanya bersifat individual. Caranya, air hujan yang berasal dari talang-talang rumah ditampung pada
tandon-tandon air yang telah dilengkapi dengan saringan sederhana (Yurman, 2009 dalam Setijo, 2002).
B. Persyaratan Kualitas Air
Parameter Kualitas Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia haruslah air
yang tidak tercemar atau memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis
(Notoatmodjo,2003). Standard kualitas air bersih dapat
diartikan sebagai ketentuan-ketentuan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.416/MEN.KES/PER/IX/1990 dan standar kualitas air minum
No.492/MENKES/PER/1V/2010 yang biasanya dituangkan dalam bentuk pernyataan atau
angka yang menunjukkan persyaratan–persyaratan yang harus dipenuhi agar air
tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta
gangguan dalam segi estetika.
1. Persyaratan fisik air
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416 tahun 1990 dan PerMenKes Nomor 492 tahun 2010 tentang persyaratan kualitas
air minum menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air yang mempunyai kualitas yang baik sebagai
sumber air minum maupun air baku (air bersih), antara lain harus memenuhi
persyaratan secara fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak
berwarna. Adapun sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya sebagai berikut :
a.
Jernih atau tidak keruh
Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari tanah
liat. Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin keruh. Air
dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan
yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor.
Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur,
bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang
tersuspensi.
Kekeruhan
pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air
bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika,
menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha
desinfeksi. Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan
laboratorium dengan metode Turbidimeter. Untuk standard air bersih kekeruhan
yang diperbolehkan maksimum 25 NTU dan ≤ 5 NTU untuk standar air minum.
b.
Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi
kesehatan. Warna di dalam air
terbagi dua, yakni warna semu (apparent color) adalah warna yang disebabkan
oleh partikel-partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir, dll), partikel halus
besi, mangan, partikel-partikel mikroorganisme, warna industri, dan lain-lain.
Yang kedua adalah warna sejati (true color) adalah warna yang berasal dari penguraian zat organik
alami, yakni humus, lignin, tanin dan asam organik lainnya. Penghilangan warna
secara teknik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya: koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filtrasi, oksidasi, reduksi, bioremoval, terapan
elektro, dsb. Tingkat zat warna air dapat diketahui melalui pemeriksaan
laboratorium dengan metode fotometrik. Untuk standard air bersih diharapkan zat
warna ≤ 50 TCU dan
untuk standar air minum maksimum 15 TCU kandungan zat warna.
c.
Rasanya tawar
Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukan air tersebut tidak
baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam
air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.
d.
Tidak berbau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari
dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami
dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. Bau
dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan oleh adanya
bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme nmikroskopik,
serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan– bahan yang
menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan
rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Karena pengukuran bau dan rasa
ini tergantung pada reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak.
Untuk standard air minum dan air bersih diharapkan air tidak berbau dan tidak
berasa .
e.
Temperaturnya normal
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi
pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat membahayakan
kesehatan dan menghambat pertumbuhan mikro organisme. Temperatur
air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat pula
mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama apabila temperatur
sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah ±3ºC suhu udara disekitarnya
yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim setempat atau jenis dari
sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air. Disamping itu, temperatur
pada air mempengaruhi secara langsung toksisitas. Banyaknya bahan kimia
pencemar, pertumbuhan mikroorganisme, dan virus. Temperatur
atau suhu air diukur dengan menggunakan termometer air.
f.
Tidak mengandung zat padatan
Air minum mengandung zat padatan yang terapung di dalam air. Zat
Padat Terlarut (TDS) dan Residu Tersuspensi (TSS) Muatan padatan terlarut
adalah seluruh kandungan partikel baik berupa bahan organik maupun anorganik
yang telarut dalam air. Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan
alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan dapat meningkatkan
kekeruhan selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air
dan akhirnya akan berpengaruh terhadap proses fotosíntesis di perairan.
Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui
ukuran/diameter partikel-partikelnya.
2. Persyaratan kimia
Air bersih yang baik adalah air
yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi
kesehatan antara lain Besi (Fe), Flourida (F), Mangan ( Mn ), Derajat keasaman
(pH), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan zat-zat kimia
lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari
hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan untuk standar baku
mutu air minum dan air bersih.
a)
pH netral
Derajat keasaman air minum harus netral, tidak boleh bersifat asam atau
basa. Contoh air yang terasa asam adalah air gambut. Air murni mempunyai pH 7.
apabila pH di bawah 7 air bersifat asam, sedangkan di atas 7 berarti bersifat
basa (rasanya pahit).
b)
Tidak mengandung zat kimia beracun
Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti
sianida, sulfida, fenolik. Tidak mengandung garam atau ion-ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K,Hg, Zn, Mn,
Cl, Cr dan lain-lain.
c)
Kesadahan rendah
Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-garam yang terlarut di dalam
air terutama Ca dan Mg.
d)
Tidak mengandung bahan organik
Kandungan bahan organik dalam air dapat terurai menjadi zat-zat yang
berbahaya bagi kesehatan. Bahan-bahan organnik itu seperti NH4, H2S,
SO42- dan NO3- (Rifda, 2012 dalam Kusnaedi,2002).
e)
Klorida (Cl)
Kadar
klorida umumnya meningkat seiring dengan meningkatnya kadar mineral. Kadar
klorida yang tinggi, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga
tinggi, dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Hal ini mengakibatkan
terjadinya perkaratan peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/l dapat
memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas klorida
untuk suplai air, yaitu sebesar 250 mg/l (Effendi, 2003).
f) Besi
(Fe) dan Mangan (Mn)
Air sumur, terutama sumur pantek,
pada umumnya mengandung besi (iron, Fe) dan mangan (Mn). Kandungan besi dan
mangan dalam air berasal dari tanah yang memang mengandung banyak kandungan
mineral dan logam yang larut dalam air tanah. Besi larut dalam air dalam bentuk
fero-oksida. Kedua jenis logam ini, pada konsentrasi tinggi menyebabkan bercak
noda kuning kecoklatan untuk besi atau kehitaman untuk mangan, yang mengganggu
secara estetika. Kandungan kedua logam ini meninggalkan endapan coklat dan
hitam pada bak mandi, atau alat-alat rumah tangga.
Air yang mengandung besi atau
mangan menyebabkan pakaian menjadi kusam setelah dicuci. Sebenarnya tidak
terlalu sulit untuk mengurangi atau menghilangkan kedua jenis logam tersebut
dari air, keduanya teroksidasi apabila berkontak dengan udara. Besi teroksidasi
menjadi feri-oksida yang bisa mengendap, demikian juga mangan.
g) Kesadahan
(CaCO3)
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air
akan menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan
karena dapat merusak peralatan yang
terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi), juga dapat
menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. Kesadahan yang tinggi di
sebabkan sebagian besar oleh Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum.
Masalah yang timbul adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat tidak
suka memanfaatkan penyediaan air bersih tersebut.
h) Nitrat
(NO3-N) dan Nitrit (NO2-N)
Nitrit merupakan turunan dari
amonia. Dari amonia ini, oleh bantuan bakteri Nitrosomonas sp, diubah
menjadi nitrit. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan biasanya merupakan
keadaan sementara proses oksidasi antara amonia dan nitrat. Keadaan nitrit
menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik dengan
kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil
karena segera dioksidasi menjadi nitrat
i)
Kebutuhan Oksigen
Biokimia (BOD)
Pengukuran BOD diperlukan untuk
menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau Rata-rata
industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang
tercemar tersebut. Semakin banyak Kandungan BOD maka, jumlah bakteri semakin
besar. Tingginya kadar BOD dalam air menunjukkan kandungan zat lain juga
kadarnya besar secara otomatis air tersebut di kategorikan tercemar.
j)
Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
COD merupakan jumlah oksigen
yang diperlukan agar bahan
buangan yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi.
buangan yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi.
k) Oksigen Terlarut (DO)
DO (Dissolved oxygen) DO adalah
kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan DO dapat diakibatkan oleh
pencemaran air yang mengandung bahan organik sehingga menyebabkan organisme air
terganggu. Semakin kecil nilai DO dalam air, tingkat pencemarannya semakin
tinggi. DO penting dan berkaitan dengan sistem saluran pembuangan maupun
pengolahan limbah.
l)
Fluorida (F)
Sumber fluorida di alam adalah
fluorspar (CaF2), cryolite (Na3AlF6), dan fluorapatite. Keberadaan fluorida
juga dapat berasal dari pembakaran batu bara. Fluorida banyak digunakan dalam
industri besi baja, gelas, pelapisan logam, aluminium, dan pestisida. Sejumlah
kecil fluorida menguntungkan bagi pencegahan kerusakan gigi, akan tetapi
konsentrasi yang melebihi kisaran 1,7 mg/liter dapat mengakibatkan pewarnaan
pada enamel gigi, yang dikenal dengan istilah mottling. Kadar yang berlebihan
juga dapat berimplikasi terhadap kerusakan pada tulang.
m) Seng
(Zn)
Kelebihan seng (Zn) hingga dua
sampai tiga kali akan menurunkan absorbsi tembaga. Kelebihan sampai sepuluh
kali akan mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan
tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis konsumsi seng (Zn)
sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan
yang sangat, anemia, da gangguan reproduksi. Suplemen seng (Zn) bisa
menyebabkan keracunan, begitupun makanan yang asam dan disimpan dalam kaleng
yang dilapisi seng (Zn) (Rifda, 2012 dalam Almatsier, 2001).
n) Sulfat
(SO4)
Sulfat merupakan senyawa yang
stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida paling tinggi dari unsur
belerang. Sulfat dapat dihasilkan dari oksida senyawa sulfida oleh bakteri.
Sulfida tersebut adalah antara lain sulfida metalik dan senyawa organosulfur.
Sebalikya oleh bakteri golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat direduksi
menjadi asam sulfida.Secara kimia sulfat merupakan bentuk norganik daripada
sulfida didalam lingkungan aerob. Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada
secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry
dan limbah laboratorium. Selain itu dapat juga berasal dari oksidasi senyawa
organik yang mengandung sulfat adalah antara lain industri kertas,tekstil dan
industri logam.
o) Zat Organik
Kandungan bahan organik dalam air
secara berlebihan dapat terurai menjadi zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan.
C.
Tinjauan
Umum Tentang Klorida
Klorida adalah
ion yang terbentuk dari unsur klor yang mendapatkan satu elektron untuk
membentuk suatu anion atau ion yang bermuatan negative (Cl-). Kata
klorida dapat pula diartikan sebagai senyawa kimia dimana satu atau lebih atom
klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul. Tingkat toksisitas klorida
tergantung pada gugus senyawanya, misalnya Natrium Klorida (NaCl) sangat tidak
beracun, tetapi karbonil khlorida sangat beracun.
Klor di dalam
air berbentuk ion klorida (Cl-) yang merupakan salah satu senyawa umum yang terdapat pada
perairan alam. Senyawa-senyawa klorida tersebut mengalami proses disosiasi
dalam air membentuk ion. Ion klorida pada dasarnya mempunyai pengaruh kecil
terhadap sifat-sifat kimia dan biologi perairan. Kation dari garam-garam
klorida dalam air terdapat dalam keadaan mudah larut. Ion klorida secara umum
tidak membentuk senyawa kompleks yang kuat dengan ion-ion logam. Tetapi
kelebihan garam klorida dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena
itu sangat penting dilakukan analisa terhadap klorida, karena kelebihan klorida
dalam air akan menyebabkan noda berwarna putih di pinggiran badan air (Ni putu
dkk, 2014 dalam Rukaesih, 2002).
Kebanyakan
klorida larut dalam air. Seperti Merkurium (I) klorida (HgCl2),
perak klorida (AgCl), timbal klorida (PbCl2) merupakan senyawa yang
sedikit larut dalam air dingin tetapi mudah larut dalam air mendidih. Sedangkan
tembaga (I) klorida (CuCl), bismuth oksiklorida (BiOCl), stibium oksiklorida
(SbOCl) bersifat tidak larut dalam air. Klorida berdampak buruk bagi kesehatan jika
melebihi dari batas maksimum. Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 menetapkan
untuk air minum batas maksimum klorida adalah 250 mg/L, dan juga untuk air
bersih Permenkes RI NO.416/MENKES/PER/IX/1990 menetapkan kadar klorida pada air
bersih yaitu 600 mg/L. Terkena kontak dengan kulit menyebabkan iritasi dan
terkena kontak dengan mata menyebabkan pandangan kabur (Niputu dkk, 2014 dalam Badan
POM RI, 2010).
1.
Sifat-Sifat
Klorida
Kebanyakan klorida larut dalam
air, seperti Merkurium(I)Klorida, (Hg2Cl2), Perak
Klorida, (AgCl), Timbel Klorida, (PbCl2) yang ini larut sangat
sedikit dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air mendidih, sedangkan
tembaga (I) klorida, (CuCl), bismut oksiklorida, (BiOCl), stibium oksiklorida,
(SbOCl), dan Merkurium (II) oksiklorida, (Hg2OCl2), tak
larut dalam air (Titis, 2009 dalam Achmad, 2004)
2. Manfaat Klorida
Klorida pada
umumnya beredar bersama sodium dan air untuk menjaga tingkat tekanan osmosis
dalam cairan tubuh. Klorida juga menjadi bagian penting dalam asam lambung yang
berupa asam hidroklorida (HCl) dimana asam lambung ini merupakan salah satu
bagian utama dalam sistem pencernaan manusia. Tingkat keasaman tubuh juga
selalu dijaga dengan baik oleh kadar klorida. Ginjal akan menentukan apakah
perlu membuang klorida, yang berupa sodium klorida yang masuk melalui sistem
pencernaan, atau menyimpannya demi menyeimbangkan keasaman tubuh.
Diduga
klorida juga membantu hati memproses pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan
oleh tubuh. Selain itu, klorida juga membantu tubuh dalam membuang zat
karbondioksida yang bersifat merusak kesehatan. Proses ini sendiri sangatlah
kompleks dimana klorida mengubah karbondioksida menjadi substansi bernama
karbonat yang lebih mudah luruh ke dalam darah. Oksigen dan karbondioksida
adalah contoh bentuk unsur atau senyawa yang tidak mudah diluruhkan ke dalam
cairan darah manusia. Pada ilmu kimia anorganik telah dikenal lebih dari
seratus unsur (ion). Tetapi dari hasil penelitian, hanya beberapa ion saja yang
ada hubungannya dengan metabolisme tubuh.
Klorida
digunakan secara luas dalam pembuatan banyak produk sehari-hari. Klorida juga
digunakan secara besar-besaran pada pembuatan kertas, zat pewarna, tekstil,
produk olahan minyak bumi, obat-obatan, antiseptik, insektisida, makanan,
pelarut, cat, plastik, dan banyak produk lainnya.
Kebanyakan
klorida diproduksi untuk digunakan dalam pembuatan untuk senyawa klorin untuk
sanitasi, pemutihan kertas, desinfektan dan proses tekstil. Kerugian dari penggunaan
senyawa klorida dapat mengiritasi sistem pernapasan, dalam bentuk gas dapat
mengiritasi lapisan lendir dan dalam bentuk cair bisa membakar kulit (Titis,
2009 dalam Gabriel, 2001).
3.
Dampak
Negatif Klorida Dalam Air
Dampak Cl-
dalam tubuh jika berlebihan dapat menyebabkan kanker kandung kemih, dubur, usus
besar dan saluran pencernaa khususnya pada organ lambung akan mengalami
kerusakan akibat berlebihan asam klorida yang mengarah iritasi pada dinding
lambung, merusak jaringan pada tubuh, bakteri akan mati, menyebabkan maag (luka
pada lambung), nyeri ulu hati, sakit kepala, dan dapat merusaka mata. Menurut
Amijaya (2009) individu yang meminum air mengandung
klorida berlebih beresiko lebih besar terkena kanker kandung kemih, dubur, dan
usus besar. Sedangkan wanita hamil dapat menyebabkan melahirkan bayi cacat
dengan kelainan otak atau urat syaraf tulang belakang, berat bayi lahir rendah,
kelahiran prematur atau bahkan mengalami keguguran. Selain itu studi efek
klorin pada binatang ditemukan pula kemungkinan kerusakan ginjal dan hati.
Adapun alasan klorida tidak boleh
lebih dalam air yaitu:
a. Klor
dapat terikat senyawa organik berbentuk (Cl-HC) dan bersifat karsinogenik.
b. nilai
sisa klor harus pas, tidak boleh berlebih karena akan bereaksi dengan metil
(sisa dekomposisi) yang akan terbentuk Tri halo metan (THM) yang menyebabkan
kanker kandung kemih.
c. Klorin
dinilai mengandung kadar racun yang tinggi, baik berbentuk gas maupun cairan,
dan digolongkan sebagai bahan kimia yang mampu mengakibatkan kematian atau
cacat tetap dari penggunaan yang normal (setiap hari pada industri) sekalipun.
d. Keberadaa
ion Cl- dalam air akan berpengaruh terhadap tingkat keasinan air.
Semakin tinggi konsentrasi Cl-, berarti semakin asin air dan semakin
rendah kualitasnya. (Kadar klorida maksimal yang diperbolehkan pada air minum
yaitu 250 mg/L).
e. Klorin
sangat mudah menguap dan sangat mudah bereaksi dengan air. Kandungan air di
udara khususnya di atmosfer mengakibatkan zat klorin mudah menguap yang berupa penguapan air laut yang membawa
zat klorin (Cl-) sehingga lapisan ozon pun mudah juga berlubang.
f. Supaya
bisa dipakai, klorin sering dikombinasikan dengan senyawa organik (bahan kimia
yang mempunyai unsur karbon) yang biasanya menghasilkan organoklorin. Organoklorin
itu sendiri adalah senyawa kimia yang beracun dan berbahaya bagi kehidupan
karena dapat terakumulasi dan persisten di dalam tubuh makhluk hidup.
4.
Mekanisme
kerja klorida dalam tubuh sehingga berbahaya
Setiap zat kimia pada dasarnya
adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara
pemberian. Salah satu pernyataan Paracelsus menyebutkan “semua substansi adalah
racun; tiadak yang bukan racun. Pada tahun 1564 Paracelsus telah meletakkan
dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis menentukan apakah
suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum) Pernyataan Paracelcus
tersebut sampai saat ini masih relevan. Sekarang dikenal banyak faktor yang
menyebabkan keracunan, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang paling
penting. salah satunya keracunan klorida dalam dosis yang melebihi ambang batas
yang dikonsumsi melalui makanan maupun minuman. mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup yang akan menyebabkan organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang
di timbulkannya.
Mekanisme kerja zat kimia (ion
klorida) yang berbahaya didalam tubuh meliputi tahap absorpsi zat, distribusi
zat yang bersifat toksik dan metabolisme (biotransformasi).
a. Proses absorpsi
toksikan dalam tubuh dapat melalui
saluran pencernaan, saluran pernafasan (paru) dan kulit.
1) Saluran pencernaan
Banyak
toksikan dapat masuk ke saluran cerna bersama makanan dan air minum, atau
secara sendiri sebagai obat atau zat kimia lain. Kecuali zat yang kaustik atau
amat merangsang mukosa, sebagian besar toksikan tidak menimbulkan efek toksik
keuali kalau mereka diserap. Absorpsi dapat terjadi di seluruh saluran cerna.
Misalnya, zat kimia tertentu seperti ion klorida yang dikonsumsi akan diserap
di sana.
Lambung
merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk asam-asam lemah yang
akan berada dalam bentuk non-ion yang larut lipid dan mudah berdifusi.
Sebaliknya, basa-basa lemah akan sangat mengion dalam getah lambung yang
bersifat asam dan karenanya tidak mudah diserap. Perbedaan dalam absorpsi ini
diperbesar lagi oleh adanya plasma yang beredar. Asam-asam lemah terutama akan
berada dalam bentuk ion yang terlarut dalam plasma dan diangkut, sementara basa
lemah akan berada dalam bentuk ion-ion dan dapat berdifusi kembali ke lambung.
Meskipun memiliki banyak asam klorida adalah salah satu asam yang kuat, pada
asam kuat ini berisi atom-atom seperti atom hydrogen dan atom klorin disetiap
molekulnya.
Asam
klorida memiliki sifat korosif yang dimana sifat itu dapat merusak
jaringan-jaringan pada tubuh manusia, asam klorida dalam pencernaan membantu memecahkan makanan sehingga mudah
dicerna. Namun jika kandungan asam klorida terlalu banyak malah dapat merusak
jaringan pencernaaan yang menyebabkan penyakit maag karena rasa perih yang
dirasakan oleh lambung yang sifatnya terlalu asam. Seperti halnya asam klorida
terlalu banyak dilambung akan membuat ulu hati merasa sakit karena asam lambung
yang meningkat akan naik kedalam ulu hati yang merasakan sakit dan pedih akibatnya
nafas juga akan kesulitan. Hal ini menyebabkan rasa pusing karena otak adalah
bagian yang sangat penting yang dapat merespon apa saja yang terjadi dibagian
tubuh itu artinya jika lambung merasa sakit maka otak akan merasa sakit pula
dan otak akan meresponnya dengan mengeluarkan rasa sakit pada kepala.
Dalam
usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion dan karenanya tidak
mudah diserap. Namun, sesampai di darah, mereka mengion sehingga tidak mudah
berdifusi kembali. Sebaliknya, basa lemah terutama akan berada dalam bentuk
non-ion sehingga mudah diserap. Dalam usus, terdapat system transport carrier untuk absorpsi zat makanan seperti monosakarida, asam amino, dan
unsur lain seperti besi, kalsium, dan natrium. Namun, beberapa toksikan,
misalnya asam klorida, 5-flourourasil, talium, dan timbal dikenal dapat diserap
dari usus dengan system transport aktif yang dapat memasuki sel usus lewat
pinositosis.
2)
Saluran Napas
Tempat utama bagi absorpsi di saluran
napas adalah alveoli paru-paru. Ini terutama berlaku untuk asam klorida gas,
ini juga berlaku untuk uap cairan misalnya benzene dan karbon tetraklorida. Misalnya
karbon monoksida, oksida nitrogen, dan belerang dioksida, Kemudahan absorpsi
ini berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran darah, dan
dekatnya darah dengan udara alveoli. Laju absorpsi bergantung pada daya larut
gas dalam darah: semakin mudah larut, semakin cepat absorpsi.
Namun keseimbangan antara udara dan
darah ini lebih lambat tercapai untuk zat kimia yang mudah larut, Ini terjadi
karena suatu kimia yang lebih mudah larut akan lebih mudah larut dalam darah.
Karena udara alveolar hanya dapat membawa zat kimia dalam jumlah terbatas, maka
diperlukan lebih banyak pernapasan dan waktu lebih lama untuk mencapai
keseimbangan. Bahkan diperlukan waktu lebih lama lagi kalau zat kimia itu juga
diendapkan dalam jaringan lemak.
Di samping gas dan uap asam klorida cair
dan partikel-partikel di udara dapat juga diserap. Umumnya, partikel besar
(> 10 µm) tidak memasuki saluran napas; kalaupun masuk, mereka diendapkan di
hidung dan dienyahkan dengan diusap, dihembuskan, dan berbangkis. Partikel yang
sangat kecil (< 0,01 µm) lebih mungkin terbuang ketika kita menghembuskan
napas. Partikel berukuran 0,01-10 µm diendapkan di nasofaring dan diserap lewat
epitel di daerah ini atau lewat epitel saluran cerna setelah mereka tertelan
bersama lendir. Partikel-partikel yang lebih kecil diendapkan dalam trakea,
bronki, dan bronkioli, lalu ditangkap oleh silia di mukosa atau ditelan oleh
fagosit. Partikel-partikel yang dilempar ke atas oleh silia akan dibatukkan
atau ditelan. Fagosit yang berisi partikel-partikel akan diserap ke dalam
system limfatik. Beberapa bebas dapat juga masuk ke saluran limfa.
Partikel-partikel yang dapat larut mungkin diserap lewat epitel ke dalam darah.
3) Kulit
Umumnya, kulit relatif impermeable, dan
karenanya merupakan sawar (barrier) yang baik yang memisahkan organisme itu
dari lingkungannya. Namun, beberapa zat kimia dapat diserap lewat kulit dalam
jumlah cukup banyak sehingga menimbulkan efek sistemik. Suatu zat kimia salah
satunya klorida dapat diserap lewat folikel rambut atau lewat sel-sel kelenjar
keringat atau sel kelenjar sebasea. Tetapi penyerapan lewat jalur ini kecil
sekali sebab struktur ini hanya merupakan bagian kecil permukaan kulit. Maka
absorpsi zat kimia di kulit sebagian besar adalah menembus lapisan kulit yang
terdiri atas epidermis dan dermis.
Fase
pertama absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat epidermis yang merupakan
sawar terpenting, terutama stratum korneum. Stratum korneum terdiri atas
beberapa lapis sel mati yang tipis dan rapat, yang berisi bahan (protein
filamen) yang resisten secara kimia. Sejumlah kecil zat-zat polar tampaknya
dapat berdifusi lewat permukaan luar filamen protein stratum korneum yang
terhidrasi; zat-zat nonpolar melarut dan berdifusi lewat matriks lipid di
antara filamen protein. Stratum korneum manusia berbeda struktur dan sifat
kimianya dari satu bagian tubuh ke bagian lainnya, ini tercermin dari perbedaan
permeabiitasnya terhadap zat-zat kimia. Misalnya, skrotum mudah dilewati
toksikan, kulit perut lebih sulit, dan telapak kaki dan tangan sangat sulit
dilewati (Zbinden, 1976).
Fase
kedua absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat dermis yang mengandung
medium difusi yang berpori, nonselektif, dan cair. Oleh karena itu, sebagai
sawar, dermis jauh kurang efektif dibandingkan stratum korneum. Akibatnya,
abrasi atau hilangnya stratum korneum menyebabkan sangat meningkatnya absorpsi
perkutan. Zat-zat asam, basa, dan gas mustard juga akan menambah absorpsi
dengan merusak sawar ini. Beberapa pelarut, terutama dimetil sulfoksid (DMSO),
juga meningkatnya permeabilitas kulit.
b. Proses
distribusi
Setelah suatu zat kimia memasuki
darah, ia didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh. Laju distribusi ke
tiap-tiap alat tubuh berhubugan dengan aliran darah di alat tersebut, mudah
tidaknya zat kimia itu melewati dinding kapiler dan membrane sel, serta
afinitas komponen alat tubuh terhadap zat kimia itu.
1) Sawar
Sawar darah otak terletak di dinding
kapiler. Di sana sel-sel endotelial kapiler bertaut rapat sehingga hanya
sedikit atau tak ada pori-pori di antara sel-sel itu (Bradbury, 1984). Jadi
toksikan harus melewati endotelium kapiler itu sendiri. Tiadanya versikel dalam
sel-sel ini menyebabkan kemampuan transpornya lebih rendah lagi. Akhirnya,
kadar protein cairan interstisial otak rendah, berbeda dengan kadarnya dalam
alat-alat tubuh lain; oleh karena itu mekanisme transfer toksikan dari darah ke
otak bukan melalui pengikatan protein.
Dengan demikian penetrasi toksikan ke
dalam otak bergantung pada daya larut lipidnya. Contoh mencolok adalah
keracunan klorida yang berlebihan didalam tubuh dan metilmerkuri yang mudah
memasuki otak dengan toksisitas utama pada system saraf pusat. Sebaliknya
senyawa kimia anorganik tidak larut dalam lipid, tidak mudah memasuki otak, dan
toksisitas utamanya bukan di otak, tetapi di ginjal karena air seni mudah
melarutkan senyawa anorganik.
Sawar plasenta berbeda secara anatomic di antara berbagai spesies hewan. Pada
beberapa spesies, terdapat enam lapis sel antara janin dan darah ibu, sementara
pada spesies lain hanya ada satu lapis. Selain itu, jumlah lapisan itu mungkin
berubah bersamaan dengan bertambahnya umur kehamilan. Meskipun hubungan antara
jumlah lapisan plasenta dengan permeabilitasnya perlu dipastikan, sawar
plasenta ternyata dapat menghalangi transfer toksikan ke janin sehingga sampai
batas tertentu dapat melindungi si janin. Tetapi, kadar suatu toksikan
misalnya, klorida mungkin lebih tinggi dalam alat tubuh tertentu pada janin,
misalnya otak, karena kurang efektifnya sawar darah-otak janin.
Sawar lain juga terdapat dalam alat-alat
tubuh seperti mata dan testis. Selain itu, eritrosit ternyata punya peran
khusus dalam distribusi toksikan tertentu. Misalnya, membrannya bertindak
sebagai sawar terhadap penetrasi senyawa klorida. Selain itu, sitoplasma
eritrosit mempunyai afinitas terhadap senyawa ini. Karena faktor-faktor ini,
kadar senyawa klorida dalam eritrosit hanya sekitar setengah dari kadarnya
dalam plasma (WHO, 1976).
2) Pengikatan
dan Penyimpanan
Seperti terlihat di atas, pengikatan
suatu zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan lebih tingginya kadar dalam
jaringan itu. Ada dua jenis utama ikatan. Ikatan jenis kovalen bersifat tidak
reversibel dan, umunya berhubungan dengan efek toksik yang penting. Ikatan
nonkovalen biasanya merupakan yang terbanyak dan bersifat reversibel. Karena
itu, proses ini berperan penting dalam distribusi toksikan ke berbagai alat tubuh
dan jaringan. Ada beberapa jenis ikatan nonkovalen seperti digambarka oleh
Guthrie (1980).
Protein
plasma dapat mengikat komponen fisiologik normal dalam tubuh di
samping banyak senyawa asing lainnya. Sebagian besar senyawa asing ini terikat
pada albumin dan karena itu tidak dengan segera tersedia untuk didistribusi ke
ruang ekstravaskuler. Namun, karena pengikatan ini reversibel, bahan kimia yang
terikat itu dapat lepas dari protein sehingga kadar bahan kimia yang bebas
meningkat, dan kemudian mungkin melewati kapiler endotelium.
Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk
mengikat zat-zat kimia. Ciri ini mungkin berhubungan dengan fungsi metabolik
dan ekskretorik mereka. Dalam alat-alat tubuh ini telah dikenal berbagai
protein yang memiliki sifat pengikatan khusus, seperti misalnya natrium yang
penting untuk mengikat klorida dalam hati dan ginjal, dan barangkali juga untuk
transfer logam dari hati ke ginjal. Pengikatan suatu zat dapat dengan cepat
menaikkan kadarnya dalam organ tubuh. Misalnya, 30 menit setelah pemberian
dosis tunggal natrium klorida, kadarnya dalam hati 50 kali lebih tinggi
daripada kadarnya dalam plasma.
Tulang merupakan tempat penimbunan
utama untuk toksikan fluorida, timbal, dan stronsium. Penimbunan ini terjadi dengan
cara penyerapan silang antara toksikan dalam cairan interstisial dan kristal
hidroksiapatit dalam mineral tulang. Karena ukuran dan muatan yang sama, F-
dengan mudah menggantikan OH-, dan kalsium digantikan oleh timbal
atau stronsium. Zat-zat yang ditimbun ini akan dilepaskan lewat pertukaran ion
dan dengan pelarutan kristal tulang lewat aktivitas osteoklastik.
c. Metabolisme
(Biotransformasi)
Setelah diabsorpsi, toksikan terdistribusi ke
berbagai organ tubuh, termasuk organ ekskresi, sehingga siap dikeluarkan dari
tubuh. Banyak zat kimia menjalani biotransformasi (transformasi metabolik) di
dalam tubuh. Tempat yang terpenting untuk proses ini adalah hati; proses ini
terjadi juga di paru-paru, lambung , usus, kulit, dan ginjal.
D.
Tinjauan
Umum Tentang Metode Analisis
1. Pengertian
Argentometri
Pengukuran
kadar klorida penting Dilakukan untuk mengetahui kadar klorida di dalam air dan
menjaga agar tidak melampaui dari ambang batas. Pengukuran kadar klorida salah
satunya titrasi Argentometri. Titrasi Argentometri merupakan titrasi
pengendapan. Titrasi pengendapan merupakan reaksi titran dengan titrat
membentuk endapan yang sukar larut seperti misalnya ion klorida dititrasi
dengan larutan perak nitrat (AgNO3) membentuk endapan perak klorida
(AgCl) berwarna putih. Pengendapan dalam titrasi pengendapan dipengaruhi oleh
pH maupun adanya komplekson (Widodo dkk, 2010).
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini
adalah ion halida (Cl-, Br-, I-) (Ni putu dkk,
2014 dalam Khopkar, 2008).
Argentometri adalah titrasi pengendapan yang menggunakan reagen
pengendap perak nitrat untuk analisis halogen, anion-anion mirip halogen (SCN-,
CN-, CNO), asam lemak, dan beberapa anion anorganik divalent. Titrasi Argentometri
juga dapat diartikan titrasi yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-,
Br-, I-) atau anion lainnya (CN-, CNS-)
dengan ion Ag+ (argentum) dari perak nitrat dan membentuk endapan
perak halida.
Dasar
titrasi Argentometri adalah reaksi pengendapan dimana zat yang hendak
ditentukan kadarnya di endapkan oleh larutan baku perak nitrat (AgNO3)
dan indikator kromat. Zat tersebut misalnya garam-garam halogenida (Cl, Br, I),
sianida, tiosianida dan fosfat. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya
endapan berwarna. Prinsip titrasi pengendapan yaitu titrasi pengendapan dimana
zat yang hendak diketahui kadarnya bereaksi dengan zat peniter membentuk
senyawa yang sukar larut dalam air (Widya, 2014 dalam Hefni, 2003).
Titrasi
Argentometri memiliki 3 metode umum yaitu : metode Mohr; metode Fajans; dan
metode Volhard. Metode Mohr adalah metode :
d.
Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan
untuk menitrasiion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran
dan K2CrO4 sebagai indikator.Titik akhir titrasi
ditandai denga adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning
coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4,
saat hampir mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan
menjadi AgCl. Metode Mohr adalah metode yang digunakan dalam
pengukuran kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan
standar perak nitrat (AgNO3) dan penambahan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator.
Titrasi dalam suasana asam menyebabkan perak kromat larut karena terbentuk
dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida.
Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak (Ag+),
maka ion kromat akan bereaksi dengan perak (Ag) berlebih membentuk endapan
perak kromat (Ag2CrO4) yang berwarna coklat/merah bata
sebagai titik akhir titrasi (Ni putu dkk, 2014 dalam Khopkar, 2008).
Titrasi Mohr terbatas pada
larutan-larutan dengan harga pH dari kira-kira 6-10. Perak tidak dapat ditetapkan
dengan titrasi menggunakan natrium klorida (NaCl) sebagai titran karena endapan
perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan
klorida dan bromida dalam suasana netral atau katalis dititrasi dengan larutan
titer perak nitrat (AgNO3) menggunakan indikator kalium kromat (K2CrO4).
Apabila ion klorida atau bromida
telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan
perak (Ag) berlebih membentuk endapan perak kromat (Ag2CrO4)
yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi. Kelebihan
indikator yang berwarna kuning akan mengganggu warna, ini dapat diatasi dengan
melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambahan
kalsium karbonat sebagai pengganti endapan perak klorida (AgCl).
e.
Metode Volhard
Metode
Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam larutan asam nitrat,
dengan menggunakan ion besi (III) untuk meneliti ion tiosianat berlebih. Metode
ini dapat dipergunakan untuk cara titrasi langsung dari perak, larutan
tiosianat standar atau untuk titrasi tak langsung dari ion klorida. Indikator
yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk
menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan
standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan KCNS,
dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk
warna merah darah dari Fe(SCN)3 (Ni putu dkk, 2014 dalam Khopkar,
2008).
Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag,
membentuk endapan putih. Konsentrasi indikator dalam
titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan
titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi. Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak
langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui
jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan
titrasi kembali dengan tiosianat baku.
Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan
keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena
ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut
dalam keadaan asam.
f.
Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan
(diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH. Cara kerja indikator adsorpsi
ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik
yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang
digunakan dalam titrasi ion klorida. Titrasi
Argentometri dengan metode Fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya
adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. Indikator
absorpsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan
timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen
antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik
ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah
tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl-
akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada
pada lapisan sekunder (Ni putu dkk, 2014 dalam Khopkar, 2008).
2. Kelebihan
dan Kekurangan Metode Argentometri
Adapun dalam
titrasi pengendapan terdapat kelebihan dan kekurangan yang signifikan,
diantaranya : Jumlah metode titrasi
pengendapan tidak sebanyak titrasi asam basa ataupun titrasi reduksi-oksidasi
(redoks). Kesulitan dalam mencari indikator yang sesuai dalam titrasi
pengendapan. Komposisi endapan pada titrasi pengendapan seringkali tidak
diketahui pasti, terutama jika terdapat efek kopresipitasi. Titrasi
Argentometri dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pembentukan endapan. Faktor-faktor tersebut yaitu, Temperatur,
Sifat alami pelarut, Pengaruh ion sejenis, Pengaruh pH , Pengaruh hidrolisis,
dan Pengaruh ion kompleks.
E.
Kerangka
Pikir
Air
sumur merupakan salah satu sumber air yang didapat di dalam tanah dangkal. Air
sumur dipilih oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya karena
mudah didapatkan. Meskipun air merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan
manusia, tetap air juga berpotensi sebagai media penularan penyakit. Banyak
negara saat ini menghadapi masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan
degradasi kualitas air. Mahalnya air bersih menyebabkan banyak penduduk sulit
memenuhi kebutuhan air bersih. Menurunnya kualitas air dapat menyebabkan
penyebaran berbagai penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular. Air
yang tercemar dapat menyebabkan keracunan pada manusia, misalnya akibat logam
berat industri. Logam tersebut dikeluarkan melalui saluran pencernaan, tetapi
sebagian akan terakumulasi dalam ginjal dan hati.
Air
yang memiliki kadar Cl- yang tidak memenuhi syarat bila terus
digunakan sebagai sumber kebutuhan dalam waktu lama akan menyebabkan penyakit
jika meminum air mengandung klorida berlebih beresiko lebih besar terkena
kanker kandung kemih, dubur, dan usus besar. Sedangkan wanita hamil dapat
menyebabkan melahirkan bayi cacat dengan kelainan otak atau urat syaraf tulang
belakang, berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur atau bahkan mengalami
keguguran. Selain itu studi efek klorin pada binatang ditemukan pula kemungkinan
kerusakan ginjal dan hati.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis penelitian adalah eksperimen yang
merupakan pengujian untuk mengetahui keberadaan kadar klorida pada air sumur
yang beredar di Desa Tamangapa dengan metode Argentometri.
B.
Waktu
dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Penelitian
Waktu penelitian
dilaksanakan pada tanggal 20-22 Juli Tahun 2016.
2. Lokasi
Sampling
Lokasi
pengambilan sampel yaitu di Desa Tamangapa Kecamatan Ma’rang.
3. Lokasi
Penelitian
Lokasi
penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia D III Analis Kesehatan STIKes
Mega Rezky Makassar.
C.
Definisi
Operasional
1. Kadar
klorida yaitu banyaknya zat atau kadar klorida yang terkandung dalam sampel
(air sumur) dimana penetapannya dengan menggunakan metode argentometri.
2. Air
sumur merupakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari
permukaan tanah. Yang terdapat di wilayah Desa Tamangapa yang merupakan daerah
pesisir.
D.
Populasi,
Sampel, Teknik Pengambilan Sampel dan Kriteria Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini
adalah air sumur yang terletak di Desa Tamangapa Kecamatan Ma’rang.
2. Sampel
Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah air sumur yang terletak di 4 Dusun Desa Tamangapa
(masing-masing 2 sampel air sumur setiap dusun). Dusun Bontopeo, Dusun Kalukue,
Dusun Kasuarang, dan Dusun Bawasalo.
3. Tehnik
pengambilan sampel
Tehnik
pengambilan sampel diambil secara purposive sampling.
4. Kriteria
sampel
Adapun kriteria sampel
yaitu secara fisik air sumur yang berasa asin.
E.
Variabel
Penelitian
1. Variabel
terikat
Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah kadar klorida
2. Variabel
bebas
Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah air sumur.
F.
Alat
dan Bahan
a) Alat
yang digunakan yaitu Buret 50 ml, statif dan klem, Labu takar 100 ml dan 1000
ml 2 buah, Gelas kimia 50 ml 3 buah , Pipet volume 1 ml dan 10 ml, Neraca
analitik, sendok tandu, ball pipet, Labu semprot, labu erlenmeyer 100 dan mL, 250
mL.
b) Bahan
yang digunakan yaitu Larutan perak nitrat AgNO3 0,0141 N, Larutan
natrium klorida (NaCl) 0,0141 N, Larutan
indikator kalium kromat (K2CrO4) 5 %, Tisue
gulung, label dan kertas timbang, Aquadest dan sampel air sumur.
G.
Prosedur
kerja
a.
Teknik
pengambilan sampling air keran sumur
Bersihkan
keran dari setiap benda yang menempel dengan menggunakan lap bersih, Membuka
keran sehingga air mengalir secara maksimal selama 1-2 menit setelah itu, mensterilkan
keran selama 1 menit dengan api dengan kapas yang dicelupkan kedalam alkohol
(kapas alkohol) dalam keadaan keran tertutup, Setelah pretreatmen selesai,
sudah bisa melakukan pengambilan sampel dengan membuka keran terlebih dahulu,
Membuka botol steril dari bungkusannya setelah itu, Mengisi air ke dalam botol
sambil memegang penutup yang masih terbungkus atau steril yang permukaannya
menghadap ke bawah kemudian, botol segera diletakan dibawah air keran dan sisakan
sedikit udara di dalam botol agar dapat dikocok pada saat akan diperiksa
(sebelum dianalisa) selanjutnya, ditutup tetapi bungkusan tutup botol dibuka
terlebih dahulu dan botol langsung ditutup, tahap terakhir botol yang telah
berisi sampel dibungkus kembali dengan menggunakan kertas kopi dan karet cahaya
tidak langsung mengenai sampel air tersebut.
b.
Penetapan
kadar klorida pada sampel
Uji kadar
klorida dengan tahap sebagai berikut :
1) Dipipet
10 mL sampel air sumur dan masukan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL.
2) Ditambahkan
0,5 mL larutan indikator K2CrO4 5%, dan kocok
hingga merata.
3) Dititrasi
dengan larutan AgNO3 0,0141 N sampai terbentuk warna kuning
kemerah-merahan.
4) Lakukan
langkah 1 samapai 3 dengan blanko sebagai pengganti benda uji. Blanko yang
digunakan yaitu aquadest.
5) Dicatat
mL larutan AgNO3 yang digunakan. (Sumber. SNI 06-2412-1991)
H.
Analisa
Data
Hitung kadar klorida
didalam sampel uji sebagai berikut :
Mg/L Clˉ =
Keterangan :
A = Volume larutan baku AgNO3
untuk titrasi sampel (mL)
B =
Volume larutan baku AgNO3 untuk titrasi blanko (mL)
N = Normalitas larutan baku AgNO3
(mgrek/mL)
1000 = Sebagai konversi penjabaran hasil
perhitungan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada sampel air sumur yang
dilaksanakan di Laboratorium DIII Analis Kesehatan STIKes Mega Rezky Makassar
pada tanggal 20 Juli 2016. Di peroleh hasil analisis kadar klorida dengan
menggunakan titrasi argentometri metode mohr, menggunakan prosedur kerja berdasarkan
SNI
06-2412-1991 yaitu sebagai berikut.
Tabel
IV. I Hasil analisa kadar klorida pada
air sumur dengan titrasi
argentometri metode mohr.
argentometri metode mohr.
Sampel
|
Kode sampel
|
Volume
titran
|
NormalitsAgNO3(N)
|
Kadar
klorida mg/L
|
||
V1(mL)
|
V2(mL)
|
V rata-rata
(mL)
|
|
|
||
Standar
|
Std
|
17,4
|
17,6
|
17,5
|
0,0141
|
-
|
Blanko
|
Blk
|
1,7
|
1,8
|
1,75
|
0,008
|
-
|
I
|
A.1
|
18,3
|
18,4
|
18,35
|
0,008
|
470
|
II
|
B.1
|
11,0
|
11,3
|
11,15
|
0,008
|
266,5
|
III
|
C.2
|
9,5
|
9,7
|
9,6
|
0,008
|
222,6
|
IV
|
D.2
|
7,6
|
7,8
|
7,7
|
0,008
|
168,7
|
V
|
E.3
|
5,4
|
5,5
|
5,45
|
0,008
|
104,9
|
VI
|
F.3
|
4,3
|
4,5
|
4,4
|
0,008
|
75,154
|
VII
|
G.4
|
7,5
|
7,6
|
7,55
|
0,008
|
164,4
|
VIII
|
H.4
|
8,6
|
8,7
|
8,65
|
0,008
|
195,6
|
Sumber
data: Hasil Penelitian di Laboratorium Analis Kesehatan 2016
Keterangan :
A.1 : Dusun Kalukue C.2 :
Dusun Kaswarang
B.1 : Dusun Kalukue D.2 : Dusun Kaswarang
E.3 : Dusun Bontopeo G.4 :
Dusun Bawasalo
F.3 : Dusun Bontopeo H.4 : Dusun
Bawasalo
Std : Standar Blk : Blanko
B.
Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan untuk menentukan kadar klorida (Cl-) dalam air sumur
yang diambil di 8 titik di Desa
Tamangapa Kecamatan Ma’rang. Analisisnya dilakukan dengan mengukur voleme
titran sampel dengan cara titrasi argentometri metode mohr.
Argentometri
merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+ .
Metode titrasi ini menggunakan larutan perak nitrat sebagai titran dan larutan
kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator.
Untuk
menentukan kadar klorida dengan titrasi Argentometri metode Mohr ini, terlebih
dahulu harus menstandarisasi larutan perak nitrat dengan natrium klorida dengan
cara, larutan natrium klorida dimasukan kedalam Erlenmeyer
kemudian ditambahkan indicator kalium kromat. Alasan
larutan baku sekunder perak nitrat harus distandarisasi dikarenakan Perak nitrat
sifatnya yang tidak memenuhi sebagai larutan baku primer, antara lain yaitu
kurang stabil, dan mudah atau dapat terurai oleh cahaya. Larutan
baku ini harus dilindungi dari cahaya matahari, maka harus disimpan dalam botol
berwarna coklat. Perak nitrat mudah terurai oleh cahaya menjadi perak oksida,
sesuai persamaan reaksi:
2AgNO3(aq) Ag2O(s) + N2O5(aq).
Oleh karena itu diperlukan standar
baku primer untuk dapat menstandarisasi larutan perak nitrat. Natrium klorida
digunakan sebagai penstandar karena natirum klorida ini memiliki kelebihan tidak
bersifat higroskopis, sehingga memilki tingkat kestabilan yang baik. Tujuan Penambahan
indikator dilakukan untuk mempermudah penentuan titik akhir titrasi. Hal ini
disebabkan karena K2CrO4 warna endapannya sangat berbeda
dengan endapan yang dihasilkan klorida jika bereaksi dengan ion perak yaitu
coklat untuk perak kromat dan putih untuk perak klorida.
Pada titrasi ini akan terbentuk
endapan yang berwarna putih, yaitu endapan perak klorida (AgCl). Jika ion perak
ditambahkan kedalam suatu larutan yang mengandung ion klorida (Cl-)
dengan konsentrasi tinggi dan ion kromat (CrO42-) dengan
konsentrasi rendah maka perak klorida akan mengendap terlebih dahulu, endapan
yang dihasilkan berwarna putih. Pada titik akhir, ion perak yang berlebih
diendapkan sebagai perak kromat yang berwarna merah bata. Sesuai
persamaan reaksi sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq)
AgCl(s) putih.
Setelah semua
ion klorida dalam larutan baku natrium klorida habis maka kelebihan ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4 dari indikator membentuk endapan perak kromat
yang berwarna kuning kecoklatan, sesuai persamaan reaksi sebagai berikut:
Apabila reaksi dalam smapel
telah habis, maka kelebihan perak nitrat ion
2Ag+ + CrO42-
Ag2CrO4(s)
(merah bata)
K2CrO4(aq) +
2AgNO3(aq) Ag2CrO4(s) + K2NO3(aq)
Titrasi dilakukan duplo (dua kali)
hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan dari titrasi. Titrasi
dihentikankan ketika titik ekuivalen sudah tercapai yaitu dengan terlihatnya
titik akhir titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan warna dan volume titran dicatat. Titrasi Argentometri
ini harus dilakukan secara cepat dan cara menghomogenkan yang baik agar ion
perak tidak teroksidasi menjadi perak oksida yang menyebabkan titik akhir
titrasi menjadi sulit tercapai. Selain itu diperlukan pula titrasi
blanko. Hal ini bertujuan unutk mengetahui jumlah penitrasi yang bereaksi
dengan pelarut dan pereaksi-pereaksi lain.
Titrasi blanko dilakukan untuk
mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh pereaksi, pelarut atau kondisi
percobaan. Titrasi blanko menggunakan aquadest dan sebagai penitran yaitu
larutan baku sekunder perak nitrat, dan indikator kalium kromat. Alasan
menggunakan aquadest karena aquadest bersifat netral yang dapat melarutkan
berbagai macam zat. Hal ini bertujuan unutuk mengetahui jumlah penitrasi yang
bereaksi dengan pelarut dan pereaksi-pereaksi lain. Prosedurnya sama dengan
titrasi terhadap zat uji yaitu dipipet aquadest dimasukan kedalam erlenmeyer,
ketika ditambahkan indikator kalium kromat warna larutan dari warna bening
berubah menjadi kuning, dititrasi dengan larutan perak nitrat tetes demi tetes
sehingga terbentuknya endapan yang berwarna putih, yaitu endapan perak klorida
(AgCl). Jika ion perak ditambahkan kedalam suatu larutan yang mengandung ion
klorida (Cl-) dengan konsentrasi tinggi dan ion kromat (CrO4)
dengan konsentrasi rendah maka perak klorida akan mengendap terlebih dahulu,
endapan yang dihasilkan berwarna putih.
Penentuan kadar klorida pada sampel
langkah pertama yang dilakukan pada titrasi argentometri adalah pemipetan
sampel air sumur. Pipet yang digunakan adalah pipet volume, dimana pipet tersebut
memiliki ketelitian yang cukup tinggi. Sebelum digunakan pipet harus dibilas
terlebih dahulu beberapa kali dengan akuades setelah itu baru di bilas dengan
larutan sampel. Hal ini bertujuan untuk mengkondisikan pipet tersebut dengan
larutan sampel, dan juga agar sisa-sisa akuades yang tersisa dalam pipet
tersebut dapat hilang. Sehingga pengenceran akibat adanya sisa-sisa akuades
yang ada dalam pipet tersebut dapat terhindari. Setelah sampel dipipet, dipindahkan
ke dalam labu erlenmeyer dengan posisi pipet harus vertikal saat dimasukan
kedalam labu erlenmeyer. Klorida dalam sampel akan
bereaksi dengan larutan perak nitrat membentuk endapan putih. Klorida dalam sampel akan bereaksi dengan larutan perak nitrat membentuk
endapan putih. Pada titrasi ini indikator yang
digunakan adalah kalium kromat. Reaksi antara klorida dengan larutan perak
nitrat adalah sebagai berikut :
Reaksi titrasi : AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3- (putih)
Reaksi indikator : 2Ag+ + CrO42-
Ag2CrO4(s) (merah bata)
NaCl + AgNO3 AgCl(s)
+ NaNO3(aq)
Apabila reaksi dalam smapel telah habis, maka kelebihan perak nitrat akan bereaksi dengan indikator dan
menghasilan endapan perak kromat berwarna merah bata. Reaksi-reaksi tersebut berlangsung dalam suasana netral atau sedikit basa
(tidk diperbolehkan dalam suasana asam). Reaksi antara indikator dengan larutan perak nitrat adalah sebagai berikut :
K2CrO4(aq)
+ 2AgNO3(aq)
à
Ag2CrO4(s)
+ K2NO3(aq)
Sehingga
pada saat terjadi perubahan warna larutan menjadi merah bata samar, titrasi dihentikan, dan volume titran dicatat. Titrasi dilakukan duplo (dua kali) hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi kesalahan dari titrasi. Titrasi dihentikankan ketika titik
ekuivalen sudah tercapai yaitu dengan terlihatnya titik akhir titrasi yang
ditandai dengan adanya perubahan warna.
Selama titrasi
Mohr larutan harus diaduk secara baik bila tidak secara lokal akan terjadi
kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen
tercapai dan dioklusi oleh endapan perak klorida yang terbentuk kemudian,
akibatnya titik akhir menjadi tidak tajam. Kelemahan titrasi Mohr adalah jika terjadi kelebihan titran akan
menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, sehingga titik
akhir titrasi tidak akurat. Selain itu indikator kalium kromat juga harus
dengan konsentrasi tertentu, jika kelebihan warna kalium kromat akan menjadi
kuning sehingga perubahan warna pada saat titik akhir sulit dilihat karena
kalium kromat bereaksi dengan perak nitrat membentuk perak dikromat yang
berwarna krem.
Faktor-faktor yang mempengaruhi endapan hasil titrasi yaitu temperatur
atau suhu, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks, pemipetan yang salah,
penggunaan konsentrasi larutan yang tidak sesuai dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kadar
klorida yang diambil dari 8 titik sumur di Desa Tamangapa berbeda-beda. Sampel
dengan kadar klorida tertinggi terdapat pada nomor A.1 dan B.1, sedangkan kadar
klorida terendah terdapat pada sampel nomor F.3. Perbedaan itu yang disebabkan
oleh keadaan tanah di wilayah A.1 dan B.1 letaknya lebih dekat dengan air laut,
dibandingkan dengan wilayah yang lain. Selain itu juga dikarenakan letak tanah
yang dekat dengan waduk dan juga karakteristik dari sumur di
wilayah A.1 dan B.1 memiliki dinding sumur yang disalurkan langsung melalui pipa air,
sedangkan di wilayah C.2, D.2, E.3, F.3, G.4, H.4 karakteristik sumurnya
memiliki dinding sumur tetapi cara mengambil air menggunakan katrol atau timbah.
Berdasarkan hasil penelitian ini
bahwa sampel yang mengandung kadar klorida yang tertinggi terdapat pada sampel
nomor (A.1) dengan kadar klorida yang diperoleh yaitu 470 mg/L dan sampel B.1
yaitu 266 mg/L. Hal ini menunjukan kadar klorida yang terdapat pada sampel
nomor A.1 dan B.1 telah melebihi ambang
batas sebagai mana kadar klorida maksimal yang diperbolehkan dalam air minum
sesuai permenkes No.429/Per/Menkes/IV/2010 dan Permenkes RI
No.416/MENKES/PER/IX/1990 menetapkan untuk air minum batas maksimum klorida
adalah 250 mg/L dan 600 mg/L untuk air bersih. Pada sampel A.1 dan B.1 ini
masih dibawah ambang batas untuk air
bersih tetapi untuk air minum pada kedua sampel ini telah melebihi ambang batas
maksimum.
Keberadaan ion
klorida yang melebihi ambang batas dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Kualitas yang kurang baik pada jangka pendek dapat
mengakibatkan muntaber, diare, kolera, tipus, atau disentri. Dalam jangka
panjang, dapat mengakibatkan penyakit keropos tulang, korosi gigi, anemia
kerusakan ginjal, kanker kandung kemih, kanker dubur, kanker usus besar, pada
wanita hamil dapat menyebabkan melahirkan bayi cacat, dan kerusakan hati.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat ditarik
kesimpulan bahwa
analisis kadar klorida yang
dilakukan pada air sumur di Desa Tamangapa Kecamatan Ma’rang sebagai sampel, diperoleh
kadar klorida yang tertinggi terdapat pada sampel nomor I (A.1) yaitu 470
mg/L dan sampel II (B.1) yaitu 266 mg/L dan kadar klorida terendah terdapat
pada sampel F.3 yaitu 75 mg/L.
Berdasarkan
baku mutu yang ditetapkan sesuai Permenkes/No.429/Per/Menkes/IV/2010 dan
permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 kadar klorida yang diperbolehkan yaitu
250 mg/L untuk air minum dan 600 mg/L untuk air bersih. Sesuai peraturan
permenkes tersebut berati air sumur pada sampel nomor A.1 dan B.1 tidak layak
untuk dikonsumsi karena melebihi ambang batas, hanya bisa layak dalam air
bersih karena masih dibawah ambang batas. Sedangkan air sumur pada sampel F.3,
E.3, C.2, D.2, G.4 dan H.4 masih layak digunakan sebagai air minum maupun air
bersih karena masih dibawah ambang batas.
B.
Saran
1. Pada
penelitian selanjutnya Perlu dilakukan pemeriksaan parameter lain logam-logam
berat yang terdapat dalam air seperti pemeriksaan kesadahan air (CaCO3),
sulfat, mangan, timbal, tembaga, seng, arsen, besi dan lain-lain.
2. Pada
penelitian lain Perlu dilakukan penentuan kadar klorida dengan metode Argentometri
yang lain seperti Volhard dan Fajans sebagai perbandingan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bradbury,
1984). Pengantar Umum Toksikologi. Terjemahan oleh R.H. Yudono
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Guthrie (1980). Epidemiologi
Lingkungan.
Surabaya: Airlangga University Press.
M Fairuz Abadi
dan Nyoman., 2015 Ketentuan Ph Otimum
analisis kadar klorida
pada air sumur, Stikes Wira medika bali.
pada air sumur, Stikes Wira medika bali.
Ni putu Yuli
Purnamasari, Oka Adi Parwatha, dan Ayu Manik., 2014 Pengaruh
Ion Thiosulfat Terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode
Argentometri. Universitas Udayana.
Ion Thiosulfat Terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode
Argentometri. Universitas Udayana.
Permenkes
No.416/Menkes/Per/IX/1990. Standar
kualitas air minum.
Permenkes
No.492/Menkes/Per/IX/IV/2010. Persyaratan-persyaratan
kualitas air
minum dan air bersih.
minum dan air bersih.
Rifda Suryana
H.,2012 Analisis Kualitas Air Sumur
Dangkal di Kecamatan
Biringkanaya Kota Makasar. Jurusan Sipil Fakultas universitas
Hasanudin Makassar.
Biringkanaya Kota Makasar. Jurusan Sipil Fakultas universitas
Hasanudin Makassar.
SNI 06-2412-1991.
Prosedur Krja Analisa Kadar Klorida.
Standar Nasional
Indonesia.
Indonesia.
Titis utamia
agung., 2009 Analisa Kadar Klorida Pada
Air Dan Air Limbah
Metode Argentometri. Program Studi D III Kima Analisis Universitas
Sumatera Utara.
Metode Argentometri. Program Studi D III Kima Analisis Universitas
Sumatera Utara.
Widodo, Didik
Setiyo, Lusiana, dan Retno Ariadi, 2010, Kimia
analisis
kuantitatif: Dasar Penguasaan Aspek Eksperimental, Edisi pertama,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
kuantitatif: Dasar Penguasaan Aspek Eksperimental, Edisi pertama,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Widya
Kusumaningrum, Ipa Rosita, Nurul M.A, Ummu.K, dan Amelia., 2014
Penentuan Kadar Ion Klorida dengan Metode Argentometri. Program
Studi Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penentuan Kadar Ion Klorida dengan Metode Argentometri. Program
Studi Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Isra., 2011 Analisa Kadar Besi Pada Air Sumur.
Program Studi D III analis
kesehatan STIKes Mega Rezky Makassar.
kesehatan STIKes Mega Rezky Makassar.
Yurman., 2009 Pengaruh Kadar Klorida Pada Air Sumur Gali.
Pascasarjana
Pengolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Fakultas Universitas
Pertanian Bengkulu.
Pengolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Fakultas Universitas
Pertanian Bengkulu.
Zbinden, 1976. Kimia dan
Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar