BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Mikroorganisme
yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, termasuk bakteri.
Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel
bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk melihat dan mengamati
bentuk sel bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, sehingga untuk
diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan sel bekteri,
sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Hal tersebut juga berfungsi
untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel
bakteri melalui serangkaian pengecatan. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel
bakteri ini merupakan salahsatu cara yang paling utama dalam
penelitian-penelitian mikrobiologi.
Spora
bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap
pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti
kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan
suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri
terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2001)
Sepanjang
pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan basillah yang dapat
membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu berbuat demikian. Beberapa
spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang anaerob dapat
membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan spora itu
dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001)
Endospora
hanya terdapat pada bakteri. Merupakan tubuh berdinding tebal, sangat
refraktif, dan sangat resisten, dihasilkan oleh semua spesies Bacillus,
Clostridium dan Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat
tumbuh dan bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel vegetatif. Namun
pada beberapa tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis protoplasma
baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spora.
(Pelczar,1986)
B.
TUJUAN
PERCOBAAN
1.
Untuk
memahami prosedur pewarnaan spora bakteri.
2.
Untuk
memahami prinsip pewarnaan spora bakteri.
3.
Untuk
mengetahui bentuk dan letak spora pada bakteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Spora
bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap
pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti
kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk
kista merupakan suatu fase dimana kedua
mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar
yang tidak menguntungkan (Dwidjoseputro, 1989).
Jenis-jenis
bakteri tertentu, terutama yang tergolong dalam genus Bacillus dan Clostridium
mampu membentuk spora. Spora yang dihasilkan di luar sel vegetatif (eksospora)
atau di dalam sel vegetatif (endospora). Bakteri membentuk spora bila
kondisilingkungan tidak optimum lagi untuk pertumbuhan dan perkembangannya,
misalnya: medium mengering, kandungan
nutrisi menyusut dan sebagainya (Hastuti, 2012)
Beberapa
spesies bakteri menghasilkan spora eksternal. Streptomyces misalnya,
meghasilkan serantaian spora (disebut konidia), yang disangga di ujung hifa,
suatu filamen vegetatif. Proses ini serupa dengan proses pembentukan
spora pada beberapa cendawan(Irianto, 2006)
Spora pada bakteri
adalah endospora, suatu badan yang refraktil terdapat dalam induk sel
danmerupakan suatu stadium isrtirahat dari sel tersebut. Endospora memiliki
tingkatme tabolisme yang sangat rendah sehingga dapat hidup sampai
bertahun-tahun tanpa memerlukan sumber makanan dari luar (Irianto, 2006)
Pembentukan
spora dapat dianggap sebagai suatu proses diferensiasi dari suatu siklus hidup
dalam keadaan-keadaan tertentu. Hal ini berbeda dari peristiwa pembelahan
sel karena tidak terjadi replikasi kromosom (Pelczar, 1986)
Kemampuan
menghasilkan spora memberi keuntungan ekologis pada bakteri, karena
memungkinkan bakteri itu bertahan
dalam keadaan buruk.
Langkah-langkah utama di dalam proses pembentukan spora sebagai berikut :
1.
Penjajaran
kembali bahan DNA menjadi filamen dan invaginasi membran sel di dekatsatu ujung
sel untuk membentuk suatu struktur yang disebut bakal spora.
2.
Pembentukan
sederet lapisan yang menutupi bakal spora, yaitu korteks spora diikuti dengan
selubung spora berlapis banyak.
3.
Pelepasan
spora bebas seraya sel induk mengalami lisis (Pelczar, 1986)
Salah satu ciri endospora bakteri adalah susunan kimiawinya.
Semua endospora bakteri mengandung sejumlah besar asam dipikolinat yaitu suatu
substansi yang tidak terdeteksi pada sel vegetatif. Sesungguhnya, asam tersebut
merupakan 5-10 % berat kering endospora. Sejumlah besar kalsium juga
terdapat dalam endospora, dan diduga bahwa lapisan korteks terbuat dari
kompleks Ca2+ asam dipikolinat peptidoglikan (Pelczar, 1986)
Letak spora di dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya
tidaklah sama bagi semua spesies contoh, beberapa spora adalah sentral yaitu
dibentuk ditengah – tengah sel yang lain terminal yaitu dibentuk di
ujung dan yang lain lagi lateral yaitu di bentuk di tepi sel (Pelczar, 1986)
Diameter
spora dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter sel vegetatifnya.
Dibandingkan dengan sel vegetatif, spora sangat resisten terhadap
kondisi-kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan
kekeringan serta bahan-bahan kimia seperti desinfektan. Ketahanan tersebut
disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dan keras (Hadioetomo, 1985).
Dalam
pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus
dinding tebal spora. Pewarnaan tersebut adalah dengan penggunaan larutan
hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas
pengamatan, sel vegetative juga
diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini berwarna
merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi
spora di dalam tubuh sel vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga
zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya
melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat
warna tersebu tsehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam
dinding pelindung spora bakteri (Volk & Wheeler, 1988)
Beberapa
bakteri mampu membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun
medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri tersebut secara
genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya memang memiliki
satu fase sporulasi (Dwidjoseputro, 1989)
Jika
medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri
selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan kemampuannya
dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang sangat
sederhana dan sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada
lingkungan yang terus menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan
kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora (Dwidjoseputro, 1989)
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup
bertahun - tahun bahkan berabad - abad jika berada dalam kondisi
lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70°C,
namun spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih
bahkan selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora
akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan,
spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak
secara normal (Volk & Wheeler, 1988)
BAB II
METODE PERCOBAAN
A.
WAKTU
DAN TEMPAT PERCOBAAN
Praktikum dilaksanakan hari Sabtu,
tanggal 21 Mei 2016 pukul 13.00-15.00 WITA. Bertempat diLaboraturium
Mikrobiologi Jurusan Analis Kesehatan STIKes MEGA REZKY MAKASSAR.
B.
ALAT
DAN BAHAN
I.
Alat
§ Mikroskop
§ Ose
§ Kaca
Objek
§ Bak
Pewarna
II.
Bahan
§ Biakan
Bakteri Bacillus sp
§ Malachite
green
§ Safranin
§ Aquadest
C.
PROSEDUR
KERJA
1. Dibuat
preparat ulas dari biakan yang disediakan
2. Ditetesi
ulasan dengan malachite green, lalu difiksasi
3. Setelah
dingin, dibilas object glass dengan aquadest
4. Diteteskan
safranin dan diamkan ±45 detik
5. Dicuci
dengan aquadest, dikeringkan dan diamati di bawah mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
PENGAMATAN
Bahan : Biakan Bakteri Bacillus sp
Morfologi : Basil (berbentuk batang)
Perbesaran : 100 x
Warna
Spora : -
Letak
spora : -
B.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini
dilakukan pewarnaan bakteri berupa pewarnaan spora. Spora pada bakteri
berbeda dengan spora pada jamur,
pada bakteri sporanya tidak
mempunyai fungsi sebagai alat reproduksi
tetapi sebagai perlindungan dari kondisi
yang tidak menguntungkan bagi bakteri tersebut. Endospora bakteri tahan
terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti suhu yang tinggi, kekeringan,
senyawa kimia beracun (desinfektan , antibiotik), dan radiasi sinar UV.
Biasanya bakteri yang membentuk endospora merupakan fase tidur dari bakteri.
Endospora ini mampu bertahan sampai kondisi lingkungan kembali menguntungkan
bagi bakteri. Tetapi setelah keadaan lingkungan menguntungkan bagi bakteri maka
bungkus spora akan pecah dan tumbuh bakteri.
Pertama pembuatan
ulasan bakteri, untuk membuat ulasan bakteri disiapkan object glass yang bersih
dan bebas dari lemak. Selanjutnya digunakan ose untuk mengambil biakan yang
akan dioleskan pada object glass, Sebelum bakteri diambil menggunakan ose, terlebih dahulu ose
disterilkan dengan cara memanaskan kawat ose dengan nyala api. Tujuannya adalah
agar tidak ada bakteri kontaminan yang berasal dari alat-alat yang digunakan.
Metode sterilisasi ini merupakan bagian dari teknik aseptis, yaitu proses tanpa
kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba kontaminan. Teknik ini
diterapkan untuk seluruh alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan
preparasi. Setelah ose disterilkan, ose dibiarkan mendingin dengan bantuan
udara. Tujuan pendinginan ini adalah agar bakteri yang nanti diambil dengan ose
tidak mati karena suhu kawat yang terlalu panas.
Setelah
ose dan kaca obyek siap digunakan, dibuat olesan bakteri dengan mengoleskannya
pada kaca obyek yang sebelumnya telah ditandai. Proses pembuatan olesan selalu
dilakukan di dekat api. Hal ini bertujuan untuk
mencegah adanya bakteri kontaminan selama proses tersebut. Olesan dibuat
tidak terlalu tebal agar bakteri tidak menumpuk dan agar lebih mudah
mengeringkannya. Setelah itu, kaca obyek difiksasi dengan cara melewatkannya di
atas nyala api sekitar tiga kali. Kaca obyek hanya dilewatkan agar bakteri pada
olesan yang telah dibuat tidak mati karena suhu yang terlalu panas.
Selanjutnya
diteteskan malachite green lalu difiksasi kembali. Tujuan dari fiksasi ini adalah
pelekatan bakteri supaya pada saat pembilasan, bakteri tersebut tidak ikut
hilang terbawa air. Selain itu fiksasi juga berfungsi untuk menonaktifkan enzim
lytic sehingga bakteri tidak mengalami lisis dan berubah bentuk pada saat
diamati. Fiksasi dilakukan setelah olesan pada kaca preparat sudah kering. Jika
olesan belum kering akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme yang bersangkutan
menjadi tidak beraturan bentuknya.
Selanjutnya diteteskan
1 tetes safranin di atas kaca objek tersebut kemudian didiamkan selama 1 menit.
Setelah itu, kaca objek dibilas dengan air hingga warnanya hilang. Safranin
merupakan pewarna tandingan atau pewarna sekunder. Zat ini berfungsi untuk
mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan pewarna utama. Dengan kata lain,
safranin memberikan warna pada mikroorganisme non target serta menghabiskan
sisa-sisa cat atau pewarna. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan
menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada
bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol,
pori-pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga
pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu.
Setiap akhir pemberian
reagent atau pewarna, selalu dilakukan pembilasan terhadap kaca objek dengan
menggunakan air. Pembilasan ini bertujuan untuk mengurangi kelebihan setiap zat
warna yang sedang diberikan. Setiap akhir pembilasan pada masing-masing
reagent, perlu dilakukan penyerapan air bilasan dari air dengan menggunakan
kertas tissue agar aquadest tidak tercampur dengan reagent atau pewarna baru
yang akan diberikan. Setelah pembilasan terakhir, gelas benda dikeringkan dan
diamati di bawah mikroskop.
Pada praktikum kali
ini, kelompok kami tidak menemukan spora pada bakteri. Adapun faktor yang
mempengaruhi pewarnaan spora yaitu fiksasi,
smear terlalu tebal,
waktu pengecatan tidak tepat,
konsentrasi reaagen,
umur bakteri
dan nutrisi.
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan di bawah
mikroskop, maka dap disimpulkan bahwa hasil bakteri ialah
tidak terdapat spora diakabitkan oleh beberapa faktor.
B.
SARAN
Setelah melakukan praktikum. Diharapkan
kepada praktikan agar melakukan praktikum dengan sungguh-sungguh dan
berhati-hati dalam melakukan percobaan serta menggunakan alat pelindung diri
(APD).
DAFTAR PUSTAKA
Hadioetomo,
R.S. 1985.Mikrobiologi Dasar dalam Praktek.Jakarta :PT. Gramedia
Dwidjoseputro, D.1989.Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Malang : Djambatan.
Pelczar, M.J. 1986.
Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI Press.
Hastuti, S.U. 2012.
Petunjuk Praktikum Mikrobiologi . Malang : UMM Press.
Irianto,
K. 2006. Mikrobiologi Jilid I. Bandung : Yrama Widya
Volk
dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar