BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Infeksi
merupakan suatu penyakit yang menyebabkan kerusakan di dalam tubuh atau
jaringan yang disebabkan oleh organisme seperti
virus, jamur dan bakteri. Salah
satu bakteri potensial patogen yang ada pada tubuh manusia yang dapat
menyebabkan infeksi yaitu bakteri gram
positif.
Menurut Cunningham dalam penelitian Soranta tahun 2009. Bakteri Gram-positif umumnya lebih resisten
terhadap kekeringan dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif, hal ini dapat
menjadi alasan mengapa bakteri Gram-positif sering terlibat dalam penyebarannya
melalui udara Sumber lain dari mikrobia
yang ditemukan berasal dari tanah juga bakteri Gram-positif (contohnya Micrococcus).
Bakteri Gram-positif lebih resisten terhadap kekeringan karena dinding selnya
lebih rigid dan tebal dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif .
1
|
MRSA dapat menembus ke dalam tubuh sehingga berpotensi menyebabkan
infeksi pada tulang,sendi, luka bedah, aliran darah, jantung dan paru-paru yang
bisa mengancam jiwa.
Kuman MRSA pada awalnya hanya resisten
terhadap antibiotik bercincin ß -laktam, namun dalam perkembangannya muncul
kekebalan juga terhadap golongan quinolon, aminoglikosida,tetrasiklin, bahkan
vankomisin. Akibat tingginya angka resistensi tersebut, perlu dicari obat
alternatif untuk infeksi oleh Metichilin-resistant S.aureus (MRSA)
tersebut.
Indonesia terkenal dengan hasil pertanian dan tanaman herbal. Sumber daya alam yang
dimiliki telah memberikan manfaat dalam
kehidupan sehari-hari disamping sebagai bahan makanan juga dimanfaatkaan
sebagia obat tradisional. Penelitian mengenai tanaman – tanaman herbal yang memiliki aktivitas antibakteri telah
dilakukan untuk mengurangi efek samping penggunaan bahan kimia dalam produk
hasil pertanian dan peternakan. Tanaman
herbal tersebut salah satunya yaitu daun pepaya (Carica
papaya L.) merupakan salah satu
tanaman yang digunakan untuk pengobatan tradisional.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dian ND. Anggrahini, dkk (2012),
membuktikan bahwa ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L.) mampu menghambat pertumbuhan jamur, virus,
bakteri karena daun pepaya mengandung berbagai senyawa - senyawa metabolit seperti alkaloid, antraquinon, flavonoid,
saponin, steroid, tanin, dan triterpenoid.
Menurut Setiaji (2009) senyawa aktif
pada daun pepaya yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah
tocophenol, flavonoid dan alkaloid karpain.Tocophenol merupakan senyawa fenol
yang khas pada tanaman pepaya. Senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada
tumbuhan. Alkaloid merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang terbesar.
Flavonoid merupakan senyawa metabolit yang sering ditemukan pada tumbuhan.
Salah satu peran flavonoid bagi tumbuhan adalah sebagai antimikroba dan
antivirus, sehingga tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan
tradisional.
Berdasarkan penelitian Helmi, dkk tahun
2015 yang berjudul uji
potensi antibakteri ekstrak daun asam jawa (tamarindus
indica) terhadap pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
dengan konsentrasi 1%, 2%, 4%, 6%, dan 8% menunjukan bahwa ekstrak daun asam
jawa (tamarindus indica) dapat menghambat pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
pada konsentrasi minimum 2%.
Menurut penelitian Muhammad
Muamar Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.)
Terhadap Streptococcus mutans menunjukan
bahwa konsentrasi zona hambat minimum 25%. Oleh sebab itu penggunaan
konsentrasi ekstrak lebih dari 25% dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.
Menurut penelitian Aldelina, dkk, 2013 diketahui bahwa
daun pepaya muda memilik senyawa alkaloid lebih tinggi dibandingkan daun pepaya
yang tua. senyawa alkaloid ini dapat mengganggu
terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada bakteri, sehingga lapisan
dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian pada bakteri.
Sehingga peneliti mengambil daun papaya muda sebagai sampel.
Berdasarkan uraian
diatas maka peneliti ingin meneliti tentang
daya hambat ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) terhadap Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) dengan konsentrasi 5%, 10%,
20%, 30% dan 40%.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : ”Apakah ekstrak
daun pepaya (Carica papaya L) dapat
menghambat pertumbuhan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) ? “
C.
Tujuan
penelitian
1.
Tujuan
Umum
Untuk mengetahui uji
daya hambat ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L) terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk menentukan zona hambat pada Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) dengan menggunakan ekstrak daun pepaya (Carica papaya L).
b.
Untuk menentukan Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM) ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L) terhadap pertumbuhan Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA).
D.
Manfaat Penelitian
1.
Akademik
Sebagai sumbangsih
kepustakaan ilmiah bagi almamater program studi D III Analis Kesehatan
STIKes Mega Rezky Makassar.
2.
Praktisi
Sebagai informasi bagi praktisi Laboratorium Kesehatan terhadap
hasil pemeriksaan uji daya hambat ekstrak daun papaya (Carica papaya L) terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA).
3.
Masyarakat
Sebagai informasi kepada masyarakat agar dapat mengetahui manfaat
dari daun papaya (Carica papaya L).
4.
Peneliti
Sebagai suatu bentuk keilmuan yang diaplikasikan dalam suatu ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan untuk mata kuliah
Bakteriologi.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Staphylococcus aureus
1.
Pengertian
Staphylococcus aureus adalah
kuman gram positif yang berbentuk kokus, selain itu Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang biasa ditemukan di
kulit dan selaput lender manusia. Sekitar seperti orang normal dan sehat
membawa bakteri ini dalam hidung atsu kulit
tanpa adanya infeksi. Kadang – kadang bakteri ini masuk kedalam tubuh
manusia dan mengakibatkan penyakit seperti infeksi pada kulit atau luka,
keracunan makanan, infeksi kemih, radang paru – paru dan infeksi pada pembuluh
darah (Rido dkk. 2013).
2.
Morfologi
6
|
Gambar 2.1 bakteri MRSA wekepedia
2016
Klasifikasi
-
Domain : Bacteria
-
Kingdom : Bacteria
-
Phylum : Firmicutes
-
Class : Bacilli
-
Order : Bacillales
-
Family : Staphylococcaceae
-
Genus : Staphylococcus
-
Species : Staphylococcus . aureus (Benadetta,
2015 )
1.
Gejala
Seseorang dapat terkontaminasi dengan kontak langsung dengan kulit
penderita. Pasien yang lama di rumah sakit, hemodialisis, menerima pengobatan
kanker atau obat – obatan yang dapat menurunkan sistem imun, injeksi illegal
obat, dan pernah mempunyai riwayat operasi dapat berisiko terkontaminasi MRSA.
Manusia yang sehat juga bisa terkena infeksi MRSA. Biasanya terinfeksi dikulit
atau di paru – paru. Seperti orang – orang yang sering berbagi barang – barang
pribadi, anak – anak di penitipan. Adapun gejala – gejala pasien yang
terinfeksi MRSA :
1.
Batuk atau sesak napas
2.
Kelelahan
3.
Demam dan menggigil
4.
Ruam
5.
Luka yang tidak kunjung
sembuh (Rido, dkk 2013).
2.
Patogensis
Kolonisasi dari Staphylococcus
aureus 30% berada pada lubang hidung orang sehat, ada pula ditemukan pada permukaan
kulit. Infeksi dari Staphylococcus aureus
dapat terjadi apabila dijumpai sisi lemah dari pejamu, seperti kulit yang
terluka misalnya infeksi pada luka operasi. Staphylococcus
aureus juga dapat masuk melalui membran mukosa misalnya pada pneumonia
akibat penggunaan ventilator. Staphylococcus
aureus mampu bertahan hidup dan
mengakibatkan berbagai manifestasi klinis karena memiliki banyak faktor
virulensi. Staphylococcus aureus menghasilkan
peptidoglikan yang merupakan polimer pembentuk dinding sel bakteri,
peptidoglikan berfungsi menghambat respon inflamasi dan memiliki endotoxin – like – activity. Bakteri Staphylococcus aureus memiliki protein
sel permukaan atau Components Recognizing
Adhesive Matrix molecules (NSCRAMMs), seperti clumping factor yang berikatan dengan fibrinogen, fibronectin – binding proteins yang
berikatan dengan fibrinoktin, kolagen, dan bone sialoprotein – binding proteins.
Protein permukaan tersebut bersama – sama merantai perlekatan bakteri ke
jaringan inang, keberadaan factor tersebut dihubungkan dengan terjadinya
endocarditis, osteomielisitis, septik arthtritis, dan infeksi akibat penggunaan
alat prostetik serta kateter (Bernadetta, 2015).
Bakteri Staphylococcus
aureus mampu membuat biofilm di
jaringan inang maupun permukaan alat prostetik serta dapat membentuk small – variant coloni (SVCs) yang dapat
bersembunyi dalam sel inang tanpa menyebabkan kerusakan signifikan pada sel.
Hal tersebut dapat membuatnya terlindung dari efek antibiotik dan mekanisme
pertahanan tubuh. Keberadaan faktor – faktor tersebut menimbulkan manifestasi
klinis dari infeksi . Staphylococcus
aureus menjadi sangat luas mulai dari keracunan makanan, infeksi kulit
ringan sampai infeksi kulit berat yang mengancam jiwa bila terjadi bakterimia,
dan bermetastasis ke berbagai organ, pada otak dapat menyebabkan meningitis,
abses, dan screbritis (Bernadetta, 2015).
3.
Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terinfeksi MRSA
adalah :
1. Memlihara kesehatan diri dengan baik dan benar.
2. Mencuci tangan dengan benar menggunakan sabun cair dan air atau
membalur tangan dengan alkohol.
3. Memakai sarung tangan setiap memegang barang yang sangat kotor.
Misalnya ludah, nanah, alat rumah tangga yang kotor, kotoran binatang
kesayangan, dan selanjutnya mencuci tangan dengan benar dan bersih. Ini sangat penting bagi ornang
yang sistem imunitasnya menurun.
4. Hindari pemakaian bersama barang pribadi seperti handuk, pisau cukur, pakaian yang
belum dicuci.
5. Hindari sentuhan langsung dengan luka atau segala barang yang
kotor oleh rembesan luka.
6. Segera bersihkah kulit yang luka atau lecet, luka irisan dan
kemudian menutup dengan perban lekat yang tahan air. Cucilah tangan sebelum dan
sesudah menyentuh luka tersebut. Bila gejala infeksi timbul, segera minta
nasehat pada dokteri.
7. Bila anda mempunyai luka terbuka, hindari olahraga dengan kontak
langsung dan jangan mandi di tempat umum.
8. Jagalah kebersihan lingkungan dan selalu mensterilkan perlengkapan
yang telah dipakai di tempat umum seperti pusat olahraga dan kamar mandi umum.
9. Jangan sembarangan memakai antibiotik. Pemakaian antibiotik harus
sesuai dengan anjuran dan petunjuk dokter yang harus ditaati sesuai dosis yang
ditentukan secara teratur.
10. Perhatikan kebersihan tangan dan gunakan masker (bagi yang punya
gangguan pernapasan) jika menggunakan antibiotik (Rido, dkk. 2013).
A.
Methicillin – Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA)
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah jenis Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap antibiotik metisilin. Sedangkan bakteri yang masih sensitif
terhadap meticlin disebut Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA). Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) juga resisten terhadap
antibiotik beta laktam, makrolida, kloramfenikol, dan kuinolon (Kumambong 2015).
Infeksi oleh Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA
diasosiasikan dengan peningkatan morbiditas, kebutuhan akan terapi antibiotik yang lama, biaya rumah sakit yang lebih
mahal, rawat inap yang lebih lama, dan peningkatan resiko kematian. Resiko ini meningkat lebih besar pada
pasien yang telah di terapi kurang optimal, baik dengan terapi antibiotik yang
tidak efektif maupun dengan intervensi bedah yang indek kuat (Achmad,2012).
a.
Mekanisme Resistensi
Staphylococcus aureus memiliki struktur yang
disebut dengan genomic island. Salah
satu genomic island yang berperan dalam membantu menumbuhkan
resistensi Staphylococcus aurus terhadap antibiotic adalah resistance island Staphylococcal chromosom
cassette mec atau SCCmec. MecA mengkode
Penicillin Binding Protein (PBP) tertentu, disebut dengan PBP2a yang
memiliki afisitas rendah terhadap metisilin dan berbagai jenis obat beta
laktam lain. PBP2a menyebabkan resistensi intrinsik terhadap beta lactam (Achmad,
2012).
1)
Resistensi Penisillin
Resistensi didapatkan dari enzim penisilinase yang di kode oleh bla gen yang umumnya dibawa oleh
plasmid. Plasmid dalam bakteri tersebut memproduksi beta laktamase berlebihan
(Achmad, 2012).
2)
Resistensi Metisillin
Mekanisme utama resistensi ini bukan oleh penisilinase, tetapi oleh PBP2a yang dikode oleh gen mecA. PBP2a ini dapat mengambil tempat
PBP ketika pembentukan dinding sel setelah dihambat oleh beta laktam. Walaupun
hal ini menyebabkan resistensi intrisik yang cukup tinggi, mekanisme ini
membutuhkan syarat tertentu, yakni prekursor dinding sel khusus. Prekursor ini
harus mengandung pentaglisin, sehingga adanya perubahan dalam kondisi tersebut
akan menurunkan ekspresi resistensi metisillin walaupun ada PBP2a. Kekurangan lain
PBP2a adalah tidak memiliki aktivitas transglikosilase dan hanya mengandung
transpeptidase (Achmad, 2012).
B.
Pepaya
(Carica papaya L)
Pepaya
(Carica papaya L) disebut juga kates,
genus Carica, merupakan tumbuhan asli
Amerika Tengah Pepaya Tanaman buah menahun ini tumbuh pada
tanah lembab yang subur dan tidak tergenang air, dapat ditemukan di dataran rendah
sampai ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Sesungguhnya tanaman pepaya
merupakan semak yang berbentuk pohon, bergetah, tumbuh tegak, tinggi 2,5-10 m,
batangnya bulat berongga, tangkai di bagian atas kadang dapat bercabang. Pada
kulit batang terdapat tanda bekas tangkai daun yang telah lepas (Agoes,
2010).
Daun berkumpul di ujung batang dan ujung percabangan, tangkainya
bulat silindris, berongga, panjang 25-100 cm. Helaian daun bulat telur dengan
diameter 25-75 cm, berbagi menjari, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung,
warna permukaan atas hijau tua, permukaan bawah warnanya hijau muda, tulang
daun menonjol di permukaan bawah. Cuping-cuping daun berlekuk sampai berbagi tidak beraturan, tulang cuping daun menyirip. Bunga jantan
berkumpul dalam tandan, mahkota berbentuk terompet, warnanya putih kekuningan (Kartasapoetra,2006).
Gambar 2.1 daun papaya (Carica papaya L) wikipedia 2016
Klasifikasi
-
Kingdom :
Plantae
-
Divisio : Spermatophyta
-
Sub division : Angiospermae
-
Kelas : Dicotylidonae
-
Ordo : Caricalis
-
Famili : Caricaceae
-
Spesies :
Carica papaya L (backer: dalam;
Soranta, 2009).
1.
Deskripsi
Umum tentang daun pepaya (Carica papaya L)
a.
Akar
Menurur steenis dalam penelitian
Muhammad pada tahun 2011. Tanaman pepaya merupakan tanaman bersemak berbentuk
pohon dengan batang lurus, bulat silindris, di bagian atas bercabang atau
kadang tidak, sebelah dalam batang berupa spons dan berongga, diluar batang
terdapat tanda bekas daun yang banyak, tingginya 2,5 – 10 meter.
b.
Buah
Buah
bulat telur memanjang atau lonjong, berdaging dan berisi cairan, biji banyak,
dibungkus oleh selaput yang berisi cairan, didalamnya berduri tempel (Steenis:
dalam: Muhammad 2011).
c.
Daun
Daun berjejal pada ujung batang dan
ujung cabang, tangkai daun bulat telur, bertulang dan jemari , berdaun menjari,
ujung runcing dan pangkal berbentuk jantung, garis tengah 25 – 75 cm, taju
selalu berlekuk menyirip tidak beraturan (Muhammad, 2011).
d.
Bunga
Bunga hampir selalu berkelamin satu
dan berumah dua, tetapi terkadang
terdapat juga bunga berkelamin dua pada karangan bunga yang jantan. Bunga
jantan pada tandan yang serupa bertangkai panjang, berkelopak sangat kecil,
mahkota berbentuk terompet, warna putih kekuningan, dengan tepi yang bertaju 5
dan tabung yang panjang langsing, kepala sari bertangkai pendek dengan posisi
duduk. Bunga betina kebanyakan berdiri sendiri, daun mahkota lepas atau hampir
lepas, berwarna putih kekuningan (Muhammad, 2011).
2.
Kandungan
dari Daun Pepaya (Carica papaya L)
Daun pepaya mengandung sejumlah komponen aktif yang dapat
meningkatkan kekuatan total antioksidan di dalam darah dan menurunkan level perooxidation
level, seperti papain, chymopapain, cystatin, a-tocopherol, ascorbic acid,
flavonoid, cyanogenic glucosides dan glucosinolates . Daun pepaya mengandung
enzim papain, alkaloid karpain, glikosida, karposid, dan saponin.
a.
Alkaloid karpain
Menurut Hargono
dalam penelitian Hardina 2012. Alkaloid karpain memiliki aktivitas terapeutik
yang menonjol. Isolasi murni alkaloid dan derivatnya digunakan untuk sebagai
bahan medis dasar karena efek analgesik, antispasmodik dan antibakteri. Senyawa
yang bersifat sitotoksik seperti alkaloid dapat mempunyai efek imunosupresif
pada dosis tinggi. Imunosupresif dapat menghambat proliferasi sel imun,
sitotoksiksitas, dan menghambat produksi limfosit sel T.
b.
Flavonoid
Menurut Hargono
dalam penelitian Fardina 2012. Hasil metabolisme sekunder yang termasuk dalam
senyawa fenolat terdiri dari beragam senyawa dengan struktur molekul yang
heterogen. Yang terkenal dalam dunia pengobatan dan farmasi adalah kelompok
flavonoid dan tanin. Flavonoid bertanggung jawab melindungi tanaman dari
pengaruh buruk sinar ultra violet dan berperan sebagai pemberi warna pada
tanaman.Flavonoid mempunyai bermacam-macam efek yaitu efek antitumor,
immunostimulant, antioksidan, analgesik, antiradang, antivirus, antibakteri,
dan anti fungi.
c.
Vitamin C
Vitamin
C dapat berbentuk sebagai dan asam L-dehidroaskorbat, keduanya mempunyai
keaktifan sebagai vitamin C. Kekurangan vitamin C menyebabkan kerapuhan dinding
– dinding kapiler, gusi berdarah, gigi
mudah tanggal, sariawan, dan penyakit pada sendi tulang (Fardina,2012).
d.
Enzim
papin
Enzim papain adalah enzim
proteolitik yang berperan dalam pemecahan jaringan ikat, dan memiliki kapasitas
tinggi untuk menghidrolisis protein eksoskeleton yaitu dengan cara memutuskan
ikatan peptisida dan protein sehingga protein akan menjadi terputus (Fardina,2012).
e.
Tanin
Menurut Hargono dalam Penelitian
Fardina tahun 2012. Tannin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam
golongan polifenol yang terdapat dalam tanaman pepaya. Tanin memiliki aktivitas
antibakteri ,secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah toksisitas
tanin dapat merusak membrane sel bakteri. Mekanisme kerja tanin diduga dapat
mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel
itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan
aktivitas aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya
terhambat dan mati.
3.
Manfaat
daun pepaya (Carica papaya L)
Manfaat
dari daun pepaya antara lain:
a. Anti
kanker
Dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa manfaat daun pepaya dapat dikembangkan
sebagai anti kanker, karean daun pepaya memiliki latex (getah putih seperti
susu). Para peneliti menemukan fakta bahwa dengan rutuin mengomsumsi ekstrak
daun pepaya, sel pertahanan didalam tubuh akan aktif dan membantu tubuh melawan
sel”alien” penyebab kanker (Elshabrina,2013).
b. Memperlancar
ASI
Manfaat
daun pepaya lainnya adalah sebagai pelancar ASI. Bagi ibu yang tengah menyusui,
daun ini sangat bermanfaat untuk memperlancar ASI.
c. Sebagai
obat jerawat
Untuk
menghilangkan jerawat
d. Melancarkan
pencernaan
Tumbuhan dari daun pepaya memiliki
kandungan kimia senyawa karpain. Zat ini membunuh mikroorganisme yang menggangu
fungsi pencernaan.
e. Menambah
nafsu makan.
f. Mengobati
gejala demam berdarah. (Elshabrina,2013).
A.
Mekanisme
Daun Pepaya (Carica papaya L) terhadap
Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus( MRSA)
Daun pepaya yang m
engandung alkaloid,
glikosida, dan flavonoid dapat mengakibatkan perubahan struktur
tersier protein pada permukaan bakteri. Protein atau senyawa
tersebut menyisip pada sisi hidrofobik protein, sehingga mengakibatkan
penurunan hidrofobisitas sel bakteri yang berinteraksi dengan fimbriae
dan mengakibatkan penggumpalan
protein permukaan bakteri. Akibatnya protein ini kehilangan struktur
hidrofobiknya dan mengakibatkan hidrofobisitas bakteri menurun.
B.
Antibiotik
Antibiotik dapat diklsifikasikan
berdasarkan spektrumatau kisaran kerja, mekanisme aksi, strain penghasil, cara
biosintesis maupun berdasarkan struktur biokimianya. Berdasarkan sprektum atau
kisaran kerjanya dapat dibedakan menjadi
antibiotik sprektum sempit dan sprektum luas.
Antibiotik sprektum sempit hanya mampu
menghambat atau membunuh salah satu bakteri gram negatif atau pun bakteri gram positif saja, sedangkan
antibiotik luas dapat menghambat atau membunuh bakteri gram negatif atau pun
gram positif (Hartati, 2012).
Ada lima mekanisme kerja antibiotik yaitu:
1. Penghambatan sintesis dinding sel
Sel bakteri dikelilingi oleh struktur yang kaku disebut dinding
sel yang melindungi membran protoplasma dibawahnya terhadap trauma baik osmotik
maupun mekanik . Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk Dinding sel bakteri
terdiri dari peptidoglikan dan komponen yang lain. Sel yang aktif secara
konstan akan mensintesis peptidoglikan yang baru dan menempatkannya pada posisi
yang tepat pada amplop sel. Antibakteri bereaksi dengan satu atau banyak enzim
yang dibutuhkan pada proses sintesis, sehingga akan menyebabkan pembentukan
dinding sel yang lemah dan akan menyebabkan pemecahan osmotik, sehingga bakteri
akan mati.Penghambatan fungsi selaput sel (Hartati, 2012).
2. Penghambatan fungsi selaput sel
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang
berperan sebagai penghambat permeabilitas selektif membawa fungsi transport
aktif dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Antibakteri akan
berikatan dengan membran fospolipid yang menyebabkan pemecahan protein dan basa
nitrogen sehingga membran bakteri akan pecah yang menyebabkan kematian bakteri
(Hartati, 2012).
3. Penghambatan sintesis protein (hambatan translasi dan transkripsi
bahan genetik)
Kebanyakan obat menghambat translasi
atau sintesis protein, bereaksi dengan ribosom-mRNA. Walaupun manusia mempunyai
ribosom, tetapi ribosom eukariotik berbeda dalam ukuran dan struktur dari
prokariotik, sehingga menyebabkan aksi yang selektif terhadap bakteri, bakteri
mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80 ribosom. Subunit
masing-masing tipe ribosom, komposisi kimianya, dan spesifikasi fungsinya
berbeda, bisa untuk menerangkan mengapa antibakteri dapat menghambat sintesis
protein dalam ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom (Hartati, 2012).
4. Penghambatan sintesis asam nukleat
Pembentukan DNA dan RNA bakteri merupakan perjalanan yang panjang
dan membutuhkan enzim di beberapa proses. Penghambatan proses pembentukan dapat
terjadi pada tempat-tempat tertentu. Antibakteri menginteferensi sintesis asam
nukleat dengan menghambat sintesis nukleotida, menghambat replikasi, atau
menghentikan transkripsi. Karena pembentukan DNA dan RNA sangat penting dan
berefek dalam metabolisme protein, ekstrak akan
berikatan sangat kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri.
Jadi ini menghambat sintesis RNA bakteri (Hartati, 2012).
5. Antibiotik
yang menghambat sintesis metabolit esensial
Penghambatan pada sintesis metebolit esensial antara lain
dengan adanya competitor berupa antimetabolite yang substansi yang secara
kompetitip menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang
mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolisme (Hartati,2012).
C.
Metode
pengujian
1. Metode
Difusi Agar
kertas
disk (paper disc) ditetesi dengan
suatu antibiotik yang akan diuji, selanjutnya diletakkan pada media agar yang
telah diinokulasi dengan dengan mikroorganisme uji secara merata dipermukaan
agar plate.
Difusi
antibiotik dari disk ke medium agar akan menyebabkan terjadinya penghambatan
pertumbuhan mikroorganisme uji disekitar
paper disc pada jarak tertentu pada paper
disc. Diameter hambatan yang terbentuk tersebut merupakan sifat sensivitas
dari mikroorganisme terhadap antibiotik yang diuji yang terdapat dalam paper disc.
Faktor – faktor teknis
yang mempengaruhi ukuran zona hambat dalam metode difusi agar
a. Kerapatan
inoculum atau kepekaan inoculum (Inoculum
Density)
1. Bila
inokulum terlalu tipis, maka inhibisitasnya akan menjadi lebih luas, meskipun
sensivitasnya dari mikroorganisme uji tidak berubah, sehingga strain – strain
yang relativ resisten mungkin akan dilaporkan sebagai sensitive.
2. Sebaiknya
bila inokulum terlalu pekat, maka ukuran zona berkurang dan strain – strain
yang diuji yang sensitive mungkin dilaporkan resisten.
b. Waktu
dari penggunaan paper disc (preinkubasi)
Bila
plate waktu inkubasi preinkubasinya lama pada suhu kamar, kemungkinan telah
terjadi perkembangan (perbanyakan) inoculum sebelum paper disc digunakan. Hal ini menyebabkan terjadinya reduksi dari
diameter zona hambat dan akan menghasilkan strain sensitive dilaporkan sebagai
strain resisten.
c. Suhu
inkubasi
Secara normal, uji
sensitivitas diinkubasi pada suhu 35 – 37 0C untuk pertumbuhan
optimal. Bila suhu direndahkan, maka yang dubutuhkan untuk pertumbuhan efektif
diperpanjang dan akan terbentuk zona yang lebih luas.
d. Wakatu
inkubasi
Kebanyakan
metode sensitivitas menggunakan waktu atau lama inkubasi antara 16 – 18 jam.
Bila dalam keadaan darurat, beberapa laporan menyatakan dapat menggunakan waktu
inkubasi 6 jam, namun hal ini tidak dianjurkan untuk pekerjaan rutinitas dan
hasilnya harus selalu ditetapkan setelah waktu inkubasi.
e. Ukuran
cawan petri, kedalaman medium dan jarak
paper diski
Uji sensitivitasas pada umumnya
dilakukan pada cawan perti dengan diameter 9 – 10 cm dan paper disk antibiotik
dipakai tidak lebih dari 6 – 7 buah paper
disk pada setiap cawan petri. Bila jumlah paper disk antibiotik lebih besar maka digunakan cawan petri dengan
diameter 14 cm. Diameter hambatan akan
terbentuk luas sekali, bila media agar pada cawan petri sangat tipis.
Jarak antara paper disk yang satu dengan yang lainnya perlu diatur sedemikian
rupa untuk menghindari terjadinya himpitan diameter hambatan antara satu paper disk atau terbentuknya daya hambat
yang melebihi tepi dari cawan petri.
f. Komposisi
media
Komposisi medium agar mempengaruhi
ukuran daya hambat hambatan (karena adanya efek terhadap kecepatan pertumbuhan
mikroorganisme), kecepatan difusi antibotik dan aktivitas dari zat – zat
pembentukan medium (Djide, 2008).
g. Kelemahan
dan kelebihan metode difusi agar
Kelemahan
dari metode ini adalah tidak dapat ditentukan efek baktertisidal suatu
antibotik sedangkan kelebihannya yaitu metode ini dapat dilakukan pengujian
secara lebih banyak dalam satu kali kegiatan dan memerlukan tenaga yang tidak terlalu
banyak.
2. Metode
Silinder Plate(Sumuran)
Metode ini juga
sama dengan metode difusi agar, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah
ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi ekstrak yang akan
diuji.
Kelebihan dari metode
ini adalah biayanya yang relati hemat sedangkan kelemhannya dari metode ini
yaitu cara pembuatan media dalam metode ini lebih rumit.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimental Laboratorium untuk menentukan aktivitas
antibakteri ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L) terhadap Methicillin –
Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Stikes Mega Rezky Makassar untuk pembuatan ekstrak daun pepaya dan FMIPA
UNHAS untuk pengujian daya hambat.
2. Waktu
Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 27 Juni – 30 juli 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah daun pepaya yang ada di wilayah Antang Raya.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian
ini adalah daun pepaya (Carica papaya L).
D. Kriteria sampel
27
|
E.
Variabel Penelitian
1.
Variabel bebas
Yang menjadi variabel terikat
adalah daya hambat antibakteri terhadapat Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
2.
Variabel
terikat
Yang menjadi variabel
bebas adalah konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) 5%, 10%, 20%, 30% 40%,
F.
Defenisi
Operasional
1. Daya hambat bakteri adalah kemampuan
suatu zat untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
2.
Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcusaureus
yang menjadi kebal atau resistenterhadap antibiotik jenis metisilin.
3. Ekstrak
daun pepaya adalah Sediaan kental atau cair
dari daun pepaya yang diperoleh dengan mengektraksi senyawa aktif dari
daun pepaya dengan menggunakan pelarut ethanol 96%.
G. Alat dan Bahan
1. Alat
yang digunakan
Batang pengaduk, lampu spiritus,
incubator, ose, kipas angin, botol untuk maserasi, erlemeyer vakum, neraca
analitik, gelas kimia, piper volum, gelas ukur, autoklaf, petri disk, kertas
timbang, botol maker, spatula (sendok besi), klinipet, tip kuning.
2. Bahan
yang digunakan
Daun pepaya (Carica papaya L), etanol 96%, media MHA (Mueller Hinton Agar),
biakan kultur MRSA (Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus), NaCl 0,9%, standar Mac Farland 0,5%.
H. Prosedur kerja
1. Pembuatan
ekstrak daun pepaya (Carica papaya L)
a. Daun
pepaya muda (Carica papaya L) dicuci
dengan air mengalir dan dipotong kecil.
b. Dikering
anginkan daun pepaya muda(Carica papaya
L) selama 4-7 hari..
c. Diblender daun pepaya yang
kering hingga diperoleh serbuk halus sebanyak 200 gram.
d. Serbuk daun pepaya ditambahkan ethanol 96% yaitu
1500 ml.
e. Dibiarkan termaserasi selama 24 jam dalam maserator.
f. Setelah 24 jam, maserat disaring dari ampasnya dengan menggunakan
kertas saring.
g. Filtrat dari hasil maserasi dimasukkan ke
dalam erlemeyer dan di angina –angin dengan kipas angina sampai
diperoleh sediaan pekat.
(Prosedur kerja pada
jurnal Nindya)
2. Pembuatan
Suspensi Bakteri
Bakteri MRSA yang sudah diremajakan disuspensikan dengan larutan NaCl 0,9
% kemudian dihomogenkan. Selanjutnya suspensi disetarakan dengan larutan
standar Mc Farland 0,5%.
3. Pembuatan
konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L) 5%
a. Disiapkan
alat dan bahan.
b. Ditimbang
0,05 gram ekstrak daun pepaya dengan menggunakan neraca analitik.
c. Ekstrak
daun pepaya dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan aquades sampai 1 ml.
d. Dihomogenkan
dan ditutup menggunakan kapas.
4. Pembuatan
konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L) 10 %
a. Disiapkan
alat dan bahan.
b. Ditimbang
0,1 gram ekstrak daun pepaya dengan menggunakan neraca analitik.
c. Ekstrak
yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan aquades
sampai 1 ml.
d. Dihomogenkan
dan ditutup menggunakan kapas.
5. Pembuatan
konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) 20 %
a. Disiapkan
alat dan bahan.
b. Ditimbang
0,2 gram ekstrak daun pepaya dengan menggunakan neraca analitik.
c. Ekstrak
yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan aquades
sampai 1 ml.
d. Dihomogenkan
dan ditutup menggunakan kapas.
6. Pembuatan
konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L) 30%
a. Disiapkan
alat dan bahan.
b. Ditimbang
0,3 gram ekstrak daun pepaya dengan menggunakan neraca analitik.
c. Ekstrak
yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam
tabung reaksi dan ditambahkan aquades sampai 1 ml.
7. Pembuatan
konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L) 40%
d. Disiapkan
alat dan bahan.
e. Ditimbang
0,4 gram ekstrak daun pepaya dengan menggunakan neraca analitik.
f. Ekstrak
yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam
tabung reaksi dan ditambahkan aquades sampai 1 ml.
g. Dihomogenkan
dan ditutup menggunakan kapas.
8. Pengujian ekstrak daun pepaya terhadap pertumbuhan Methicillin
Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
metode difusi agar.
a. Disiapkan
alat dan bahan yang digunakan.
b. Media
Muller Hilton Agar (MHA) cair yang telah disterilkan dituang dalam cawan petri
15-20 ml.
c. Dibiarkan
beberapa saat sampai memadat.
d. Disebarkan
pada media padat suspensi bakteri dengan menggunakan batang penyebar steril sehingga
suspensi bakteri merata diseluruh permukaan media.
e. Ditotolkan
ekstrak daun pepaya dari masing – masing konsentrasi 5%, 10%, 20%, 30%, 40%
sebanyak 20 µl diatas paper disc dan di diamkan selama 15 menit.
f. Diletakkan
secara aseptik pada media Muller Hilton Agar (MHA).
g. Diinkubasi
pada uhu 370 C selama 24 jam.
h. Dibaca
hasilnya dengan cara mengukur zona hambat pada media.
Table
sensitivitas Antibiotik
Zona
Hambat (mm)
|
|||
Resisten
|
Intermedit
|
Sensitive
|
|
Linezolid
|
<18
mm
|
18-20
mm
|
>21
mm
|
Table
3.1 sensitivitas Antibiotik
A.
Analisis Data
Hasil
uji laboratorium disajikan dalam bentuk tabel
dan selanjutnya dianalisa secara deskritif.
BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan
Laboratorium dari 5 konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) yang di uji pada bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus yang dilakukan pada
bulan juni 27 – 30 juli 2016 di
Laboratorium Mikrobiologi STIKes Mega Rezky Makassar dan Laboratorium Fakultas
Matematik dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Hasanuddin Makassar,
maka diperoleh hasil pemeriksaan yang tersedia pada tabel berikut :Tabel 4.1 Zona hambat uji daya hambat
ekstrak daun pepaya (Carica papaya L).
Konsentrasi
|
Zona Hambat Terhadap MRSA
|
||
Rata – rata
|
|||
I
|
II
|
||
Kontrol (+) linezolid
|
21,75 mm
|
21,45 mm
|
21,6 mm
|
Kontrol negative
|
0 mm
|
0 mm
|
0
mm
|
5%
|
8,75mm
|
6,75 mm
|
7,75 mm
|
10%
|
9,15 mm
|
7,75 mm
|
8,45 mm
|
20%
|
9,45 mm
|
8,75 mm
|
9,10 mm
|
30%
|
10,15 mm
|
9,55 mm
|
9,85 mm
|
40%
|
10,35 mm
|
10.00mm
|
10,00 mm
|
35
|
Berdasarkan tabel 4.1 pada plate I dan II pada konsentrasi 5%, 10%,
20%, 30%, 40% didapatkan < 18 mm, hasil ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi
tersebut tidak dapat menghambat pertumbuhan
Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA).
B.
Pembahasan
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang
bersifat deskriftif yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau mendapatkan
keterangan tentang aktivitas antibakteri ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) terhadap pertumbuhan Methicillin –Resistant Staphylococcus
aureus. Sampel dianalisis diLaboratorium mikrobiologi STIKes Mega Rezky
Makassar untuk proses ekstraksi daun
Pepaya dan di FMIPA Universitas Hasanuddin untuk pembuatan konsentrasi ekstrak
daun pepaya dan pengujian aktivitas antibakteri.
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu
daun pepaya muda yang telah dipotong kecil – kecil dan dikeringkan tanpa
pemanasan dari sinar matahari karena pemanasan dengan sinar matahari dapat menyebabkan
terjadinya oksidasi pada senyawa organik yang terdapat pada daun pepaya (Carica papaya L). Pengeringan pada daun
pepaya (Carica papaya L) bertujuan
untuk menghilangkan kandungan air pada daun pepaya (Carica
papaya L) tersebut sehingga dapat memperlancar proses ekstraksi pada daun
pepaya (Carica papaya L). Sampel yang telah kering kemudian dihaluskan
menggunakan blender. Sampel yang telah halus kemudian direndam dalam larutan
etanol. Perendaman pada etanol ini bertujuan untuk menarik atau mengeluarkan
senyawa organik yang terkandung dalam daun pepaya
Setelah dilakukan perendaman, kemudian dilakukan
penyaringan agar ampas dari daun pepaya (Carica
papaya L) tidak ikut dalam larutan ekstrak. Setelah disaring kemudian dilakukan
pemisahan antara etanol dengan ekstrak dengan cara di angin – anginkan
menggunakan kipas angin sehingga etanol yang tadinya bercampur dengan ekstrak
daun pepaya (Carica papaya L) akan
menguap sehingga terjadi pemisahan antara etanol dengan ekstrak daun papaya (Carica papaya L) tersebut.
Ekstrak yang didapatkan kemudian di masukkan kedalam
cawan kemudian di tutup dengan aluminium foil. Ekstrak yang di dapatkan mempunyai
ciri – ciri bentuknya semi padat berwarna hijau kehitam - hitaman.
Ektraksi adalah suatu proses pemisahan atau
penarikan zat kimia dari bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut
tertentu.
Pengujian
aktivitas antibakteri ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) terhadap pertumbuhan Methicillin – Resistant Staphylococcus aureus dilakukan di FMIPA
Universitas Hasanuddin Makassar. Ekstrak yang didapatkan kemudian dibuatkan 5
konsentrasi, dimana konsentrasi yang dibuat yaitu 5%, 10%, 20%, 30% dan 40%.
Pembuatan konsentrasi dari ekstrak daun pepaya ini menggunakan aquades steril sebagai pelarut. Pemilhan
aquades sebagai pelarut karena murah dan mudah diperoleh, ,tidak menguap, tidak mudah terbakar,tidak
beracun dan alami.
Penelitian ini menggunakan linezolid sebagai kontrol
positif, Hal ini didasarkan bahwa antibiotik ini bersifat spektrum luas dimana
antibiotik ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri MRSA Kontrol positif dalam
penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah bakteri yang digunakan masih
layak untuk di uji. Sedangkan untuk kontrol negatif dalam penelitian ini,
digunakan yaitu blank disc, karena tidak mengandung antibiotik sehingga tidak
dapat menghambat pertumbuhan zona aktif bakteri. Kontrol negatif yang digunakan
dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sampel atau ekstrak yang
digunakan layak untuk diuji atau tidak.
Setelah pembuatan konsentrasi ekstrak daun papaya (Carica papaya L) serta kontrol positif
dan kontrol negatif , dilanjutkan dengan pengujian terhadap Methicillin – Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA). Bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus
Aureus (MRSA) bakteri gram positif, berbentuk bola dengan garis
tengah sekitar 1µm, tidak bergerak, tidak membentuk spora, tersusun dalam
kelompok tidak beraturan, dan menghasilan katalase positif. Bakteri ini tahan
pada suhu 50ºC, dan pada lingungan dengan konsentrasi garam yang tinggi, mudah
membentuk pigmen pada suhu kamar (20-25ºC). Koloni Staphylococcus aureus
pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus menonjol, dan berwarna abu-abu
sampai kuning emas tua (Warsa,2994).
Biakan bakteri MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus yang sudah diremajakan
disetarakan dengan standar Mac farland 0,5%
keran standar Mac Farland 0,5 % setara dengan suspensi bakteri yang
mengandung antara 1×108 CUF /ml.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu
metode difusi dengan menggunakan blank disc.Pada proses pengujiannya media yang
digunakan yaitu media Muller Hinton Agar
(MHA).
Setelah dilakukan pengujian pada media MHA, kemudian
dilakukan inkubasi selama 1 x 24 jam pada inkubator pada suhu 37 ˚C. Setelah
diinkubasi dilakukan pembacaan hasil, dimana diukur daerah zona hambat yang
terbentuk. Daerah zona hambat yang terbentuk pada penelitian ini dikatakan
dapat menghambat jika diameter zona hambatnya diatas 18 mm. Berdasarkan hasil
penelitian dari 5 konsentrasi yang
dibuat yaitu 5%, 10%, 20%, 30% dan 40%dinyatakan resisten atau tidak ada yang
dapat menghambat pertumbuhan Methicillin
– Staphylococcus aureus (MRSA).
Hal ini disebabkan adanya kemungkinan
terjadinya kontaminasi pada ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L).
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara laboratorik yang telah dilakukan untuk mengetahui
daya hambat ekstrak daun pepaya terhadap Methicillin
Resistant Staphylococcus aureus dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada
konsentrasi 5%, 10%, 20%, 30%, 40% , diameter zona hambat yang terbentuk yaitu dibawah < 18 mm.
2. Berdasarkan
hasil penelitian dari lima konsentrasi yang dibuat dimana kelima konsentrasi
tersebut tidak ada yang menghambat pertumbuhan Methicillin – Staphylococcus aureus (MRSA) atau resisten, sehingga tidak ada nilai Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) yang didapat.
B.
Saran
1. Diharapkan
kepada peneliti selanjtunya untuk mengembangkan variasi konsentrasi yang lebih
tinggi dari penelitian ini.
2. Diharapkan
penelitian yang selanjutnya untuk mengembangkan penelitian terhadap
identifikasi senyawa yang terkandung dalam daun pepaya (Carica papaya L) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
3. Diharapkan
kpenelitan selanjutnya untuk lebih memperhatikan prosedur kerja agar tidak
terjadi kontaminasi pada smapel pengujian.
40
|
4. Diharapkan
kepada masyarakat agar tidak menggunakan ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) sebagai obat
penyakit infeksi penyebab bakteri Methicillin – Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) karena penelitian ini Methicillin
– Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
resisten terhadap Ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L).
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad
Fauzi Sulaiman,2012,Skrining Methicillin
Resistant Staphylococcus aureus(MRSA)
pada tenaga kesehatan di bangsal melati 1, melati 2, dan mawar 2 RSUD Dr. Moewardi.Skripsi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Aldelina
Laksmi Nindya et al. 2013. “Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah sel
Makrofag pada Gigiva tikus Wistar. Artikel
Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa UTEJ.1-5.
Agoes
Anzwar.2010.Taman Obat Indonesia.
Jakarta: Salemba Madika.
Bernadetta Via Marga Utaminingsih, 2015. “Pengaruh Pemberian Minyak Nigella Sativa Dan
Kombinasinya Dengan Seftriakson Terhadap Jumlah
Kuman Methicillin Resistant
Staphylococcus Aureus(Mrsa) Pada Kultur
Hati Mencit Balb/C.” Karya Tulis
Ilmiah Universitas Diponegoro.
Dian
ND Anggrahini, dkk (2012). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya
(Carica
papaya L.) Terhadap Escherichia coli dan Salmonella typhi. Jurnal FMIPA-UR.Riau.1-6.
Djide,Dr. M.
Natsir MS Apt. 2008. Mikrobiologi Klinik Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Teknologi
Laboratorium Kesehatan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Elshabrina.2013.33
dasyatnya Daun Obat Sepanjang Masa.
Yogyakarta: CV Solusi Distribusi.
Fadrina Wardani Rahmi.2012 “Potensi Perasan Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Jumlah Makrofag Pasca
Gingivektomi Pada Tikus Wistar Jantan”
Jurnal Universitas Jember.
Hartati, Sri
Agnes. 2012. Dasar-dasar Mikrobiologi
kesehatan.Surakarta: Nuha Medik.
Helmi, dkk 2015 “Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Asam Jawa (Tamarindus Indica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA)”Karya Tulis Ilmiah STIKes Mega Rezky Makassar.
Kartasapoera Drs.
G.2006.Budi daya Tanaman Berkhasiat Obat.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Muhamamd
Muamar.2011. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L) Terhadap Staplycoccus mutan
Secara In vitro. Skripsi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Pratiwi,dkk. (2015). “Daya Hambat Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadapAdhesi Bakteri Porphyromonas gingivalis pada
Neutrofil” e- Jurnal
Pustaka Kesehatan, vol. 3(no 2.), 193 –
198.
Rido Maulana,dkk 2013. “Uji
Sensitivitas Bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus
Aureus (Mrsa) Terhadap
Propolis”. Laporan Akhir Program Kreativitas Mahasiswa
Universitas Muhammadiah Jakarta.
Setiaji,
G. 2009. Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica Papaya untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele
Dumbo Clarias sp yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal
Institut Pertanian Bogor.
Soranta Wahyu Eko.2009. “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica
Papaya L) Terhadap Escherichia
Coli Dan Staphylococcus Aureus
Multiresisten Antibiotik”. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar