BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya
genangan – genangan air yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong
yang tidak lancar serta adanya banjir yang berkepanjangan, perlu diwaspadai
adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan – genangan
tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba pula, itulah
kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi adanya
musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan
sanitasi lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum
dilakukannya pengendalian secara kimiawi.
Demam berdarah adalah penyakit disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
Aegypti. Penyakit demam berdarah DHF ini yang disebabkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem
pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Ini terlihat
pada banyak penderita demam berdarah yang kulitnya timbul bercak-bercak merah
sebagai ciri khas penyakit demam berdarah ini. Itu adalah pengertian demam
berdarah yang ditinjau dari segi medisnya.
1
|
Demam
Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit endemik di daerah tropis yang
memiliki tingkat kematian tinggi terutama pada anak-anak. Indonesia merupakan negara
dengan tingkat kejadian DBD maupun Demam
Dengue (DD) yang tinggi. Berdasarkan publikasi World Health Organization (WHO) dalam
Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, dengue
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar di Indonesia. Sejak pertama
kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1968, angka kejadian DBD di Indonesia
terus meningkat.
Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sampai dengan Juni 2013, telah terjadi
11.207 kejadian DBD dengan Angka Kejadian ( Incidency Rate = IR) 29,25 dan CFR
0,88% (99 orang). Berdasarkan laporan yang sama, di Surabaya angka kejadiannya
adalah 1.504 kasus dengan CFR 0,4% (6 orang) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, 2013). Surabaya merupakan kota dengan IR DBD tertinggi di Jawa Timur.
Sebagai pembanding, Kabupaten Malang dan Kabupaten Jember yang menempati
peringkat kedua dan ketiga IR DBD di Jawa Timur menunjukkan angka 2.506.102 dan
2.375.469 kasus pada Januari hingga Juni 2013.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menetapkan rumusan
masalah makalah ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana konsep dasar
mengenai penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF)?
2.
Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan Dengue
Hemoragic Fever (DHF)?
C.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam
menerapkan Asuhan Keperawatan (ASKEP) pada klien gangguan sistem hematologi (Dengue Hemoeragik Fever Derajat II) dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan, bertitik tolak pada perubahan-perubahan bio-fisik-psiko-sosial.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu mengkaji klien
gangguan sistem hematologi (Dengue
Hemoragic Fever Derajat II).
b.
Mahasiswa mampu
merumuskan diagnosa keperawatan klien gangguan sistem hematologi (Dengue Hemoragic Fever Derajat II).
c.
Mahasiswa mampu
merencanakan tindakan keperawatan klien gangguan sistem hematologi (Dengue Hemoragic Fever Derajat II).
d.
Mahasiswa mampu
mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan klien gangguan sistem
hematologi (Dengue Hemoragic Fever Derajat
II).
e.
Mahasiswa mampu
mengevaluasi tindakan keperawatan klien gangguan sistem hematologi (Dengue Hemoragic Fever Derajat II)
D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pembahasan makalah ini,
diantaranya:
1. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Institusi,
Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan perawatan profesional pada klien dengan
gangguan sistem hematologi (Dengue
Hemoragic Fever Derajat II).
2.
Pelaksanaan seminar kasus dapat menjadi masukan dan bahan informasi serta
koleksi bagi mahasiswa dan institusi pendidikan dalam rangka peningkatan
pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik, sehingga peserta didik mampu
mengaplikasikan ilmu dan keterampilan secara efisien di tempat praktek dan di
tempat kerjanya untuk masa yang akan datang.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
Konsep
Dasar Medis
A.
Definisi
Demam
dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
hemorhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue
shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok.
B.
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue
disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari
asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 × 106.
Terdapat 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan
Flavivirus lain seperti yellow fever,
Japanese encehphalitis dan West Nile
virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat
berplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan
primate. Survey epidemologi pada hewan ternak didapatkan antibody terhadap
virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada atrhopoda
menunjukkan virus dengue dapat berplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.
C.
Epidemologi
Demam
berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan
infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk Aedes (terutama A. aegypti
dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersediannya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu
bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan
air lainnya).
Beberapa
factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue
yaitu: 1). Kepadatan vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat
ke tempat lain; 2). Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga,
mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan
: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
D.
Patofisiologi
Pathogenesis terjadinya demam dengue
hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti
yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam
berdarah dengue dan sindrom rejatan dengue.
Respon imun yang diketahui yang berperan
dalam pathogenesis DBD adalah: a). respon humoral berupa pembentukan antibody
yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi
komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus
dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE); b). limposit T baik T helper (CD4) dan T – sitotoksin (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). monosit dan
makrofag berperan dalam fagositosis dengan opsonisasi antibody. Namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin
oleh makrofag; d). selain itu aktivitas komplemen oleh kompleks imun
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan
hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik
antibody sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleeks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994
merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatkan bahwa infeksi virus
dengue menyebabkan aktivitas makrofag yang memfagositosis kompleks
virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivitas T-helper dan T-sitotoksin sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi
monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF
(platelet activating factor), IL-6
dan histamine yang menyebabkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadinya
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue
terjadi melalui mekanisme :
a. Supresi
sumsum tulang, dan
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir terjadi akan
terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositipenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit
terjadi melalui peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD, komsumsi
trombosit selama proses koagulapati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi
trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelapasan ADP, peningkatan kadar
b-troboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
Koagulapati terjadi
sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi
endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulapati konsumtif pada
demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsic
juga berperan melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).
E.
Manifestasi
Klinis
Infeksi
virus dengue mengakibatkan manifestasi klinis yang bervariasi mulai dari
asimtomatik, penyakit paling ringan (mild
undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue,
sampai sindrom syok dengue. Walaupun secara epidemologis infeksi ringan lebih
banyak, tetapi pada awal penyakit hamper tidak mungkin membedakan infeksi
ringan atau berat.
Biasanya
ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan
sirkulasi. Demam dengue pada bayi dan anak berupa demam ringan disertai
timbulnya ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa dikenal sindrom trias
dengue berupa demam tinggi mendadak, nyeri pada anggota badan (kepala, bola
mata, punggung, dan sendi), dan timbul ruam makulopapular. Tandai lain
menyerupai demam dengue yaitu anoreksia, muntah, dan nyeri kepala
A.
Laboratorium
Pemeriksaan
darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah
melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru.
Diagnose
pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan tehnik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena
teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologi yang mendeteksi adanya antibody
spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG-lebih banyak.
Parameter
laboratories yang dapat diperiksa antara lain :
a.
Leukosit : dapat normal
atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari
total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah
total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
b.
Trombosit : Umumnya
terdapat trombositipenia pada hari ke 3-8.
c.
Hematokrit : Kebocoran
plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari
hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d.
Hemostatis : Dilakukan
pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai
terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
e.
Protein/albumin : Dapat terjadi hipopreteinemia akibat
kebocoran plasma.
f.
Trombositopenia : Trombosit
< 100.000 / mm2, penurunan progresif pada pemeriksaan periodik
dan waktu perdarahan memanjang
g.
Hemokonsentrasi :
Hematokrit saat masuk rumah sakit ±
20 % atau meningkat progresif pada pemeriksan periodik
B.
Klasifikasi
Derajat DBD
1. Derajat
I
Demam
disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji torniquet (+),
Trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat
II
Derajat
satu ditambah perdarahan spontan pada kulit dan /atau di tempat lain.
3. Derajat
III
Ditemukannya
kegagalan sirkulasi, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah.
4. Derajat
IV
Syok
berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur
C.
Komplikasi
1. Perdarahan
otak
2. Sindroma
distress napas dewasa
3. Infeksi
nosokomial seperti pneumonia, tromboplebitis, sepsis dan shock sepsis
D.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Ig G dengue positip
2.
Trombositopenia <
100.000 / ml
3.
Hb meningkat > 20 %
4.
Hemokonsentrasi
(hematokrit meningkat) > 20 %
5.
Hasil pemeriksaan kimia
darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia, pada hari ke-2
dan ke-3 terjadi leucopenia
6.
SGOT dan SGPT mungkin
meningkat : ureum, pH darah bisa meningkat
7.
Waktu perdarahan
memanjang : asidosis metabolik
8.
Pada thorax foto
ditemukan adanya gambaran efusi pleura.
E.
Penatalaksanaan
Medik
Tirah baring atau istirahat baring
1.
Diet makanan lunak
2.
Minum banyak ( 2-2,5 Liter/hari) dapat berupa : susu, teh manis,sirup dan
beri penderita sedikit oralit.
3.
Pemberian cairan intra vena ( Biasanya RL )
4.
Monitor tanda – tanda vital tiap jam ( suhu, nadi tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk observasi tiap jam.
5.
Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari
6.
Pemberian obat antipiretik
7.
Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam
(Arif mansyoer,2000).
Konsep
Dasar Keperawatan
A.
Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan
Utama
Pasien mengeluh panas,
sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
3. Riwayat
penyakit sekarang
Riwayat kesehatan
menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada
waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun
4. Riwayat
penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang
diderita secara spesifik.
5. Riwayat
penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit
DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah
penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
6. Riwayat
Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan
kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang
dibersihkan.
7. Riwayat
Tumbuh Kembang
8. Pengkajian
Per Sistem
a. Sistem
Pernapasan yaitu Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal,
epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar
ronchi, krakles.
b. Sistem
Persyarafan yaitu pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran
serta pada grade IV dapat trjadi DSS
c. Sistem
Cardiovaskuler yaitu Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet
positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi
cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada
grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah
tak dapat diukur.
d. Sistem
Pencernaan yaitu Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
e. Sistem
perkemihan yaitu Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
f. Sistem
Integumen. Yaitu Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I
terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat
terjadi perdarahan spontan pada kulit.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko
defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
3. Resiko
syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4. Resiko
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual.
5. Resiko
terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni).
6. Kecemasan
orang tua berhubungan dengan kondisi anak.
C.
Rencana
Asuhan Keperawatan
1. Termoregulasi
tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria : Suhu tubuh antara 36 – 37 dan nyeri otot
hilang
Intervensi :
a. Kaji
suhu tubuh pasien
Rasional
: Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b. Beri
kompres air hangat
Rasional : Mengurangi
panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan
panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c. Berikan/anjurkan
pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
d. Anjurkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan
rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang
peningkatan suhu tubuh.
e. Observasi
intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali
atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi
dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f. Kolaborasi
: pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian
cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya
untuk menurunkan panas tubuh pasien.
2. Resiko
defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi defisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam
batas normal,
Tidak ada tanda
presyok, Akral hangat, Capilarry refill (-)
Intervensi :
a. Awasi
vital sign tiap 3 jam/sesuai indikasi
Rasional : Vital sign
membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi
capillary Refill
Rasional : Indikasi
keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi
intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan
haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan
untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk
memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi
: Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat
meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.
3. Resiko
Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria :
Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor
keadaan umum pasien
Rasional : Untuk
memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok /syok.
b. Observasi
vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat
perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok /
syok.
c. Jelaskan
pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan
Rasional : Dengan
melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi
: Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan
intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi
: pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk
mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan
melakukan tindakan lebih lanjut
4. Resiko
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi,
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji
riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional :
Mengidentifikasi defisiepnsi, menduga kemungkinan intervensi
b. Observasi
dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi
masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang
BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi
penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan
makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan
sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah
distensi gaster.
e. Berikan
dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan
nafsu makan dan masukan peroral
f. Hindari
makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan
distensi dan iritasi gaster.
5. Resiko
terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor faktor pembekuan darah
(trombositopeni)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria
: TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler,
pulsasi
kuat,
tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Intervensi
:
a. Monitor
tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan
trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap
tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
b. Anjurkan
pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas
pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
c. Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan
seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan
pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi
perdarahan.
d. Antisipasi
adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah
terjadinya perdarahan lebih lanjut.
e. Kolaborasi,
monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan
trombosit yang di pantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
6. Kecemasan
orangtua berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan :
Ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria
: Klien melaporkan tidak ada manifestasi
kecemasan secara fisik, tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi :
a. Kaji
dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan
intervensi.
b. Kaji
mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
Rasional : Mempertahankan
mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
c. Lakukan
pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan.
Rasional : Pendekatan
dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang
dirasakan.
d. Motivasi
pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan
yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : Alat untuk
mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
e. Berikan
penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam
keadaan cemas.
Rasional : Menciptakan
rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan
memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain
atas kemampuannya.
f.
Anjurkan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : Menciptakan perasaan yang
tenang dan nyaman.
g. Sediakan
informasi factual (nyata dan benar)
kepada pasien dan keluarga menyangkut
diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
h.
Kolaborasi pemberian
obat anti ansietas.
Rasional : Mengurangi ansietas sesuai
kebutuhan
BAB III
TINJAUAN
KASUS
22
|
Nama Pasien
: An”R”
Umur : 5 tahun
No.RM
: 747662 Ruang
Rawat : IRD Anak
Diagnosa Medik : DBD Grade II Jenis Kelamin : Perempuan
|
||
Datang Ke RS tanggal : 15-03-2016 Pukul : 21.35 WITA
Tgl Pengkajian : 16-03-2016 Pukul : 16.05 WITA
|
||
Cara Datang :
Transportasi Ke IGD :
Tindakan Prahospital :
NGT
Penjahitan
|
||
Keluhan Utama : Demam
Riwayat KU :
Dialami sejak 4 hari sebelum masuk RS. Nampak
bintik-bintik merah di bagian badan dan ekstremitas 3 hari sebelum masuk
rumah sakit.
|
||
Pengkajian
Primer
|
||
Pengkajian
Keperawatan
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Intervensi
Keperawatan
|
A.
Airway
Suara nafas :
|
Bronchodilator/nebulizer
|
|
B.
Breathing
Pola Nafas
Frekuensi nafas : 24 x/mnt
Bunyi nafas
Irama nafas :
Penggunaan otot bantu nafas ;
Jenis Pernafasan
Hasil AGD :
Lain-lain…………………………
|
Kolaborasi
: pemberian O2 dan pemeriksaan AGD
Lain-lain………………
|
|
C.
Circulation
Pengisian kapiler
Frekuensi 98 x/mnt
Irama : (√)
Reguler ( )Irreguler
Kekuatan : (√) Kuat
( ) Lemah
Tekanan darah: 100/60mmHg
Adanya riwayat kehilangan cairan dalam jumlah besar
:
( ) Diare ( )
Luka bakar
( )
Muntah ( ) Pendarahan
Perdarahan :
(√) Ya ( )
Tidak
Jika Ya …………………cc
Lokasi perdarahan :
Gusi
Kelembaban kulit :
Lembab : ( √
) Kering : ( )
Turgor : (
√ ) Normal ( )
Kurang
Edema :
( ) Ya ( √
) Tidak
Output urine ………………… ml/jam
Luas luka bakar ………………. %
Grade :
Lain-lain………………………...
|
Perdarahan
|
( )
Mengawasi adanya perubahan warna kulit
( )
Mengawasi adanya perubahan kesadaran
( ) Mengukur tanda-tanda vital
( )
Memonitor perubahan turgor, mukosa dan capillary refill time
( )
Mengobservasi adanya tanda-tanda edema paru :
dispnea & ronkhi
( ) Mengkaji
kekuatan nadi perifer
( ) Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
( )
Memonitor intake-outfut cairan setiap jam : pasang kateter dll.
( )
Mengobservasi balans cairan
( )
Mengawasi adanya edema perifer
( )
Mengobservasi adanya urine output< 30 ml/jam dan peningkatan BJ urine
( )
Meninggikan daerah yg cederah jika tidak ada kontradiindikasi
( )
Memberikan cairan peroral jika masih memungkinkan hingga
2000-2500 cc/hr.
( )
Mengontrol perdarahan dengan balut tekan.
( ) Mengobsrvasi
tanda-tanda adanya sindrom kompartemen (Nyeri local daerah cederah,
pucat, penurunan tekanan nadi,
nyeri bertambah saat digerakkan, perubahan
sensori/baal dan kesemutan)
( )
Menyiapkan alat-alat untuk pemasangan CVP jika diperlukan
( )
Memonitor CVP jika diperlukan
( ) Memonitor CVP dan perubahan nilai elektrolit tubuh
Kolaborasi :
( ) Melakukan infuse dengan jarum yang besar 2 line
( ) Menyiapkan pemberian transpusi darah jika penyebabnya
perdarahan,koloid jika darah
transfuse susah didapat
( )
Pemberian atau maintenance
cairan IV
( )
Tindakan RJP
( )
Lain-lain…..
|
D.
Disabiliti
/Disintegrity
Tingkat kesadaran : Composmentis
Nilai GCS : 15
Pupil : (√)
Normal ( ) Tidak
Respon cahaya +
Ukuran pupil (√) Isokor ( )Anisokor
Diameter :
03 mm
Penilaian
ekstremitas
Sensorik
: (√) Ya ( ) Tidak
Motorik : (√)
Ya ( ) Tidak
Lain-lain
:
|
( ) Mengukur tanda-tanda vital
( ) Mengobservasi perubahan tingkat kesadaran
( ) Mengobservasi adanya tanda-tanda peningkatan TIK (Penurunan
kesadaran,HPT,Bradikardi,Sakit kepala,muntah, papiledema & palsi
N.cranial VI )
( ) Meninggikan kepala 15-30 jika
tidak ada
kontraindikasi
( ) Mengobserfasi kecukupan cairan
Kolaborasi :
( )
Pemberian oksigen
( )
Pemasangan infuse
( )
Intubasi ( GCS < 8 )
( )
Monitor hasil AGD dan laporkan hasilnya.
( )
Memberikan terapi sesuai indikasi
( )
Lain-lain…….
|
|
E.
Exposure
Adanya trauma pada daerah ;
Adanya jejas/luka pada daerah :
-
Ukuran
Luka :
-
Kedalaman
luka :
Keluhan nyeri:
( ) Ya (
) Tidak
EKG :
Lain-lain……………………
|
( ) Mengkaji karakteristik nyeri, gunakan pendekatan PQRST.
( ) Mengajarkan teknik relaksasi
( ) Membatasi aktifitas yang meningkatkan intensitas nyeri
( ) Kolaborasi untuk pemberian terapi :
( ) analgetik
( ) oksigen
( ) infuse
( )
perekaman EKG
( ) Lain-lain:.......
|
|
F.
Farenheit
(suhu tubuh)
Suhu : 38,9 0C
Lamanya terpapar suhu panas/dingin:
Riwayat pemakaian obat :
Tidak
ada
Riwayat penyakit :
( ) Metabolic
( ) Dampak tindakan medis
|
Termoregulasi
Tidak efektif
Kriteria
objektif :
1.
Suhu
tubuh normal (36.5-37oC)
2.
Klien
tidak demam lagi
|
(√) Mengobservasi TTV, kesadaran, saturasi
oksigenasi.
( ) Membuka
pakaian (menjaga privasi)
(√) Melakukan penurunan suhu tubuh; kompres dingin /
evaporasi/selimut pendingin (cooling
blanket)
( )
Mencukupi kebutuhan cairan /oral
(√) Memberikan antipiretik
( )
Melindungi pasien
lingkungan yg dingin
( ) Membuka
semua pakaian pasien yang basah
( )
Melakukan penghangatan tubuh pasien secara bertahap (1 C/jam ) dengan selimut tebal /warm
blanket
( ) Mengkaji tanda-tanda cedera fisik akibat cedera dingin: kulit melepuh,
edema,timbulnya bula/vaseikel,menggigil.
( ) Menganjurkan
pasien agar tidak menggorok/menggaru kkulit yang melepuh
( )
Melakukan gastric lavage dengan air hangat.
( ) Menyiapkan cairan IV dengan cairan yang hangat
( )
Menyiapkan alat-alat intubasi jika diperlukan
( )
Lain-lain…………………
|
PENGKAJIAN
SEKUNDER
|
||||||||||||||||||||||||||||
1.
Riwayat
Penyakit
( ) HPT ( ) Asma (√ ) Lainnya :
|
||||||||||||||||||||||||||||
2.
Riwayat
Alergi
(√ ) Tidak (
) Ya
|
||||||||||||||||||||||||||||
3.
Obat yang dikonsumsi
sebelum masuk RS
Tidak ada
|
||||||||||||||||||||||||||||
4.
Penyakit
sebelum dan riwayat hospitalisasi ?
(√) Tidak
( ) Ya
|
||||||||||||||||||||||||||||
5.
Intake makanan
peroral terakhir
Jenis : Roti dan susu
|
||||||||||||||||||||||||||||
6. Hal-hal
kejadian yang memicu terjadinya kecederaan/penyakit ?
|
||||||||||||||||||||||||||||
7. Pengkajian
Fisik
a.
Kepala
dan wajah
1)
Inspeksi
a)
Bentuk oval
b)
Tidak
nampak adanya benjolan
c)
Ada
epitaksis
d)
Ada perdarahan di
gusi
2)
Palpasi:
a)
Tidak
teraba adanya nyeri tekan
b)
Tidak
teraba adanya pembengkakan
b.
Leher dan servikal
1)
Inspeksi
a)
Distribusi
warna kulit merata
2)
Palpasi
a)
Mobilisasi
leher dapat dilakukan ke segala arah
b)
Tidak
teraba adanya bendungan vena jugularis
c.
Dada
1) Inspeksi
a) Bentuk dada normal chest
b)
Ekspansi
dada simetris kiri dan kanan
c)
Tidak
tampak adanya retraksi ICS
d)
RR : 24
x/menit
2)
Palpasi
Tidak teraba adanya massa,
lesi dan pembengkakan
3)
Perkusi
Terdengar sonor di seluruh
lapang paru
4)
Auskultasi
Bunyi nafas : vesikuler
d.
Perut dan pinggang
1)
Inspeksi
Distribusi warna kulit merata dengan sekitarnya
2)
Auskultasi
Terdengar bising usus 25
x/menit
3)
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
e.
Ekstremitas
1)
Inspeksi
a)
Tidak
tampak adanya deformitas
b)
Ektremitas
atas simetris kiri dan kanan
c)
Terpasang
infus RL 24 tpm di ekstremitas kanan atas
d)
Ektremitas
bawah simetris
e)
Terdapat petekie pada
ekstremitas atas jumlah tidak
terhitung
2)
Palpasi
a)
Tidak
teraba adanya massa, pembengkakan, tumor
b)
Akral
teraba hangat
f.
Punggung & tulang
belakang
1)
Inspeksi
Tidak terdapat
lesi atau fraktur
2)
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
|
||||||||||||||||||||||||||||
8. Psikososial
Kecemasan dan
ketakutan
( ) Ringan (Ö) Sedang
( ) Berat (
) Panik
Mekanisme
Koping
( ) Merusak Diri
( ) Menarik diri/isolasi social
( ) Perilaku Kekerasan
(Ö) Lainnya : Adaptif
Konsep diri
( ) Gangguan citra diri ( ) Harga Diri rendah
Lainnya
……………………………………..
|
||||||||||||||||||||||||||||
9. Seksualitas
: ( )
Pelecehan seksual ( ) Trauma seksual
|
||||||||||||||||||||||||||||
10.
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan
Laboratorium tgl 15-03-2016
Kesan : Trombositopenia, Anemia dan
Leukositosis
|
Terapi
obat :
-
Cairan RL 24 tetes permenit
-
Paracetamol 180 mg/ 12 jam/iv
-
Allopurinol 60 mg/8
jam/oral
ANALISA
DATA
No
|
Data
|
Masalah
|
1
|
DS :
1. Ibu
klien mengatakan anaknya demam sejak 4 hari yang lalu
2. Ibu
klien mengatakan anaknya rewel
DO
:
1.
Ada demam
2.
Kulit teraba hangat
3.
Anak rewel
4.
Suhu : 38.90C
|
Termoregulasi
Tidak efektif
|
2
|
DS :
1.
Ibu klien
mengatakan timbul bintik-bintik merah pada tangan
2.
Ibu klien mengatakan
keluar dara dihidung klien
3.
Ibu klien mengatakan
gusi klien berdarah
DO
:
1.
Terdapat
bintik-bintik merah pada tangan
2.
Terdapat epistaksis
3.
Hasil
rumple lead > positif
WBC : 29 103/mm3
PLT : 64 103/mm3
HGB : 9,0 g/dl
|
Perdarahan
|
3
|
DS:
1.
Ibu klien mengatakan
klien lemas
2.
Ibu klien mengatakan
anaknya tidak mau bermain
3.
Ibu klien mengatakan
anaknya hanya berbaring
DO :
1.
Klien hanya berbaring
ditempat tidur
2.
Klien tidak mau
bermain
3.
Klien terlihat lemas
4.
Terpasang cairan
dekstrose 5% di ekstremitas kanan atas
|
Intoleransi aktifitas
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Termoregulasi
tidak efektif b/d proses infeksi virus
2. Perdarahan
b/d trombositopenia
3. Intoleransi
aktifitas b/d kelemahan
RENCANA KEPERAWATAN
PASIEN An”R” DENGAN “DBD GRADE II” DI RUANG IRD ANAK RSUP DR WAHIDIN
SUDIROHUSODO
Nama :
An”R”
No.
MR : 747662
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
(klasifikasi
NOC)
|
Tindakan
Keperawatan
(Klasifikasi
NIC)
|
1
|
Termoregulasi b/d proses infeksi. d/d:
DS :
1. Ibu
klien mengatakan anaknya demam sejak 4 hari yang lalu
2. bu
klien mengatakan anaknya rewel
DO
:
1.
Ada demam
2.
Kulit teraba hangat
3.
Anak rewel
4.
Suhu : 38.90C
|
Mempertahankan thermoregulasi
Dengan kriteria :
a.
Suhu tubuh dalam
rentang normal
b.
Nadi dan RR dalam
rentang normal
c.
Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak ada pusing
.
|
1.
Monitor suhu sesering
mungkin
2.
Monitor tekanan
darah, nadi dan RR
3.
Kolaborasi pemberian
cairan intravena
4.
Observasi warna kulit
5.
Monitor tanda-tanda
hipertermi
|
2
|
Perdarahan b/d trombositopenia.d/d:
DS :
1.
Ibu klien
mengatakan timbul bintik-bintik merah pada tangan
2.
Ibu klien mengatakan
keluar dara dihidung klien
3.
Ibu klien mengatakan
gusi klien berdarah
DO
:
1.
Terdapat
bintik-bintik merah pada tangan
2.
Terdapat epistaksis
3.
Hasil
rumple lead > positif
4.
WBC : 29 103/mm3
5.
PLT : 64 103/mm3
6.
HGB 9,0 g/dl
|
Perdarahan tidak terjadi dengan kriteria hasil :
Trombosit kembali normal (150-400)
|
1. Kaji tanda-tanda terjadinya perdarahan
2. Monitor Hb, Ht dan trombositopenia
3. Monitor TTV
4. Pantau feses setiap BAB
|
3
|
Intoleransi aktifitas b/d kelemahan d/d:
DS:
1. Ibu
klien mengatakan klien lemas
2. Ibu
klien mengatakan anaknya tidak mau bermain
3. Ibu
klien mengatakan anaknya hanya berbaring
DO :
1. Klien
hanya berbaring ditempat tidur
2. Klien
tidak mau bermain
3. Klien
terlihat lemas
4. Terpasang
cairan RL di ekstremitas kanan atas
|
Mempertahankan kemampuan klien dengan kriteria hasil
: klien terlihat melakukan aktifitas bermain
|
1.
Kaji kemampuan ADL pasien
2.
Observasi tanda-tanda vital
3.
Berikan lingkungan tenang.
4.
Anjurkan
keluarga klien untuk membantu memenuhi kebutuhan klien
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan
ini, penulis membandingkan antara teori pada BAB II dengan asuhan keperawatan
pada An “ R “ dengan Dengue hemorhagic Fever Derajat II (DHF). Mulai dari pengkajian
yaitu pada tanggal 16 Maret 2016 dan Implementasi pada tanggal 16 Maret 2016 di
IRD Anak RSWS. Berikut ini akan diuraikan pelaksanaan Asuhan keperawatan pada
pasien An ”R” dengan Dengue hemorhagic
Fever Derajat II (DHF) di IRD Anak RSWS
sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
A.
Pengkajian
Pada
tahap pembahasan pengkajian, penulis membandingkan antara teori pengkajian
dengan data hasil pengkajian pasien An ”R” dengan Dengue hemorhagic Fever Derajat II (DHF). Untuk memperoleh data tersebut,
penulis melakukan pengkajian kepada pasien, keluarga, melakukan pemeriksaan
fisik, observasi serta dari mempelajari status pasien (medical record).
Pengkajian pada klien dengan Dengue Hemorhagic Fever
Derajat II yaitu meliputi identitas pasien,
riwayat kesehatan pasien dan keluarga, aspek psikososial dan pola kebiasaan
sehari-hari.
39
|
Pada tahap
pengkajian penulis tidak menemukan hambatan yang berarti dikarenakan pasien dan
keluarga cukup kooperatif.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Teori, diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien DBD Grade II yaitu:
1. Termoregulasi
tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Termoregulasi tidak
efektif pada pasien DBD disebabkan karena timbulnya respon antigen antibody.
Virus yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk akan akan akan
mengaktifasi respon imun atau antibody yang akan menimbulkan respon peradangan
dengan melepaskan mediator kimia dengan hasil terjadinya peningkatan suhu.
2. Resiko
defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Virus yang masuk
kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk akan akan akan mengaktifasi respon imun
atau antibody yang akan menimbulkan respon peradangan yang akan merespon medula
vomiting yang akan merangsang terjadinya mual dan muntah. Selain itu ketika
terjadi reaksi antibodi maka akan
terbentuk komplek antibodi dalam sirkulasi darah yang akan melepaskan histamin
yang bersifat vasoaktif yang menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas
kapiler, sehingga cairan di intravaskuler akan keluar ke ekstravaskuler atau ke
jaringan intertisial sehingga tubuh akan kehilangan cairan.
3. Resiko
syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Virus yang masuk
kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk akan akan akan mengaktifasi respon imun
atau antibody yang akan menimbulkan respon peradangan yang akan merespon medula
vomiting yang akan merangsang terjadinya mual dan muntah. Selain itu ketika
terjadi reaksi antibodi maka akan
terbentuk komplek antibodi dalam sirkulasi darah yang akan melepaskan histamin
yang bersifat vasoaktif yang menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas
kapiler, sehingga cairan di intravaskuler akan keluar ke ekstravaskuler atau ke
jaringan intertisial sehingga tubuh akan kehilangan cairan. Selain itu terjadinya
perdarahan akan menyebabkan syok
Karena trombositopenia hebat,dimana
trombosit mulai menurun pada masa demam dna mencapai nilai terendah pada masa
renjatan.
4.
Resiko gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Reaksi antigen-antibody
akan menyebabkan pelepasan mediator kimia salah satunya histamin yang akan
merangsang peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma
yang akan merangsang lambung dimana HCL akan meningkat yang akan memicu terjadinya
respon mual dan muntah yang akan menyebabkan anak jadi anoreksia sehingga
kebutuhan nutrisinya akan kurang.
5. Resiko
terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni).
Sebagai respon terhadap infeksi
virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen,
juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengakt ivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah, akhirnya dapat mengakibatkan perdarahan.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi
pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endhothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Akibat dari adanya trombositopenia ini akan menyebabkan adanya
resiko perdarahan.
Dari hasil
pengkajian yang dilakukan pada An. R maka dapat diangkat diagnosa keperawatan:
1. Termoregulasi
tidak efektif b/d proses infeksi virus
Diagnosa keperawatan Termoregulasi
tidak efektif b/d proses infeksi virus pada pasien An. R ini sesuai
dengan teori yang dijelaskan di atas. Karena pada saat pengkajian ditemukan
data
a. Ibu
klien mengatakan anaknya demam sejak 4 hari yang lalu
b. Ibu
klien mengatakan anaknya rewel
c. Ada
demam
d. Kulit
teraba hangat
e. Anak
rewel
f. Suhu
: 38.90C
2. Perdarahan
b/d trombositopenia
Diagnosa keperawatan Perdarahan
b/d trombositopenia pada pasien An. R ini sesuai dengan teori yang
dijelaskan di atas. Karena pada saat pengkajian ditemukan data :
a. Ibu
klien mengatakan timbul bintik-bintik merah pada tangan
b. Ibu
klien mengatakan keluar dara dihidung klien
c. Ibu
klien mengatakan gusi klien berdarah
d. Terdapat
bintik-bintik merah pada tangan
e. Terdapat
epistaksis
f. Hasil
rumple lead > positif
g. WBC
: 29 103/mm3
h. PLT
: 64 103/mm3
i.
HGB : 9,0 g/dl
3.
Intoleransi aktifitas b/d
kelemahan
Diagnosa ini tidak sesuai dengan
teori yang ada. Penulis mengangkat diagnosa intoleransi aktifitas karena pada
saat pengkajian didapatkan data:
a. Ibu
klien mengatakan klien lemas
b. Ibu
klien mengatakan anaknya tidak mau bermain
c. Ibu
klien mengatakan anaknya hanya berbaring
d. Klien
hanya berbaring ditempat tidur
e. Klien
tidak mau bermain
f. Klien
terlihat lemas
g. Terpasang
cairan RL 24 tpm di ekstremitas kanan atas
Data-data
diatas cukup untuk penulis mengangkat diagnosa Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan kelemahan. Karena pasien dengan DBD terjadi peningkatan suhu yang akan menyebabkan
peningkatan metabolisme serta akibat dari kehilangan cairan tubuh.
C. Intervensi / Perencanaan
Dalam kegiatan tahap perencanaan ini
adalah penentuan prioritas masalah. Dalam penetuan prioritas, penulis menetukan
berdasarkan teori Hirarki Maslow dan
masalah yang mengancam jiwa pasien diprioritaskan terlebih dahulu. Penetuan
prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang
bersamaan. Perencanaan pada masing-masing diagnosa untuk tujuan disesuaikan
dengan teori yang ada, dan lebih banyak melihat dari kondisi pasien, keadaan
tempat/ruangan dan sumberdaya dari tim kesehatan. Pada penetuan kriteria waktu,
penulis juga menetapkan berdasarkan kondisi pasien, ruangan sehingga penulis
berharap tujuan yang sudah disusun dan telah ditetapkan dapat tercapai.
D. Implementasi / Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, pada
dasarnya disesuaikan dengan susunan perencanaan, dengan maksud agar semua
kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal. Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan ini, penulis melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain
sehingga dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Dalam pelaksanaan penulis juga melakukan tindakan secara mandiri, melakukan
kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainya. Faktor pendukung pasien,
keluarga dan tim kesehatan lain mudah untuk dilakukan kerjasama. Dalam hal ini
hubungan baik antara pasien, keluarga dan tim kesehatan lain mempermudah untuk
penyembuhan pasien.
Implementasi dari setiap diagnosa keperawatan dilakukan
selama 1 hari yaitu pada tanggal 16 maret 2016 selama jam dinas berlangsung.
E.
Evaluasi
Pada evaluasi penulis mengukur
tindakan yang telah dilaksanakan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi
disesuaikan dengan kriteria penilaian yang telah ditetapkan dan waktu yang
telah ditentukan pada tujuan keperawatan. Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya (Nursalam, 2008).
Hasil evaluasi dari masing-masing
masalah keperawatan yang ditemukan pada kasus An. R dengan DBD grade II:
1.
Masalah keperawatan termoregulasi belum teratasi
2.
Masalah keperawatan perdarahan teratasi
3.
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi
F.
Dokumentasi
Penulis melaksanakan asuhan
keperawatan dengan meggunakan pendekatan proses keperawatan pada pasien An
“R” dalam studi kasus ini penulis telah mendokumentasikan secara lengkap mulai
dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi
lembar catatan perkembangan yang ada pada status pasien dan pada format yang
telah disediakan dari akademik menggunakan model “SOAP” pada setiap pergantian
shift yang berfungsi untuk komunikasi dengan perawat lainnya. Pendokumentasian
dilaksanakan selama proses keperawatan pada pasien.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan proses keperawatan selama 1
hari pada tanggal 16 Maret 2016 pada An. R dengan gangguan sistem hematologi
(DBD Grade II) di IRD Anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, maka penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pada kasus An. R penulis menemukan tiga
diagnosa yaitu semuanya diagnosa aktual
dan satu diagnosa yang tidak sesuai dengan teori.
2.
Penulis membuat perencanaan sesuai
dengan diagnosa atau kondisi klien pada saat itu. Adapun tujuan yang ingin di
capai dari perencanaan adalah tidak terjadi gangguan termoregulasi, tidak
terjadi perdarahan dan tidak terjadi
intoleransi aktifitas
3.
Dalam tahap implementasi penulis menerapkan pengetahuan dan
keterampilan berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan. Keberhasilan dari proses ini
juga karena adanya dukungan aktif dari keluarga klien sehingga mempermudah
penulis dalam melakukan tindakan keperawatan.
4.
Setelah melakukan tindakan keperawatan, maka dilakukan
evaluasi sesuai dengan waktu dan perencanaan.
47
|
B.
Saran
1. Hendaknya dalam melakukan pengkajian
terlebih dahulu penulis membina hubungan saling percaya dengan pasien
menggunakan komunikasi teraupetik sehingga selama memberikan asuhan keperawatan
kepada klien bias kooperatif dengan penulis.
2. Perencanaan yang telah dibuat
berdasarkan diagnosa yang muncul hendaknya dilaksanakan sehingga klien
mendapatkan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan.
3. Dalam asuhan keperawatan dibutuhkan
perhatian yang besar dari petugas pelayanan keperawatan untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
4. Didalam melakukan evaluasi harus
sesuai dengan perencanaan yang dibuat dan setelah melakukan tindakan keperawatan
langkah baiknya dilakukan evaluasi agar dapat mengetahui perkembangan klien
secara menyeluruh.
5. Pendokumentasian hendaknya ditulis
setelah melakukan tindakan keperawatan agar menjadi bukti bahwa perawat
benar-benar melakukan asuhan keperawatan pada klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes,
Marilin E. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Mansyoer,
arief. Dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ketiga.
Jakarta : Media Aesculapius Faklutas
kedokteran Universitas Indonesia.
Sudoyo,
Aru W. Dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi Kelima. Jakarta Pusat : InternaPublishing.
Saya sangat menghargai DR AKHIGBE, nama saya LAURIE HUGHES. Saya tidak akan pernah berhenti bersaksi DR AKHIGBE, Kebahagiaan adalah semua yang saya lihat sekarang. Saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan sembuh dari virus HIV lagi. DR AKHIGBE melakukannya untuk saya. Saya telah menderita penyakit mematikan (HIV) selama 2 tahun terakhir sekarang, saya telah menghabiskan banyak uang pergi dari satu tempat ke tempat lain, dari gereja ke gereja, rumah sakit telah menjadi rumah saya setiap hari. tempat tinggal. Pemeriksaan konstan telah menjadi hobi saya, sampai hari yang setia ini, saya melihat kesaksian tentang bagaimana DR AKHIGBE membantu seseorang dalam menyembuhkan penyakit HIV-nya di internet dengan cepat, saya menyalin emailnya yang drrealakhigbe@gmail.com hanya untuk memberinya tes yang saya ucapkan. kepadanya, dia meminta saya untuk melakukan beberapa hal tertentu yang saya lakukan, dia mengatakan kepada saya bahwa dia akan memberikan obat herbal kepada saya, yang dia lakukan, kemudian dia meminta saya untuk pergi untuk pemeriksaan medis setelah beberapa hari, setelah menggunakan Penyembuhan herbal dan saya lakukan, lihatlah saya bebas dari penyakit mematikan, sampai sekarang tidak ada HIV dalam diri saya lagi dia hanya meminta saya untuk mengirim kesaksian ke seluruh dunia, dengan setia saya melakukannya sekarang, semua kesaksian DR AKHIGBE benar, mohon BROTHER dan SISTER, IBU dan AYAH dia hebat, aku berutang budi padanya. jika Anda memiliki masalah yang sama, cukup kirimkan email kepadanya di drrealakhigbe@gmail.com atau Anda dapat menggunakan nomor ponselnya di +2349010754824. Ia juga dapat menyembuhkan penyakit ini seperti HIV dan AIDS, DEMAM BERDARAH. HERPES, DIABETIKA, KANKER, HEPATITIS A & B, PENYAKIT KRONIS, PRESUR DARAH TINGGI, ASTHMA, PENYAKIT JANTUNG, INFEKSI EKSTERNAL, EPILEPSI, STROKE, MULTIPLE SCLEROSIS, NAUSEA, VOMITING ATAU ATAU ATMRAKA, LAKA-LAKI LAKI-LAKI, PAULA, IKAN PAKET , BACTERIA DIARRHEA, JAPANISE B ENCEPHALITIES, RABIE ,. Dll situs web ... https: drrealakhigbe.weebly.com
BalasHapus