BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penyakit
jantung menjadi suatu penyakit yang sering diperbincangkan, baik masyarakat
awam hingga para ahli kesehatan. Hal ini karena meningkatnya angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit jantung. Berdasarkan data dari SKRT (Survey
Kesehatan Rumah Tangga) menyatakan bahwa penyebab kematian nomor 1 di Indonesia
adalah penyakit jantung dan sistem sirkulasi.
The
American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa 13 juta orang Amerika
menderita Sindrom Koroner Akut dan kurang lebih 1 juta orang meninggal tiap
tahunyya (Bock, 2007 dalam Nurlita, Bahrun, Arif, 2011). Di Eropa dilaporkan
bahwa Sindroma Koroner Akut pada tahun 2006 menyerang 234 orang/10.000
penduduk/tahun pada kelompok umur 30 sampai 69 tahun, lebih sering pada pria
(50 – 75 %) dan 10 % diantaranya meninggal setiap tahun (Nielsen et al, 2006
dalam Nurlita , Bahrun, Arif, 2011).
Sindrom
koroner akut merupakan spectrum kegawatdaruratan koroner yang terdiri dari
miokard infark dengan elevasi segmen ST (STEMI), miokard infark tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI), angina pectoris tak stabil (UAP). Dari data yang didapat
oleh Europoean Society of Cardiology, dalam sindroma koroner akut angka
kejadian NSTEMI lebih sering dibandingkan STEMI. Kurang lebih tiga dari 1000
orang menderita penyakit ini, namun berbeda-beda di tiap negaranya.
|
Sindrom
Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi
angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI).
APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya
berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda biokimia nekrosis miokard
(peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI;
sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah
terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency),
sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan
vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk
nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang
kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja
jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2
miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan
pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka dapat di rumuskan masalah Karya
Ilmiah Akhir ini yaitu “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular NSTEMI di Ruang Lontara I Bawah Depan RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo”.
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Diketahuinya Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular NSTEMI di Ruang
Lontara I Bawah Depan RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo”.
2. Tujuan
Khusus
a.
Diketahuinya pengkajian
keperawatan pada pasien NSTEMI
b.
Diketahuinya
diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien NSTEMI
c.
Diketahuinya
intervensi yang dapat diberikan pada pasien NSTEMI dengan masing-masing
diagnosa keperawatan
d.
Diketahuinya
implementasi yang dapat dilakukan berdasarkan intervensi pada diagnosa
keperawatan pasien NSTEMI
e.
Diketahuinya
keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien NSTEMI
D. Manfaat
1. Manfaat Karya
Ilmiah
Hasil
dari asuhan keperawatan ini di harapkan dapat menjadi sumber informasi dan
memperkaya ilmu pengetahuan bagi profesi ners.
2. Manfaat Praktis
Sebagai salah satu
informasi bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dalam mengetahui dan mengenal
gejala NSTEMI.
3. Manfaat Institusi
Hasil asuhan
keperawatan ini diharapkan dapat menjadi penuntun untuk pembuatan KIA
selanjutnya.
4.
Manfaat
Bagi Penulis
Merupakan sebuah pengalaman berharga yang dapat
meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan bagi penulis dalam melakukan asuhan
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP
MEDIS
1.
Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah
suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum
keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak
stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/
NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi
segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI). APTS dan NSTEMI
mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam
derajatnya. Bila ditemui penanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan
troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan
bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Pada
APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi
tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk
mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. NSTEMI adalah oklusi sebagian
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada
elevasi segmen ST pada EKG. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan
spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya.
Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap
kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi
konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai
oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
4
|
2.
Etiologi
Penyebab utama NSTEMI adalah
stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak
aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak
stabil (UA) dan infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari
sindrom koroner akut kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk trombosis
koroner aliran darah ke daerah miokardium. UA dan NSTEMI juga disebut sindrom
koroner akut non-ST elevasi, untuk membedakan mereka dari akut infark miokard
ST elevasi (STEMI). Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi dan
gelombang Q patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa
gelombang Q atau menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi,
sejauh mana daerah infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak
pembuluh darah yang menentukan ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan
pada 60-85% kasus, dalam periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri
yang terkait tidak tersumbat. Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya
kemanjuran fibrinolisis dalam gangguan ini.
3.
Patogenesis
SKA merupakan salah satu bentuk
manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari
proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral arterial disease
(PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat
kompleks dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari
aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak
(plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti makrofag yang
mengandung foam cells, lipid
ekstraselular masif dan plak fibrosa yang mengandung sel otot polos dan
kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses
inflamasi atau infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini
pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks, pembentukan
fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik
yang tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi
memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit
jantung koroner, inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya
ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan
trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis
(inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak aterosklerotik), secara bertahap
berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah
terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam
pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak
sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan
dan atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi
perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian
atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai
presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini
dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang
dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak
stabil atau progresif yang dikenal juga dengan SKA.
Sedangkan trombosis merupakan proses
pembentukan atau adanya darah beku yang terdapat di dalam pembuluh darah atau
kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus
putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih
banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada
pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih
sedikit platelet. Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah
dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet,
sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan
bahwa SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah
koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang rentan mengalami erosi,
fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau
rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak
aterosklerotik yang tidak stabil dengan karakteristik inti lipid besar, fibrous
cups tipis, dan bahu plak penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti
limfosit T dan lain sebagainya. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan
persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner
tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata
lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh
besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan plak.
Erosi, fisur, atau ruptur plak
aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koroner) mengeluarkan zat
vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor jaringan) ke dalam aliran
darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin,
membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat
menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang
terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil
akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan
kematian jaringan. Trombus biasanya transien atau labil dan menyebabkan oklusi
sementara yang berlangsung antara 10–20 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian
jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat
(spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak
seluruh lapisan miokard).
Trombus yang terjadi dapat lebih
persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan
tidak dikompensasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami
nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang
terbentuk bersifat stabil dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard
terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan
nekrosis miokard transmural.
Trombosis pada pembuluh koroner
terutama disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerotik yang rentan akibat
fibrous caps yang tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah.
Fibrous caps bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami
remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran
sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular akibat aktivitas matrix
metalloproteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas
sitokin inflamasi.
Perkembangan terkini menjelaskan dan
menetapkan bahwa proses inflamasi memegang peran yang sangat menentukan dalam
proses patogenesis SKA, dimana kerentanan plak sangat ditentukan oleh proses
inflamasi. Inflamasi dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat
bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan homeostatik.
Pada keadaan inflamasi terdapat peningkatan konsentrasi fibrinogen dan
inhibitor aktivator plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat
menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah karena terganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah
koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai
respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau sebagai respon
terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus
vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang
dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, serta
faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada
disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi.
Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent vasoconstriction
yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, serta thrombin dependent
vasoconstriction yang diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut
dengan sel otot polos pembuluh darah.
4.
Manifestasi
Klinis
Nyeri dada dengan lokasi khas
substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti diperas,
perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.
Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki
gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik
dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala
khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik,
gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di
lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang
lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
5.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Pemeriksaan
Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting yang
menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III
Registry,adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome
yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang
buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun
perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis
pasien-pasien dengan NSTEMI.
b.
Pemeriksaan
Laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan
pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK dan CKMB. Pada pasien
IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap
sampai 2 minggu.
6.
Stratifikasi
Resiko
Penilaian klinis dan EKG, keduanya
merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian risiko NSTEMI. Jika
ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera.
Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgrup yang berbeda,
maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya
terkait pada faktor resikonya.
Penentuan risiko berdasarkan skor
risiko TIMI (Thrombolysis in myocardial Infarction) sebagai berikut:
a.
Penggunaan
aspirin dalam 7 hari terakhir
b.
Usia
> 65 tahun
c.
Memiliki
lebih dari 3 faktorrisiko penyakit jantung koroner
d.
Diketahhui
penderita PJK atau terdapat stenosis arteri koroner > 60%
e.
Lebih
dari 2x episode angina dalam 24 jam terakhir
f.
Peningkatan
enzim jantung (CKMB dan Troponin)
g.
Adanya
deviasi segmen ST
Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard,
atau iskemia berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1,
sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis
pasien-pasien pada penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada empat
penelitian tambahan dan satu registry, terdapat banyak bukti yang menunjukkan
disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk.
Beberapa penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management
in Patien Limited by Unstable Sign and Symptom(PRISM-PLUS). Treat Angina
with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with invasive or Conservative
Strategy(TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies to Open Ocluded
Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien
dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko yang
lebih besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive banyak
bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan
lebih banyak. Karena “molekul kecil” inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH
diekskresikan lewat ginjal. (Sudoyo Aru W, 2006)
Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside
menggunakan mioglobin, creatinin kinase MB dan Troponin I memberikan
stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda
tunggal berbasis laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3 faktor
patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI yaitu :
a.
Ketidaksetabilan
plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat
mikroembolisasi
b.
Inflamasi
vaskuler
c.
Kerusakan
ventrikel kiri
Masing-masing dapat dinilai secara
independen berdasarkan penilaian terhadap petanda-petanda seperti cardiac-spesific
troponin. C-reactive proteindan brain natriuretic peptide, berturut-turut.
Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari
pasien dengan bio marker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2.
1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut. Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya
tidak digunakan sendiri-sendiri tapi seharusnya dapat memperjelas penemuan
klinis.
7.
Penatalaksanaan
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan
dalam waktu 10 menit) :
a.
Memeriksa
tanda-tanda vital
b.
Mendapatkan
akses intra vena
c.
Merekam
dan menganalisis EKG
d.
Melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik
e.
Mengambil
sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta pemeriksaan koagulasi
f.
Mengambil
foto rongten thorax (< 30 menit)
EKG harus dilakukan segera dan
dilakukan rekaman EKG berkala untuk mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST.
Troponin T/I diukur saat masuk, jika normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK
dan CKMB diperiksa pada pasien dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca
infark < 2minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark
periprosedural.
Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi
segmen ST di unit emergency :
a.
Oksigen
4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
b.
Aspirin
160 mg (dikunyah)
c.
Tablet
nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila masih nyeri dada
d.
Morfin
IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat
Tatalaksana lanjut berdasarkan
stratifikasi risiko (skor risiko TIMI)
a.
Risiko
tinggi/ sedang :
1)
Anti
iskemik : beta blocker, nitrat, calcium-channel blocker
2)
Beta
blocker diberikan pada pasien tanpa kontraindikasi, khususnya pasien dengan
hipertensi dan takikardia
3)
Nitrat
intra vena atau oaral efektif mengatasi episode nyeri dada akut
4)
Calcium-channel
blocker dipakai untuk mengurangi gejala pada pasien yang telah menerima nitrat
dan beta-blocker, bermanfaat pada pasien yang kontraindikasi beta-blocker dan
pada pasien angina vasospastik
5)
Anti
platelet oral: aspirin, clopidogrel
a)
aspirin
diberikan pada semua pasien SKA, dosis awal 16o mg-325 mg dan selanjutnya
75-100 mg per hari untuk jangka panjang
b)
Pada
semua, clopidogrel diberi dengan dosis loading 300mg per oral, selanjutnya 75
mg per hari, clopidogrel dapat diberikan hingga 12 bulan kecuali dengan
komplikasi perdarahan berlebih
c)
Pasien
dengan kontarindikasi aspirin, clopidogrel diberikan sebagai pengganti
d)
Pasien
yang direncanakan menjalani prosedur invasif (PCI= pecutaneous coronary
intervention), clopidogrel diberikan dengan dosis loading 600 mg untuk mencapai
inhibisi fungsi platelet yang lebih cepat dan optimal
b.
Resiko
sedang sampai tinggi
1)
Anti
koagulan/ antitrombin: Heparin
2)
Anti
koagulan diberi pada semua pasien selain anti platelet.
3)
Revaskularisasi
koroner
a)
angiografi
koroner dini (<72 jam ) diikuti oleh revaskularisasu (PCI atau bedah pintas
koroner) direkomendasikan pada pasien dengan risiko sedang dan tinggi
b)
angiografi
koroner urgensi (<24 jam) direkomendasikan pada pasien dengan angina
refrakter atau berulang yabg disertai perubahan segmen ST, gagal jantung,
aritmia yang mengancam hidup dan hemodinamik yang tidak stabil
4)
Terapi
tambahan: ACE inhibitor atau penghambat reseptor angiotensin.
c.
Risiko
rendah, diberi terapi :
1)
Aspirin
2)
Beta-blocker
3)
Pertimbangan
untuk uji latih jantung (treadmill)
4)
Dapat
dipulangkan setelah observasi
B.
KONSEP
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Pengkajian
persistem :
1)
B1:
Breath (Sesak nafas, apnea, eupnea, takipnea)
2)
B2:
Blood (Denyut nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, Suara
jantung bisa tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar / tidak dapat diukur/
normal, Saturasi oksigen bisa menurun < 90%)
3)
B3:
Brain (Menurunnya/hilangnya kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat dan
orang)
4)
B4:
Bladder (Produksi urine menurun, warna urine lebih pekat dari biasanya,
oliguria, anuria)
5)
B5:
bowel (Konstipasi)
6)
B6:
Bone (Perfusi dingin basah pucat, CRT > 2detik, diaforesis, kelemahan)
b.
Keluhan
Utama Pasien :
1)
Kualitas
Nyeri Dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti
tertindih barang berat
2)
Lokasi
dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri
bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung
3)
Faktor
pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan
4)
Lamanya
dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20
menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum
Nitrogliserin
5)
Tanda
dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea,
pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit
dinghin dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
6)
Pemeriksaan
fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel
atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea,
mula-mula pain reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4
Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi,
LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub,
pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat (
LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver,
hati lembek.
7)
Parameter
Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/ CI.
2.
Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi
a.
Gangguan
perfusi jaringan jantung
berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan
pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
1)
Daerah
perifer dingin
2)
EKG
elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
3)
RR
lebih dari 24 x/ menit
4)
Kapiler
refill Lebih dari 3 detik
5)
Nyeri
dada
6)
Gambaran
foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
7)
HR
lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 <>2
> 45 mmHg dan Saturasi <>
8)
Nadi
lebih dari 100 x/ menit
9)
Terjadi
peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan
: Gangguan perfusi jaringan jantung
berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria
Hasil:
1)
Nyeri
dada berkurang (skala nyeri 1-3)
2)
Gambaran
ST depresi berkurang atau tidak ada
3)
TD=
120/80 mmHg
4)
Nadi=60-100x/menit
5)
EKG
: Irama sinus regular
Intervensi
:
1)
Observasi
tanda-tanda vital tiap 1-4jam, status hemodinamika
2)
Monitor
tanda dan gejala penurunan perfusi (nyeri dada, disritmia, takikardia,
takipnea, hipotensi dan penurunan curah jantung)
3)
Monitor
bunyi dan irama jantung secara kontinue, catat adanya denyut prematur ventrikel
kontraksi
4)
Palpasi
denyut nadi perifer guna mengkaji adanya denyutan premature
5)
Observasi
adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung ( pusing, pucat, diaforesis,
pingsan, akral dingin)
6)
Monitor
tanda dan gejal gangguan perfusi renal (produksi urin < 30 ml/jam,
peningkatan BUN dan kreatinin, edema perifer, tidak adanya reaksi diuretik)
7)
Monitor
tanda dan gejala yang menujukkan penurunan perfusi jaringan (kulit dingin,
pucat, lembab, berkeringat, sianosis, denyut nadi lemah, edema perifer)
8)
Atur
posisi baring setiap 2 jam, menggerakkan kaki dan tangan secara aktif dan pasif
setiap 1 jam
9)
Monitor
tanda dan gejala yang menunjukkan penurunan perfusi otak (gelisah, bingung,
apatis, somnolen)
10)
Rekam
pola EKG secara periodik selama periode serangan dan catat adanya disritmia
atau perluasan iskemia atau infark miokard
11)
Kolaborasi
tim medis untuk terapi dan tindakan.
a)
Anti
disritmia: Lidocain, aminodaron (bila ada indikasi klinis)
b)
Vasodilator:
nitrogliserin (ISDN, ACE Inhibitor).
c)
Inotropic:
Dopamin atau dobutamin sesuai indikasi
d)
Pemasangan
pacemaker atau kateter Swanganz (bila ada TAVB)
e)
CABG
jika ada indikasi klinis
f)
PTCA
atau Coronary artery stenting jika ada indikasi klinis
12)
Observasi
reaksi atau efek terapi, efek samping, toksisitas
13)
Hindari
respon valsava yang merugikan. Atur diiet yang diberikan
14)
Pertahankan
intake cairan maksimal 2000 ml/ 24 jam (bila tidak ada edema).
b.
Nyeri
dada akut
berhubungan dengan iskemia
Data penunjang
Subjektif : keuhan nteri dada,
pusing, mual, sesak napas, fatigue. Lelah
Objektif : disritmia, takikardia,
bradikardia, hipotensi, dispnea, diaforesis, ST depresi, kardiak isoenzim
meningkat, respon nyeri.
Tujuan
Klien terbebas dari rasa nyeri
Kriteria hasil
Subjektif: keluhan nyeri dada,
pusingm mual berkurang atau hilang.
Objektif : irama sinus, ST
isoelektris, delombang T positif, kardiak isoenzim dalam keadaan normal,
tanda-tanda vital normal
Intervensi :
1)
Monitor
nyeri dada (awal serangan, sifat, lokasi, lamanya dan faktor pencetus)
2)
Anjurkan
klien untuk segera minta bantuan perawat atau dokter bila merasakan nyeri
3)
Upayakan
lingkungan tenang. Batasi aktivitas selama serangan nyeri dada. Bantu mengubah
posisi
4)
Upayakan
rencana tindakan dan latihan aktivitas yang tidak mengganggu periode tidur dan
istirahat kllien
5)
Berikan
latihan ROM
6)
Nilai
respon klien terhadap aktivitas, catat adanya ST depresi, disritmia, kelelahanm
pusing, sesak dan nyeri dada
7)
Menilai
tanda-tanda vitak saat istirahat dan setelah aktivitas
c.
Kecemasan behubungan dengan keadaan fisik
yang tidak dapat diperkirakan
Data penunjang
Subjektif: klien mengatakan merasa
tidak berdaya, takutb mati, gelisah, bertanya perkembangan penyakitnya.
Objektif : emosi, sedih, marah,
menangis dan gelisah
Tujuan
Klien dan keluarga mampu
mengekspresikan rasa takut atau kecemasan secara positif
Kriteria hasil
Klien mampu mengekspresiksn rasa
takut dan cemas secara wajar serta merasa optimis bahwa kondisinya dapat pulih.
Klien juga mendiskusikan pengaruh penyakitnya terhadap gaya hidup
Intervensi :
1)
Berikan
penjelasan singkat tentang tujuan, hasil yang diharapkan setiap prosedur dan
efek samping
2)
Berikan
kesempatan kepada klien untuk mengenal lingkungannya dan tim keperawatan
3)
Berikan
waktu secukupny bagi klien untuk berbicara dengan teman dekat
4)
Observasi
efek yang terjadi setelah klien mendapatkan kunjungan dari orang terdekat
5)
Berikan
dukungan untuk mengekspresikan perasaan, mendengarkan keluhan klien.
6)
Diskusikan
kondisi kllien dan perubahan pola hidup yang harus dijalani setelah pulang dari
rumah sakit
7)
Anjurkan
berpartisipasi aktif dalam program rehabilitasi kardio
d.
Perubahan
pola tidur
berhubungan dengan nyeri dada
Data penunjang
Subjektif : mengeluh sulit tidur,
sering terjaga, pusing nyeri dada.
Objektif : mata sayu, tampak layu,
lelah, gelisah, menguap, jumlah jam tidur berkurang
Tujuan
Memenuhi kebutuhan istirahat klien
secara adekuat
Kriteria Hasil
Subjektif: menyatakan mampu tidur
dengan nyaman, keluhan-keluhan berkurang
Objektif: jumlah jam tidur terpenuhi
secara normal, klien segar, nyeri hilang
Intervensi :
1)
Identifikasi
pola normal tidur sebelum masuk rumah sakit dan perubahan yang terjadi setealh
dirawat
2)
Bantu
klien dalam beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit
3)
Nilai
adanya faktor yang menunjang gangguan pola tidur
4)
Berikan
tindakan untuk mengatasi faktor penyebab
5)
Berikan
prosedur sebelum waktu tidur yang menunjang klien istirahat tidur (menggososk
punggung, minum susu hangat)
6)
Rencanakan
tindakan keperawatan yang tidak mengganggu jam istirahat tidur klien
7)
Kolaborasi
dengan dokter dakan obat sedatif dan observasi reaksi, efek samping serta
tanda-tanda toksisitas obat yang diberikan.
e.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor
listrik, penurunan karakteristk miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik /
stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Tidak ada edema
Tidak ada disritmia
Haluaran urin normal
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1)
Pertahankan tirah baring selama fase akut
2)
Kaji dan laporkan adanya tanda penurunan COP, TD
3)
Monitor haluaran urin
4)
Kaji dan pantau TTV tiap jam
5)
Kaji dan pantau EKG tiap hari
6)
Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
7)
Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai kebutuhannya
8)
Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
9)
Berikan obat-obat lausatif (pelunak feses)
f.
Kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi air, peningkatan takanan
hidrostatik, penurunan protein plasma
Tujuan :
Keseimbangan volume
cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan perawatan di RS
Kriteria Hasil :
Tekanan darah dalam batas normal
Tidak ada distensivena perifer/ vena dan edema dependen
Paru bersih
Berat badan ideal (BB klealTB-100 ± 10%)
Intervensi :
1)
Ukur masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan jaringan
2)
Observasi adanya oedema dependen
3)
Timbang BB tiap hari
4)
Pertahankan masukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler
5)
Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik
g.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
alveoli atau kegagalan utama paru-paru, perubahan membran alveolar-kapiler
(atelektasis, kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi
berlebihan/ perdarahan aktif ) ditandai dengan :
1)
Dipnea berat
2)
Gelisah
3)
Sianosis
4)
Perubahan GDA
5)
Hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa
CO2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg) setelah dilakukan tindakan
perawatan di RS.
Kriteria Hasil :
1)
Tidak sesak nafas
2)
Tidak gelisah
3)
GDA dalam batas normal (pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg
dan saturasi < 80 mmHg)
Intervensi :
1)
Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu
pernafasan
2)
Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan /tidak adanya bunyi
nafas dan adanya bunyi tambahan, misalnya krakles, ronki dan lain-lain
3)
Lakukan tindakan untuk memperbaiki/ mempertahankan jalan nafas
misalnya: batuk, penghisapan lendir dan lain-lain
4)
Tiggikan kepala atau tempat tidur sesuai kebutuhan/ toleransi
pasien
5)
Kaji toleransi aktivitas, misalnya keluhan kelemahan / kelelahan
selama kerja atau tanda vital berubah
h.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya istemik/ nekrotik jaringan miocard
ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas,
terjadinya disritmia dan kelemahan umum
Tujuan :
Terjadinya peningkatan
toleransi pada pasien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
1)
Pasien berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan pasien
2)
Frekuensi jantung 60-100 x/menit
3)
TD 120-80 mmHg
Intervensi :
1)
Catat prekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan sesudah
aktifitas
2)
Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)
3)
Batasi aktivitas pada dasar nyeri dan berikan aktivitas sensori
yang tidak berat
4)
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh
bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam
setelah makan
5)
Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukkan tidak toleran terhadap
aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.
BAB III
TINJAUAN
KASUS
A.
PENGKAJIAN
No. RM : 418718
Tanggal Masuk : 15 –
02 – 2016
Tanggal Pengambilan Data : 02 –
03 – 2016
Diagnosa Medis Masuk : NSTEMI
dan CHF NYHA II
1.
Identitas
Nama : Ny. N
Umur : 67 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku : Bugis
Agama : Islam
Alamat : Maros
Sumber
Informasi : Pasien
2.
Riwayat Kesehatan
Keluhan
Utama : Lemah fisik
Riwayat
Keluhan : Klien mengeluh lemah sejak masuk rumah sakit
disertai sesak napas jika banyak beraktivitas.
Keluhan
Saat di Kaji : kadang-kadang sesak
Terapi
yg Pernah dijalani : -
25
|
3.
Riwayat Keperawatan
Riwayat
Penyakit Sebelumnya : hipertensi
Riwayat
Kesehatan Keluarga : -
Komentar
:
Generasi I : Generasi
pertama yaitu kakek dan nenek klien sudah meninggal dengan penyebab yang tidak diketahui
Generasi II : Ayah
klien sudah meninggal dengan riwayat penyakit hipertensi. Ibu klien sudah
meninggal dengan penyebab tidak diketahui
Generasi
III : Klien
merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara, klien berusia 66 tahun dan menderita
penyakit NSTEMI
1.
Aspek Psikososial
a.
Persepsi Klien
1)
Hal yang dipikirkan saat ini : kondisinya
2)
Harapan setelah menjalani perawatan : sembuh
dan dapat beraktivitas seperti sebelumnya
b.
Sosial/interaksi
1) Hubungan
klien dengan keluarga : baik
2) Hubungan
klien dengan tetangga : baik
3) Dukungan
keluarga : baik
4) Reaksi
saat interaksi : baik
c.
Spiritual/kepercayaan
1)
Kegiatan ibadah yang dilakukan selama
sakit : -
2)
Tanggapan mengenai kondisi saat ini
terkait dengan kepercayaan klien : klien mengatakan penyakitnya sudah
ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa
2.
Aktivitas
Sehari-hari
a.
Nutrisi
Sebelum Sakit
|
Saat
Sakit
|
a.
Selera
Baik
b.
Menu
Nasi,
sayur, ikan, daging
c.
Frekuensi
3
x sehari
d.
Pembatasan Makanan
Tidak
ada
e.
Penggunaan Alat Bantu
Tidak
ada
|
a.
Selera
Kurang
b.
Menu
Nasi,
sayur, telur
c.
Frekuensi
3
x sehari
d.
Pembatasan Makanan
Kurangi
makanan asin
e.
Penggunaan Alat Bantu
Tidak
ada
|
b.
Cairan
Sebelum Sakit
|
Saat
Sakit
|
a.
Jenis Minuman
Air putih, teh
b.
Frekuensi
3
– 4 x/hari
c.
Terapi Cairan
Tidak
ada
|
a.
Jenis Minuman
Air putih
b.
Frekuensi
3
– 4 x/hari
c.
CRT
<
3 detik
d.
Turgor
Baik
e.
Mukosa
Lembab
|
c.
Eliminasi
(BAB dan BAK)
BAK Sebelum Sakit
|
BAK
Saat Sakit
|
a.
Frekuensi
2
x / hari
b.
Kesulitan
Tidak
ada
c.
Warna
kuning
d.
Jumlah
500
ml/24 jam
|
a.
Frekuensi
3
x/hari
b.
Kesulitan
Tidak
ada
c.
Warna
Kuning
d.
Jumlah
700
ml/24 jam
e.
Penggunaan Alat Bantu
Tidak
ada
|
BAB
Sebelum Sakit
|
BAB
Saat Sakit
|
e.
Frekuensi
1
x/hari
f.
Kesulitan
Tidak
ada
g.
Warna
Cokelat
h.
Jumlah
i.
Konsistensi
Lunak
|
f.
Frekuensi
1
x/hari
g.
Kesulitan
Tidak
ada
h.
Warna
Cokelat
i.
Jumlah
j.
Konsistensi
Lunak
k.
Penggunaan Alat Bantu
Tidak
ada
|
d.
Istirahat
/Tidur
Sebelum Sakit
|
Saat
Sakit
|
a.
Jumlah jam tidur (siang dan
malam)
7
jam
b.
Pola tidur
Baik
|
a.
Jumlah jam tidur (siang dan
malam)
6
jam
b.
Pola tidur
Sulit
tidur
c.
Keluhan selama tidur
Sering
terbangun
|
e.
Personal
Hygiene
Sebelum Sakit
|
Saat
Sakit
|
a.
Frekuensi mandi
2
x /hari
b.
Cuci rambut
1
x/ 2 hari
c.
Gunting kuku
1
x / minggu
d.
Sikat gigi
2
x/ hari
|
a.
Frekuensi mandi
1
x/ hari
b.
Cuci rambut
1
x/ 2 hari
c.
Gunting kuku
1
x / minggu
d.
Sikat gigi
2
x/ hari
|
f.
Aktivitas/
Mobilitas Fisik
Sebelum Sakit
|
Saat
Sakit
|
Kegiatan
Sehari-hari :
Klien memasak,
mencuci, membersihkan rumah
|
a.
Kegiatan Sehari-hari
Klien
memasak, mencuci, membersihkan rumah
b.
Kondisi yang membatasi
Sesak
napas
c.
Keterbatasan pergerakan
Tidak
ada
d.
ROM
Pasif
|
3.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Keadaan umum (GCS) : 15 ®
E4 V5 M6 ®
Composmentis
b.
Vital sign
1)
BP : 120/80 mmHg
2)
HR : 80 x/i
3)
R : 24 x/i
4)
T : 36,50 C
c.
Antropometri
1)
BB : 50 Kg
2)
TB / LLA : 145 cm
d.
Sistem pernapasan
1)
Hidung : Baik
2)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
3)
Dada
a)
Bentuk dada : normochest
b)
Pergerakan dada : simetris
c)
Fremitus : sama paru kiri dan kanan
d)
Bunyi napas : vesikuler
e)
Bunyi napas tambahan : tidak
ada
4)
Saturasi oksigen : -
5)
Clubbing finger : tidak
ada
e.
Sastem kardiovaskular
1)
Conjungtiva : tidak
anemis
2)
Ictus cordis : teraba
3)
BJ I dan II : normal
4)
BJ tambahan : tidak
ada
5)
CRT : < 3 detik
6)
Peningkatan tekanan vena jugularis : tidak
ada
7)
Pulsasi nadi perifer : normal
f.
Sistem pencernaan
1)
Bibir / mukosa : lembab
2)
Keadaan mulut : bersih
3)
Inspeksi abdomen : simetris
4)
Palpasi : nyeri tekan kuadran kanan bawah
5)
Perkusi : Pekak pada kuadran kanan atas, yang lainnya tympani
6)
Auskultasi : bising
usus normal 6 x/i
g.
Sistem indera
1)
Mata
a)
Kelopak mata : normal
b)
Bulu mata / alis : hitam,
tipis
c)
Visus : 5/5
( klien dapat
melihat sama dengan jarak orang normal)
2)
Hidung
a)
Fungsi penciuman : baik
b)
Jalan napas : paten
3)
Telinga
a)
Keadaan daun telinga : bersih
b)
Fungsi pendengaran : baik
h.
Sistem saraf
1)
Fungsi cerebral
a)
Status mental : baik
b)
Tingkat kesadaran : composmentis
2)
Fungsi cranial
a)
N I :
Tidak ada gangguan penciuman
b)
N II :
Klien dapat melihat benda yang dipegang
c)
N III, IV, VI : Gerakan bola mata normal, pupil isokhor, klien
dapat membuka mata, klien dapat melihat keatas, kebawah dan ke arah lateral
d)
N V : Motorik yaitu mampu membuka dan menutup
mulutnya, sedangkan sensorik yaitu klien dapat mengisap dan minum
e)
N VIII : Klien dapat bergerak dan berjalan
f)
N IX : Klien
dapat menelan dengan baik
g)
N X : Refleks menelan baik
h)
N XI : Klien dapat mengangkat bahu dan memalingkan
kepalanya ke sisi yang ditahan pemeriksa
i)
N XII : Klien mampu menggerakkan lidahnya
3)
Fungsi motorik
a)
Massa otot : baik
b)
Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah : 4
4)
Fungsi sensorik
a)
Suhu : ya
b)
Nyeri : ya
5)
Fungsi cerebellum
Koordinasi
dan keseimbangan : klien tidak dapat berjalan sendiri
6)
Refleks
a)
Jelaskan refkleks fisiologis dan patologis
yang ada
b)
Iritasi meningen : tidak ada
i.
Sistem musculoskeletal
1)
Kepala dan leher : pergerakan
baik
2)
Vertebra : baik
3)
ROM dan fungsi gerak : aktif
4)
Lutut : normal
5)
Kekuatan ekstremitas atas dan bawah : 4
6)
Keterbatasan pergerakan dan diakibatkan
oleh : ada, karena sesak napas dan kelemahan
j.
Sistem integument
1)
Rambut : hitam, lebat
2)
Kulit : sawo matang
3)
Kuku : bersih
k.
Sistem endokrin
1)
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak
2)
Polidipsia : tidak
3)
Poliuria : tidak
4)
Poliphagia : tidak
l.
Sistem perkemihan
1)
Edema palpebra : tidak
2)
Moon face : tidak
3)
Edema anasarka : tidak
4)
Distensi kandung kemih : tidak
m.
Sistem reproduksi
1)
Keadaan genitalia : bersih
2)
Kelainan seksual : tidak
n.
Sistem imun
1)
Riwayat alergi : tidak ada
2)
Penyakit yg berhubungan dengan cuaca : tidak
ada
4.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Echocardiografi Tanggal : 18 – 02 – 2016
Kesan
:
Fungsi
sistolik ventrikel kiri menurun, ejeksi fraksi 27 %
LV
dilatasi
LVH
eksentrik
Hipokinetik
segmental
MR
moderate
Disfungsi
diastolic ventrikel kiri grade III
b.
EKG Tanggal
02 – 03 – 2016
Kesimpulan
:
Sinus
ritme + lateral iskemia + inferior OMI + anteroseptal OMI + LAD
c.
Laboratorium Tanggal : 18 – 02 – 2016
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai
Rujukan
|
Satuan
|
HEMATOLOGI
Hematologi
Rutin
WBC
HGB
HCT
PCT
BASO
Koagulasi
PT
APTT
KIMIA
DARAH
Glukosa
GDS
Fungsi
Ginjal
Ureum
Kreatinin
Fungsi
Hati
SGOT
SGPT
Penanda
Jantung
CK
CK-MB
IMUNOSEROLOGI
Imunoserologi
Lain
Troponin
I
|
5.8
15.1
50
65.9
8.9
11.7
26.3
109
19
0.68
51
55
69.00
16.0
0.14
|
4.00
– 10.00
12.0
– 16.0
37.0
– 48.0
0.15
– 0.50
2.00
– 8.00
10
– 14
22.0
– 30.0
140
10
– 50
L
( <1.3) P (<1.1)
<
38
<
41
L
(<100), P (<167)
<
25
<
0.01
|
10^3/uL
gr/dl
%
%
detik
detik
mg/dl
mg/dl
mg/dl
U/L
U/L
U/L
U/L
ng/ml
|
5.
Terapi yang di Berikan (Saat di Kaji) Tanggal 15 – 02 – 2016
a)
Aspilet 80 mg/24 jam/oral
b)
Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral
c)
Simvastatin 40 mg/24 jam/oral
d)
Captopril 12,5 mg/8 jam/oral
e)
Farsorbid 10 mg/8 jam/oral
f)
Alprazolam 0,5 mg/24 jam/oral
g)
Laxadine syr/occ/24 jam/oral
h)
PCT 500 mg/ k/p / oral
i)
Lasix 20 mg/12 jam/oral
A.
ANALISA
DATA
No.
|
Data Penunjang
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
DS :
Klien mengatakan lemah
DO :
Echocardiografi
Kesan :
a.
Fungsi sistolik ventrikel kiri
menurun, ejeksi fraksi 27 %
b.
LV dilatasi
c.
LVH eksentrik
d.
Hipokinetik segmental
e.
MR moderate
f.
Disfungsi diastolic ventrikel
kiri grade III
|
Penurunan
curah jantung
|
2.
|
DS :
a.
Klien mengatakan sulit
beraktivitas
b.
Klien mengatakan aktivitas
dibantu oleh anaknya
DO
:
a.
Kekuatan otot ekstremitas atas
dan bawah : 4
b.
ADL klien dibantu oleh keluarga
|
Intoleransi
aktivitas
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa
Keperawatan Prioritas
|
Tanggal
ditemukan
|
Tanggal
Teratasi
|
1.
|
Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas otot
jantung
|
02 – 03 – 2016
|
-
|
2.
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
|
02 – 03 – 2016
|
05 – 03 – 2016
|
NURSING
CARE PLAN
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Penurunan curah
jantung berhubungan dengan gangguan
kontraktilitas otot jantung, ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan lemah
DO :
Echocardiografi
Kesan :
a.
Fungsi sistolik ventrikel kiri
menurun, ejeksi fraksi 27 %
b.
LV dilatasi
c.
LVH eksentrik
d.
Hipokinetik segmental
e.
MR moderate
f.
Disfungsi diastolic ventrikel
kiri grade III
|
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan
di RS.
Kriteria Hasil :
a.
Tidak ada edema
b.
Tidak ada disritmia
c.
Haluaran urin normal
d.
TTV dalam batas normal
|
1.
Pertahankan tirah baring selama fase akut
2.
Kaji dan pantau TTV
3.
Kaji dan pantau EKG
4.
Auskultasi pernafasan dan jantung
5.
Pertahankan obat-obatan sesuai kebutuhannya
6.
Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
7.
Berikan obat-obat lausatif (pelunak feses)
|
1. Mencegah terjadinya
peningkatan kerja jantung
2. Mengetahui keadaan
umum klien
3. Mengetahui perubahan
EKG
4. Mengetahui perubahan bunyi
napas dan binyi jantung
5. Memberikan pengobatan
sesuai dengan keperluan
6. Mengejan dapat
menyebabkan denyut jantung meningkat
7. Memudahkan keluarnya
feses tanpa mengejan
|
2.
|
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, ditandai dengan :
DS :
a.
Klien mengatakan sulit
beraktivitas
b.
Klien mengatakan aktivitas
dibantu oleh anaknya
DO
:
a.
Kekuatan otot ekstremitat atas
dan bawah : 4
b.
ADL klien dibantu oleh keluarga
|
Tujuan :
Terjadinya peningkatan
toleransi pada pasien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
a. Pasien berpartisipasi
dalam aktivitas sesuai kemampuan pasien
b. Frekuensi jantung
60-100 x/menit
c. TD 120-80 mmHg
|
1.
Observasi frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan
sesudah aktifitas
2.
Memberikan penjelasan kepada klien untuk mengurangi aktivitas
3.
Bantu pemenuhan ADL pasien
4.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama
1 jam setelah makan
|
1. Untuk mengetahui
keadaan umum pasien
2. Aktivitas berlebihan
dapat memicu kerja jantung
3. Mengurangi penggunaan
energy berlebihan
4. Aktivitas bertahap
membantu pasien untuk menilai toleransi terhadap aktivitas
|
TINDAKAN
KEPERAWATAN
No.
Dx
|
Hari/Tanggal
|
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
I
I
I
I
II
I
II
II
I
|
Rabu
02 – 03 – 2016
|
08.00
08.05
08.30
08.40
09.00
11.00
11.35
11.40
12.00
|
1.
Mengauskultasi pernafasan dan jantung
Hasil
:
Bunyi
napas normal dan tidak ada bunyi jantung tambahan
2.
Kolaborasi pemberian obat-obat lausatif (pelunak feses)
Hasil :
Diberikan laxadyn
syrup
3.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Hasil :
Klien hanya baring di tempat tidur
4.
Mengkaji dan pantau EKG
Hasil :
Sinus ritme + lateral iskemia +
inferior OMI + anteroseptal OMI + LAD
5.
Membantu pemenuhan ADL pasien
Hasil :
Klien dibantu BAB,
BAK, mandi, makan
6.
Menghindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
Hasil :
Klien mengerti dan
tidak mengejan
7.
Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama
1 jam setelah makan
Hasil :
Klien mengerti dan
dapat melakukan aktivitas bertahap
8.
Memberikan penjelasan kepada klien untuk mengurangi aktivitas
Hasil :
Klien mengerti dan
membatasi aktivitas
9.
Mengkaji dan pantau TTV
Hasil :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 22 x/i
S : 36,50 C
|
Diagnosa
I
Pukul
14.00 WITA
S
: klien mengatakan masih lemah
O
: kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 4
A
: masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P
: lanjutkan intervensi
1.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
2.
Mengkaji dan pantau TTV
3.
Mengkaji dan pantau EKG
4.
Mengauskultasi pernafasan dan jantung
5.
Menghindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
6.
Kolaborasi pemberian obat-obat lausatif (pelunak feses)
Diagnosa II
Pukul
: 14.00 WITA
S
: klien mengatakan masih lemah
O
: kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 4
ADL
dibantu keluarga
A
: masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
P
: lanjutkan intervensi
1.
Mengobservasi frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama
dan sesudah aktifitas
2.
Memberikan penjelasan kepada klien untuk mengurangi aktivitas
3.
Membantu pemenuhan ADL pasien
4.
Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama
1 jam setelah makan
|
I
I
I
I
II
I
II
II
I
|
Kamis
03 – 03 – 2016
|
08.00
08.05
08.30
08.40
09.00
11.00
11.35
11.40
12.00
|
1.
Mengauskultasi pernafasan dan jantung Hasil :
Bunyi napas normal dan tidak ada
bunyi jantung tambahan
2.
Kolaborasi pemberian obat-obat lausatif (pelunak feses)
Hasil :
Diberikan laxadyn
syrup
3.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Hasil :
Klien hanya baring di tempat tidur
4.
Mengkaji dan pantau EKG
Hasil :
Sinus ritme + lateral iskemia +
inferior OMI + anteroseptal OMI + LAD
5.
Membantu pemenuhan ADL pasien
Hasil :
Klien dibantu BAB,
BAK, mandi, makan
6.
Menghindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
Hasil :
Klien mengerti dan
tidak mengejan
7.
Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama
1 jam setelah makan
Hasil :
Klien mengerti dan
dapat melakukan aktivitas bertahap
8.
Memberikan penjelasan kepada klien untuk mengurangi aktivitas
Hasil :
Klien mengerti dan
membatasi aktivitas
9.
Mengkaji dan pantau TTV
Hasil :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 22 x/i
S : 36,50 C
|
Diagnosa
I
Pukul
14.00 WITA
S
: klien mengatakan masih lemah
O
: kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 4
A
: masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P
: lanjutkan intervensi
1.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
2.
Mengkaji dan pantau TTV
3.
Mengkaji dan pantau EKG
4.
Mengauskultasi pernafasan dan jantung
5.
Menghindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
6.
Kolaborasi pemberian obat-obat lausatif (pelunak feses)
Diagnosa II
Pukul
: 14.00 WITA
S
: klien mengatakan masih lemah
O
: kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 4
ADL
dibantu keluarga
A
: masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
P
: lanjutkan intervensi
1.
Mengobservasi frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama
dan sesudah aktifitas
2.
Memberikan penjelasan kepada klien untuk mengurangi aktivitas
3.
Membantu pemenuhan ADL pasien
4.
Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama
1 jam setelah makan
|
I
I
I
I
II
I
II
II
I
|
Jumat
04 – 03 – 2016
|
08.00
08.05
08.30
08.40
09.00
11.00
11.35
11.40
12.00
|
1.
Mengauskultasi pernafasan dan jantung
Hasil :
Bunyi napas normal dan tidak ada
bunyi jantung tambahan
2.
Kolaborasi pemberian obat-obat lausatif (pelunak feses)
Hasil :
Diberikan laxadyn
syrup
3.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Hasil :
Klien hanya baring di tempat tidur
4.
Mengkaji dan pantau EKG
Hasil :
Sinus ritme + lateral iskemia +
inferior OMI + anteroseptal OMI + LAD
5.
Membantu pemenuhan ADL pasien
Hasil :
Klien dibantu BAB,
BAK, mandi, makan
6.
Menghindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
Hasil :
Klien mengerti dan
tidak mengejan
7.
Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama
1 jam setelah makan
Hasil :
Klien mengerti dan
dapat melakukan aktivitas bertahap
8.
Memberikan penjelasan kepada klien untuk mengurangi aktivitas
Hasil :
Klien mengerti dan
membatasi aktivitas
9.
Mengkaji dan pantau TTV
Hasil :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 22 x/i
S : 36,50 C
|
Diagnosa
I
Pukul
14.00 WITA
S
: klien mengatakan masih lemah
O
: kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 4
A
: masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P
: lanjutkan intervensi
1.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
2.
Mengkaji dan pantau TTV
3.
Mengkaji dan pantau EKG
4.
Mengauskultasi pernafasan dan jantung
5.
Menghindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
6.
Kolaborasi pemberian obat-obat lausatif (pelunak feses)
Diagnosa II
Pukul
: 14.00 WITA
S
: klien mengatakan masih lemah
O
: ADL dibantu keluarga
Kekuatan
otot ekstremitas atas dan bawah 4
A
: masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
P
: lanjutkan intervensi
1.
Mengobservasi frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama
dan sesudah aktifitas
2.
Memberikan penjelasan kepada klien untuk mengurangi aktivitas
3.
Membantu pemenuhan ADL pasien
4.
Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama
1 jam setelah makan
|
I
I
I
I
II
I
II
II
I
|
Sabtu
05 – 03 – 2016
|
08.00
08.05
08.30
08.40
09.00
11.00
11.35
11.40
18.00
|
1.
Mengauskultasi pernafasan dan jantung
Hasil :
Bunyi napas normal dan tidak ada
bunyi jantung tambahan
2.
Kolaborasi pemberian obat-obat lausatif (pelunak feses)
Hasil :
Diberikan laxadyn syrup
3.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Hasil :
Klien hanya baring di tempat tidur
4.
Mengkaji dan pantau EKG
Hasil :
Sinus ritme + lateral iskemia +
inferior OMI + anteroseptal OMI + LAD
5.
Membantu pemenuhan ADL pasien
Hasil :
Klien dapat melakukan
ADL secara mandiri
6.
Menghindari valsava manuver, mengejan
Hasil :
Klien mengerti dan
tidak mengejan
7.
Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama
1 jam setelah makan
Hasil :
Klien mengerti dan
dapat melakukan aktivitas bertahap
8.
Memberikan penjelasan kepada klien untuk mengurangi aktivitas
Hasil :
Klien mengerti dan
membatasi aktivitas
9.
Mengkaji dan pantau TTV
Hasil :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 22 x/i
S : 36,50 C
|
Diagnosa
I
Pukul
21.00 WITA
S
: klien mengatakan masih lemah
O
: kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 4
A
: masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P
: lanjutkan intervensi
1.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
2.
Mengkaji dan pantau TTV
3.
Mengkaji dan pantau EKG
4.
Mengauskultasi pernafasan dan jantung
5.
Menghindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)
6.
Kolaborasi pemberian obat-obat lausatif (pelunak feses)
Diagnosa II
Pukul
: 21.00 WITA
S
: klien mengatakan sudah bisa beraktifitas mandiri
O
: kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 5
ADL
mandiri
A
: masalah intoleransi aktivitas teratasi
P
: pertahankan intervensi
|
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
yang muncul pada kasus ini yaitu penurunan
curah jantung. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dibahas, dimana curah
jantung menurun disebabkan karena ketidakmampuan otot jantung berkontraksi
sehingga curah jantung yang dialirkan setiap kali kontraksi akan menurun.
Diagnosa
kedua yang muncul yaitu intoleransi aktivitas. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa intoleransi aktivitas dapat muncul karena peningkatan akan
kebutuhan oksigen tetapi jantung tidak dapat memompakan oksigen dan nutrisi
yang cukup untuk proses metabolism. Sehingga produksi energi akan menurun.
Ketika klien beraktivitas berlebihan maka akan memaksa jantung bekerja lebih
berat untuk menghasilkan energi untuk aktivitas tersebut. Sehingga pasien tidak
ditoleransi untuk melakukan aktivitas berlebihan.
B.
Intervensi
Keperawatan
Pada
diagnosa keperawatan penurunan curah jantung, intervensi yang telah dilakukan
yaitu pertahankan tirah baring
selama fase akut, kaji dan pantau TTV, kaji dan pantau EKG, auskultasi
pernafasan dan jantung, pertahankan obat-obatan sesuai kebutuhannya, hindari
valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan), berikan obat-obat lausatif (pelunak
feses). Intervensi yang diberikan sesuai dengan teori yang bertujuan untuk
memaksimalkan curah jantung.
53
|
C.
Implementasi
Semua
intervensi pada diagnosa I dan II dapat terlaksana pada implementasi, karena
semua intervensi sesuai dengan kebutuhan klien.
D.
Evaluasi
Setelah
dilakukan implementasi selama 4 hari diagnose I belum dapat teratasi, sedangkan
diagnose II dapat teratasi dengan kriteria adanya peningkatan toleransi klien
terhadap aktivitas.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
asuhan keperawatan ini kesimpulan yang dapat diambil yaitu setelah dilakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskular NSTEMI
diagnose keperawatan yang dapat teratasi setelah 4 hari impelementasi yaitu diagnosa intoleransi aktivitas.
B.
Saran
Untuk
pembuatan asuhan keperawatan selanjutnya implementasi dilakukan lebih lama
untuk melihat perkembangan peningkatan keadaan klien setelah diberikan asuhan
keperawatan.
55
|
DAFTAR PUSTAKA
Hazinki Mary Fran. 2004. Handbook of Emergency
Cardiovascular Care for Healthcare Providers, AHA : USA
http://ayumiayumi-ayumii.blogspot.co.id/2015/07/lp-asuhan-keperawatan-pasien-dengan_37.html. diakses tanggal 2 Maret 2016 Pukul
21.00 WITA
Joewono Budi Prasetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung,Airlangga
University: Surabaya.
Joyce Levefer. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium
dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. EGC : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar