BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan
kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan
utama pelayanan kesehatan. Namun hal ini tidak mudah dilakukan dewasa ini.
Meskipun pusat layanan kesehatan telah
dilengkapi dengan tenaga medis, bidan dan sarana penunjang lengkap, masih
sering terdengar ketidak puasan pasien
akan pelayanan kesehatan yang diterima.
Kepuasan
atau ketidak puasan merupakan respon pelanggan terhadap evauasi ketidaksesuain
(disconfirmation) yang dipersepsikan
antara harapan awal dan kinerja aktual yang dirasakan. Banyak faktor penyebab
ketidak puasan pasien, salah satunya adalah factor komunikasi antara bidan
dengan pasien. Tingkatan kepuasan pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor
tersebut di atas dapat memenuhi harapan-harapan. Seseorang pasien yang tidak
puas pada giliranya akan menghasilkan sikap atau perilaku tidak patuh terhadap
seluruh prosedur kebidanan dan prosedur medis.
Program KB dirintis sejak tahun 1951 dan terus
berkembang. Sehingga pada tahun 1970 terbentuk badan koordinasi keluarga
Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan
kehamilan menggunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi
dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan
pengedalian penduduk.
Pendapat Malthus yang dikutip oleh manuaba (2010) mengemukakan bahwa pertumbuhan dan
kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung, sedangkan
pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada suatu sumber
daya alam tidak mampu menampung pertumbuhan manusia telah menjadi kenyataan.
Berdasarkan pendapat diatas, diharapkan setiap
keluarga memperhatikan dan merencanakan jumlah keluarga yang di inginkan
berkenaan dengan hal tersebut. Paradigma baru program KB nasional telah di ubah
visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi “Keluarga Berkualitas 2015” untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas adalah keluarga yang sejahtera,
sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan,
bertanggung jawab, harmonis, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sarwono, 2010)
Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil mendorong
peningkatan peran serta masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin
mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus di perhatikan bahkan terus ditingkatkan
karena pencapaian tersebut belum merata, sementara ini kegiatan keluarga
berencana masih kurangya dalam penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP). Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontrasepsi dapat dikatakan bahwa 51,21% akseptor KB memilih suntikan
sebagai alat kontrasepsi, 40,02%
memilih pil, 4,93%
memilih Implant, 2,72% memilih IUD dan lainya 1,11% pada umumnya masyarakat memilih metode non MKJP.
Sehingga metode KB MKJP seperti intra uterine devices (IUD), implant, medis
operatif pria (MOP) dan medis Operatif Wanita (MOW) kurang diminati.
Menurut WHO (World
Health Organization), angka estimasi kematian ibu saat melahirkan di tahun 2013
per 100 ribu kelahiran hidup di Indonesia 190/100.000 (Badan Kesehatan Dunia 2015).
Penduduk Indonesia berjumlah kurang lebih 254,9 juta jiwa.
Dari total tersebut penduduk laki-laki mencapai 128,1
(50,25%) juta jiwa sementara perempuan sebanyak 126,8 (49,74%) juta jiwa
(Hidayatullah 2015).
Jumlah penduduk Sulawesi Selatan berjumlah kurang lebih 8.342.047
juta jiwa. Dari total tersebut penduduk laki-laki mencapai 4.071.434 (48,80%)
juta jiwa sementara perempuan sebanyak 4.270.613 (51,19%), Jumlah penduduk Makassar berjumlah kurang lebih 1.408.072 juta
jiwa. Dari total tersebut penduduk laki-laki mencapai 162.088 (11,51%) juta
jiwa sementara perempuan sebanyak 711.971 (50,56%) juta jiwa (BPS Provinsi
Sulawesi Selatan 2015).
Berdasarkan data
yang diambil dari Badan Koordinasi Keluaraga Berencana Nasional
(BKKBN) Sulawesi Selatan Tahun
2014 presentase akseptor
KB sebanyak 4.960.687 akseptor, yang terdiri dari KB baru sebanyak
161.211 (3.3%) dan KB aktif sebanyak 4.799.476 (96,7%)
akseptor. Adapun metode yang dipakai oleh akseptor
KB suntik 876.141 (18,24%) akseptor KB Pil 524.703 (10.92%) akseptor implant
490.192 (10,20%), akseptor alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) 293.535 (6,11%) akseptor Medis Operasi Wanita
(MOW) 70.456 (1.47%) akseptor Medis Operasi Pria
(MOP) 44.286 (1,02%) (musringah: 2015).
Tahun 2013 yang menjadi peserta KB aktif adalah
61,58 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut : KB suntik 10560 orang atau 94 %.
KB pil 460 orang atau 4,0 %. KB IUD 55 orang atau 0,49 %. KB implant 116 orang atau 1,03 % dan kondom 39
0rang atau 0,34 %.
Tahun 2014 yang menjadi
peserta KB aktif adalah 62,66 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut : KB
suntik 10585 orang atau 94 %. KB pil 461 orang atau 4,09 %. KB IUD 55 orang
atau 0,49 %. KB implant 116 orang atau
1,03 % dan kondom 41 orang atau 0,36 %.
Menurut Data pada Dinas kesehatan Makassar tahun 2015 jumlah akseptor KB untuk semua jenis
kontrasepsi adalah sebanyak 49,019 akseptor. Jumlah tersebut terdiri atas
pengguna kontrasepsi pil 11,890
(24,25)
pus, IUD 447 (0,911)
pus, suntikan 20.796 (42,42)
pus, implant 15.142 (30,89)
pus, MOW 251 (0,512) pus, MOP 30 (0,061) pus, dan kondom 453 (0,924) pus(Kadir, Ruslan,2015).
Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas
Kassi-Kassi Makassar tahun 2015, jumlah pasangan usia subur (PUS) adalah 13.875 jiwa. Sedangkan yang menjadi peserta KB
aktif adalah 11.562 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut : KB pil 1.124 orang
atau 8,10%. KB suntik 10.099 orang
atau 72,78%, KB implant 199 orang atau 1,43%. KB IUD 88 orang atau 0,63% KB MOW 2 orang atau 0,01%. KB Kondom 52 orang
atau 0,37 %.
Junadi P mengemukakan empat aspek yang dapat
mengukur kepuasan pasien, salah satunya adalah hubungan antara pasien dengan petugas kesehatan. Pada
penelitian ini, penulis bermaksud mengkaji hubungan pasien dan bidan, ditinjau
dari efektifitas komunikasi interpersonal
yang terjadi antara keduanya, dan kaitannya pada kepuasan pasien.
Berdasarkan laporan pengaduan masyarakat melalui isian
pada kotak saran pada Unit Pengaduan Masyarakat Puskesmas Kassi-Kassi pada
tahun 2014 lalu, diketahui bahwa masih ada keluhan-keluhan seperti lambatnya
proses administrasi dengan penanganan jaminan kesehatan yang berbelit-belit, bidan
lambat dalam penanganan sehingga pasien merasa terabaikan, dan ruangan KIA/KB
yang sempit dan panas memberikan rasa kurang nyaman kepada pasien. Badan
penjaminan mutu puskesmas kassi-kassi Makassar (2014), sedangkan pada tahun
2015 diketahui bahwa pelayanan kesehatan masih mendapat perhatian penuh dengan
adanya saran dan masukan dari pengguna jasa layanan kesehatan seperti halnya
dalam pelayanan keluarga berencana yang membutuhkan informasi sehingga pasien
dapat menentukan pilihan dalam menggunakan alat kontrasepsi, membantu mengatasi
keluhan dari efek yang ditimbulkan oleh alat kontrasepsi itu sendiri. (Lembaga
penjaminana mutu puskesmas/RSP VI Kassi-Kassi Makassar 2016)
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan Komunikasi interpersonal Bidan dengan
Tingkat Kepuasan Pasien dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB)”.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat
kepuasan pasien dalam pelayanan KB di Puskesmas Kassi-Kassi?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui
hubungan komunikasi interpersonal Bidan dengan tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan
KB di puskesmas Kassi-Kassi.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui komunikasi
interpersonal bidan di puskesmas Kassi-Kassi.
b.
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien
KB di puskesmas Kassi-Kassi.
c.
Untuk mengetahui hubungan komunikasi
interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan pasien KB di puskesmas Kassi-Kassi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Praktisi
Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai masukan dan informasi tambahan kepada Bidan dan sebagai
evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan untuk mencapai kepuasan
pasien.
2. Manfaat
Teoritis/Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan dan manfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi,
khususnya pada ilmu komunikasi interpersonal atau konseling.
3. Manfaat
Bagi Penulis
Bagi penulis, hal ini merupakan
pengalaman yang dapat menambah pengetahuan dalam penerapan komunikasi
interpersonal dengan tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan keluarga
berencana.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Tinjauan Umum Tentang Komunikasi
1. Konsep
Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari kata latin communication yang berarti “
pemberitahuan ” atau “ pertukaran pikiran ”. jadi secara garis besar dalam
suatu proses komunikasi haruslah terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar
terjadi suatu pertukaran pikiran dan pengertian antara komunikator (penyebar
pesan) dan komunikan (Penerima Pesan).
Dalam
bukunya yang berjudul Pemahaman Teori dan Praktek Jurnalistik, Mondry
menjelaskan asal muasal kata komunikasi (communication) yang berasal dari kata
: common, yang berarti ‘sama’, dengan maksud sama makna, sehingga secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses menyamakan
persepsi, pikiran, dan rasa diantara komunikator dengan komunikannya.
Komunikasi
kebidanan merupakan penggambaran terjadinya interaksi antara bidan dengan klien
dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien. Sebagaimana diketahui, klien atau pasien
menuntut pelayanan yang paripurna, baik fisik maupun psikologis terutama klien
yang mengalami ketidak stabilan emosi selam proses adaptasi terhadap suatu
perubahan status misalnya menjadi ibu, menjadi orang tua, mengalami kehamilan
yang pertama. Karena keadaan tersebut, klien perlu memperoleh
pendampingan dan kedekatan dengan tenaga pelayanan kesehatan yang salah satunya
adalah bidan.
Pada profesi kebidanan,
komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam
mengimplementasikan proses/asuhan kebidanan. Komunikasi merupakan kebutuhan
yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi
diperlukan untuk mengatur tatakrama pergaulan antar manusia, sebab dengan
berkomunikasi secara elegan akan memberi pengaruh langsung pada struktur
keseimbangan seseorang dalam bermasyarakat, dan hal ini sangat menentukan
keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan
termasuk karir. (Mardiana Ahmad, 2012)
2. Tujuan
dan Fungsi Komunikasi
Berangkat dari beberapa pengertian
komunikasi diatas, maka dapat diketahui tujuan komunikasi yakni ; memudahkan,
melancarkan dalam melaksanakan kegiatan dalam usaha mencapai tujuan, sedangkan
fungsi komunikasi menurut para ahli adalah :
a. Fungsi
Emosi
Manusia memiliki emosi dan
mengekspresikan emosinya melalui komunikasi, komunikasi seperti ini
berorientasi pada perasaan. Namun dalam hubungannya dengan organisasi, tujuan
komunikasi ini berhubungan dengan penerimaan dari peran-peran organisasi.
Memiliki fungsi emosi dalam berkomunikasi memberi dua sisi pengertian, pertama
fungsi ketenangan dan kesejukan dalam menyampaikan ide/gagasan dan pemikiran
maupun masukan. Sementara fungsi ketegangan terjadi apabila lawan bicara
menyampaikan berita/ide/masukan/umpan balik yang mengganggu.
b. Fungsi
Motivasi
Fungsi motivasi pada bagian ini
adalah memberikan motivasi pada seseorang atau pada lingkup organisasi yang
berhubungan dengan komitmen organisasi terhadap tujuan-tujuan organisasi.
Memberikan intruksi, pengarahan, tindak disiplin, mentransfer tujuan kepada
bawahan, mendefinisikan perturan antara bawahan dan atasan. Karenanya provider
(Bidan) dalam berkomunikasi seyogyanya memperhatikan bahwa bahasa yang
disampaikan memberi motivasi kepada lawan bicara sehingga tidak menimbulkan
umpan balik negative.
c. Fungsi
Informasi
Fungsi informasi yang dimaksud
disni, bahwa komunikasi dapat menyediakan informasi penting yang diperlukan
dalam penyelesaian masalah.
d. Fungsi
Kontrol
Sesuai dengan tujuannya, maka
komunikasi dapat mengontrol perilaku orang lain maupun anggota organisasi, yang
dapat dilihat dengan adanya peraturan, penjelasan akan tugas-tugas, otoritas
dan struktur organisasi. Dengan berkomunikasi bidan dapat memberikan kontrol
terhadap pasien dalam pelayanan kebidanan, menyampaikan apa yang boleh
dilakukan selama pasien menjalani perawatan. (Mardiana Ahmad, 2012)
3. Bentuk-Bentuk
komunikasi
Pada
dasarnya, Komunikasi terbagi menjadi 2 Jenis, yaitu, komunikasi verbal dan
nonverbal:
a.
Komunikasi
Verbal (verbal communication) merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan
kepada pihak lain melalui lisan (oral) dan tulisan (written). Berbincang dengan
orang, menelepon, berkirim surat, membacakan buku, melakukan presentasi
diskusi, atau menonton televisi merupakan contoh komunikasi verbal.
b.
Komunikasi nonverbal, merupakan
pertukaran informasi tanpa penggunaan bahasa atau kata-kata. Komunikasi
nonverbal disebut juga bahasa tubuh (body language). Informasi dapat
dikomunikasikan kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara,
seperti penggunaan sentuhan, kontak mata, ekspresi wajah, postur, gerak tubuh,
posisi tubuh, kondisi fisik umum, gaya berpakaian, suara, dan keadaan diam.
(Mardiana Ahmad, 2012)
4. Proses
komunikasi
Proses
komunikasi terjadi bila unsur-unsur komunikasi saling terlibat, berkaitan
antara satu dengan yang lainnya dapat dilihat seperti berikut:
Gambar
1.1. Proses Komunikasi
Sumber: Komunikasi
Efektif-buku bantuan bidan siaga,
Depkes RI, 2002
Proses
komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya,
sehingga menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan
komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi
yang efektif ( sesuai dengan tujuan ko munikasi
pada umumnya).
Komunikator (sender) yang mempunyai maksud
berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang
dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa
ataupun lewat symbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
Pesan (massage) itu disampaikan atau dibawa
melaluai suatu media atau saluran baik secara lansung maupun tidak langsung.
Contohnya, berbicara langsung lewat telepon, surat, e-mail atau media lainnya.
Komunikan (receiver) menerima pesan yang
disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya kedalam bahasa yang
dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
Komunikan (receiver) memebrikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang
dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud
oleh pengirim.
Setiap unsur
memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi, artinya
tanpa keikutsertaan satu unsur akan memberi pengaruh pada jalannya komunikasi.
Menurut (Jalalludin,
dalam Suryati, 2013) proses komunikasi, banyak melalui perkembangan. Pada
penjelasan ini, akan dijelaskan berbagai proses komunikasi melalui model-model
komunikasi itu sendiri.
1. Model
komunikasi Aristoteles
Aristoteles menerangkan tentang
model komunikasi dalam bukunya Rhetorica, bahwa setiap komunikasi bahwa setiap
koomunikasi akan berjalan jika terdapat 3 unsur utama.
a. Pembicara,
yang menyampaikan pesan
b. Apa
yang akan dibicarakan (menyangkut pesan itu sendiri)
c. Penerima,
orang yang menerima pesan itu.
2. Model
komunikasi Devid K.Berlo
Dalam model komunikasi David K.
Berlo, diketahui bahwa komunikasi terdiri dari 4 proses utama yaitu SMRC (Source, Massage, Channel dan Receiver) lalu ditambah 3 proses
sekunder, yaitu feedback, efek dan lingkungan.
a.
Source
(sumber), sumber adalah eseorang yang memberikan pesan atau dalam komunikasi
dapat disebut komunikator. Walaupun sumber biasanya melibatkan individu, namun
dalam hal ini sumber juga sering dikatakan sebagai source, sender atau encoder.
b.
Massage
(Pesan),
pesan adalah isi dari komunikasi yang memiliki nilai dan disampaikan oleh
seseorang (komunikator). Pesan bersifat penghibur, informative, edukatif,
persuasive, dan bisa juga bersifat propaganda. Pesan disampaikan melalui 2
cara, yaitu verbal dan non verbal. Bisa melalui tatap muka atau melalui sebuah
media komunikasi. Pesan bisa dikatakan sebagai massage, content, atau
information.
c.
Channel
(Media
dan saluran komunikasi), sebuah saluran komunikasi terdiri atas 3 bagian, yaitu
lisan, ertulis dan eletronik. Media disini adalah sebuah alat untuk mengirimkan
pesan tersebut. Misal secara personal, maka media komunikasi yang digunakan
adalah panca indra atau bisa memakai media telepon,telegram, handphone yang
bersifat pribadi.
d.
Reciver
(Penerima pesan), penerima adalah orang yang mendapatkan pesan dari komunikator
melalui media. Penerima adalah elemen yang paling penting dalam menjalankan
sebuah proses komunikasi. Karena penerima menjadi sasaran dari komunikasi
tersebut. Penerima juga dapat disebut sebagai public, khalayak, masyarakat,
dll.
Elemen
tambahan:
a. Feedback
(umpan balik), umpan balik adalah suatu respon yang diberikan oleh penerima.
b. Efek,
sebuah komunikasi dapat menyebabkan efek tertenttu. Efek komunikasi adalah
sebuah respon pada diri sendiri yang bisa dirasakan ketika kita mengalami
perubahan (baik positif maupun negatif) setelah menerima pesan. Efek ini adalah
sebuah pengaruh yang dapat mengubah perasaan
dan perilaku (kognitif, afektif dan konatif).
c. Lingkungan,
adalah sebuah situasi yang dapat mempengaruhi seatu komunikasi. Diantaranya,
lingkungan fisik, lingkungan social budaya, lingkungan psikologi.
3. Model
Komunikasi Bovee dan Thill
Bovve dan Thill dalam bukunya
Business Comunication Today, menjelaskan bahwa proses komunikasi merupakan
tahapan dan kegiatan. Terdapat 5 unsur:
a.
Pengirim memiliki sebuah ide gagasan.
Komunikasi diawali dengan adanya gagasan dari seorang pengirim, yang ingin
disampaikan pada penerima pesan tersebut.
b.
Ide dirubah menjadi pesan. Ide bersifat
abstrak dan tidak terstruktur, sehingga tidak dapat dibaca oleh orang lain.
Maka dari itu, pengirim harrus mengubah idenya tersebut menjadi sebuah pesan
agar dapat dimengerti oleh orang lain. Perubahan ide menjadi sautu pesan
disebut ENCODING atau pemindahan pesan.
c.
Setelah sebuah idediubah menjadi pesan,
maka pesan tersebut harus dipindahkan kepada penerima dengan berbagai bentuk
komunikasi (verbal, non verbal, lisan atau tertulis), dan media komunikasinya
(tatap muka, telepon, surat, laporan dan lain-lain).
d.
Penerima menerima pesan. Penerima pesan
menginterpretasikan pesan yang diterima.
e.
Penerima pesan mengirimkan umpan balik.
Umpan balik merupakan sebuah elemen perantai pesan. Sebagai pengirim pesan,
kita harus mengevaluasi apa yang sebenarnya dipikirkan oleh penerima pesan.
Apakah pesan kita efektif apa tidak. Jika pesan kita ternyata tidak efektif,
maka pesan harus diulang.
1. Faktor yang
mempengaruhi komunikasi
Proses komunikasi di pengaruhi oleh beberapa faktor
(Potter&Perry, 1993)
dalam buku komunikasi kebidanan (Suryati, 2013) antara lain:
a. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan
seorang, bidan harus mengerti pengaruh perkembangan usia, baik dari sisi bahasa
maupun proses berfikir orang tersebut. Cara berkomunikasi anak remaja berbeda
dengan anak balita. Kepada remaja mungkin perlu belajar bahasa “gaul” mereka,
sehingga komunikasi diharapkan akan lancar
b.
Persepsi
Persepsi adalah
pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi
ini dibentuk oleh pengharapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat
mengakibatkan terhambatnya komunikasi. Misalnya, kata “beton” akan menimbulkan
perbedaan persepsi antara ahli bangunan dengan orang awam.
c.
Nilai
Nilai adalah
standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi bidan untuk menyadari
nilai seseorang. Bidan perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi
nilai sehingga dapat terjadi interaksi yang tepat dengan klien. Misalnya,
memandang tindakan abortus tidak sebagai dosa, sementara bidan memandang
tindakan abortus sebagai tindakan dosa. Hal ini dapat menyebabkan konflik
antara bidan dan klien.
d.
Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya
komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan
membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.
e.
Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu
kejadian. Emosi seperti perasaan marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi
bidan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bidan perlu mengkaji emosi klien
dan keluarganya sehingga mampu memberi asuhan kebidanan dengan tepat. Selain
itu, bidan perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan
asuhan kebidanan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.
f.
Jenis kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya sendiri dalam
berkomunikasi yang berbeda-beda. Lakoff (1975) menemukan bahwa dalam
percakapan, laki-laki cenderung langsung dan aktif sedangkan perempuan terlalu
sopan dan pasif.
g.
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan mempengaruhi komunikasi. Seseorang
yang tingkat pengetahuannya kurang sulit merespon pertanyaan yang mengandung
bahasa verbal dibandingkan dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Bidan
perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga dapat berinteraksi dengan
baik dan akhirnya dapat memberi asuhan kebidanan yang tepat kepada klien.
h.
Peran dan hubungan
Gaya berkomunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar
perorangan yang berkomunikasi. Cara berkomunikasi seorang bidan dengan
kolegannya, dengan cara berkomunikasi bidan dengan klien akan berbeda,
tergantung peran. Demikian juga dengan orang tua dan anak.
i.
Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang
efektif. Suasana yang bising tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan
kerancuan, ketegangan, dan ketidaknyamanan. Untuk itu bidan perlu menyiapkan
lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum melakukan interaksi dengan klien.
Lingkungan fisik mempengaruhi tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat ke
tempat yang lain. Misalnya, saat berkomunikasi dengan sahabatnya akan berbeda
apabila berbicara dengan pimpinan.
j.
Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi.
Jarak tertentu akan memberi rasa aman dan kontrol. Pada saat pertama kali klien
berinteraksi dengan bidan, bidan perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada
saat melakukan komunikasi dengan klien.
k. Citra diri
Manusia mempunyai gambaran tertentu
mengenai dirinya, status sosial, kelebihan dan kekurangannya. Citra diri
terungkap dalam komunikasi. Contoh, pembicaraan orang tua dengan anaknya dengan
menentukan ekspresi dan persepsi orang, misalnya “kamu mesti jadi bidan karna
akan dihormati dan mudah mendapatkan uang”
l.
Kondisi fisik
Kondisi fisik mempunyai pengaruh
terhadap komunikasi. Artinya indra pembicaraan mempunyai andil terhadap
kelancaran terhadap komunikasi. Misalnya, orang tuna wicara akan kesulitan
apabila berbicara dengan orang normal.
A. Komunikasi
Interpersonal/Konseling (KIP/K)
1. Pengertian
Menurut
Devito (dalam Suryati Romauli, 2013), komunikasi interpersonal adalah
penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau
kelompok kecil orang dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan
umpan balik segera.
Sedangkan
menurut Jane (dalam Suryati Romauli; 2013), komunikasi interpersonal adalah
proses penyebaran dan berbagi informasi yang dilakukan minimal dau orang,
secara langsung, dengan tatap muka, dan bersifat dua arah.
2. Tujuan komunikasi Interpersonal
dalam konseling (Suryati Romauli ; 2013)
Komunikasi
interpersonal dalam konseling merupakan suatu action oriented, ialah suatu tindakan yang berorintasi pada tujuan
tertentu. Tujuan komunikasi interpersonal dalam konseling bermacam-macam,
diantaranya :
a) Mengungkapkan perhatian pada orang
lain
Dalam
hal ini bidan berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan,
membungkukkan badan, menanyakan kabar kesehatan klien, dan sebagainya. Pada
prinsipnya komunikasi dimaksudkan hanya untuk menunjukan perhatian pada klien
dan menghindari kesan sebagai pribadi yang tertutup, dingin dan cuek.
b) Menemukan diri sendiri
Artinya
bidan melakukan komunikasi karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik
diri pribadi berdasarakan informasi dari orang lain. Komunikasi ini memberikan
kesempatan kepada kedua belah pihak untuk berbicara tentang keadaan diri,
minata dan harapan sehingga kedua belah pihak memeperoleh informasi berharga
mengenai jati diri atau dengan kata lain menemukan diri sendiri.
c) Menemukan dunia luar
Dengan
komunikasi ini, diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi yang
actual. Misalnya saat bidan memeberikan informasi tentang program keluarga
berencana sehingga klien dapat mengambil keputusan yang tepat dalam
mengikuti program keluarga berancana.
Jadi, dengan komunikasi ini diperoleh informasi dan dengan informasi itu dapat
dikenali dan ditemukan keadaan dunia luar yang sebelumnya tidk diketahui.
d) Membangun dan memelihara hubungan
yang harmonis
Sebagai
mahluks sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling dasar adalah
membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Oleh karena itu setiap orang telah menggunkan banyak waktu
untuk berkomunikasi interpersonal yang diabadikan untuk membangun dan
memelihara hubungan sosial dengan orang lain.
e) Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Dalam
prinsip komunikasi, ketika klien menrima pesan dan informasi, dengan demikian
klien telah mendapatkan pengaruh dari proses komunikasi. Sebab pada dasarnya
komunikasi adalah sebuah fenomena, sebuah pengalaman. Setiap pengalaman memberi
makna pada situasi kehidupan manusia. contoh, melalui komunikasi interpersonal,
seorang bidan menginginkan adanya perubahan sikap dan perilaku klien (ibu hamil
yang anemi) sehingga kondisi ibu tersebut dapat menjadi kehamilan yang normal.
f) Menghilangkan kerugian akibat salah
komunikasi
Komunikasi
interpersonal dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi dan salah
interpretasi yang tejadi antara bidan dan klien.
g) Memberi bantuan
Dengan
komunikasi interpersonal, maka bidan dapat memberikan bantuan kepada klien yang
memerlukan bantuan dengan tujuan membantu klien memecahkan masalahnya.
3. Ciri-ciri komunikasi interpersonal
Komunikasi
interpersonal dalam konseling merupakan jenis komunikasi yang frekuensi
terjadinya cukup tinggi dalm pekerjaan bidan sehari-hari. Ciri-ciri dari
komunikasi interpersonal dalam konseling:
a. Arus pesan dua arah
Komunikasi
interpersonal menempatkan sumber pesan dan penerima pesan dalam posisi yang sejajar,
sehingga memicu terjadinya pola penyebaran pesan mengikuti arus dua arah
b. Suasana non formal
Komunikasi
interpersonal dalm konseling biasanya berlangsung dalam suasana non formal,
relevan dangan suasana non formal tersebut, pesan yang dikomunikasikan biasanya
bersifat lisan bukan tulisan.
c. Umpan balik segera
Oleh
karena komunikasi interpersonal dalam konseling mempertemukan para pelaku
komunikasi secara tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui dengan segera
baik secara verbal maupun non verbal. Respon verbal berarti jawaban yang berupa
kata-kata setuju, tidak setuju, piker-pikir dan sebagainya, sementara respon
non verbal ditangkap melalui gelengan
kepala, angggukan kepala, pandangan mata, raut muka dan sebagainya.
d. Pesrta komunikasi berada dalam jarak
yang dekat
Komunikasi
interpersonal dalam konseling merupakan metode komunikasi antara bidan dank
lien yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat, baik
jarak dalam arti fiisik maupun psikologi. Jarak yang dekat secara fisik artinya,
antara bidan dan klien ada saling bertatap muka, berada dalam suatu ruangan
tertentu. Sedangkan jarak yang dekat secara psikologi artinya menunjukkan
keintiman/kaakraban hubungan antara bidan dan klien.
e. Peserta komunikasi mengirim dan
menerima pesan secara stimulant dan spontan, baik secara verbal maupun
nonverbal. Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal dalam
konseling, antara bidan dan klien dapat memberdayakan kekuatan pesan verbal
maupun nonverbal.
4. Factor-faktor yang pengahambat komunikasi
interpersonal/konseling (Suryati Romauli : 2013)
Orintasi
kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa seseorang
dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari :
a.
factor
Individu
1)
faktor
fisik kepekaan panca indra (kemampuan untuk melihat
dan mendengar), usia dan jenis
kelamin
2)
sudut
pandang terhadap nilai-nilai yang dianut
3)
faktor
sosial diantaranya sejarah keluarga dan relasi
jaringansosial, peran dalam masyarakat,
status sosial, dan pesan
sosial.
4)
Orintasi
kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor
Individu
b.
Faktor
yang berkaitan dengan interaksi
1)
Tujuan
dan harapan terhadap komunikasi
Ini biasanya terjadi apabila dalam
suatu komunikasi /konseling komunikator tidak memberikan konseling sesuai
kebutuhan klien, maka apa yang disampaikan komunikator tidak akan didengar tau
diperhatikan oleh klien karena tidak sesuai dengan harapan. Untuk menghindari
hal tersebut sudah seharusnya seorang komunikator memiliki kemampuan untuk
menganalisa masalah klien sehingga dapat memberikan konseling sesuai dengan
kebutuhan klien.
2)
Sikap
terhadap interaksi
Sikap terbuka dan bersahabat
sangatmendukung komunikasi, tetapi sebaliknya orang yang tertutup dan kurang
bersahabat akan sulit untuk diajak berkomunikasi, biasanya orang seperti itu
mempunyai sifat inroved sehingga
susah untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi. Mendapatkan klien yng seperti
ini sebagai seorang bidan harus mampu memancing percakapan dan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan terbuka.
3)
Pembawaan
diri seseorang terhadap orang lain (seperti
kehangatan,
perhatian dan dukungan)
pembawaan diri seseorang sangat
mempengaruhi komunikasi. Orang sombong, sinis dan tidak memberikan dukungan
merupakan hambatan komunikasi yang harus kita hadapi. Kadang-kadang sebagai
manusia biasa kita sebagai petugas kesehatan sudah merasa malas dahulu untuk
memberikan konseling pada orang semacam itu.
4)
Sejarah
hubungan
Sejarah hubungan adalah sesuatu yang
telah lampau tetapi kn sangat berpengaruh dimasa sekarang atau masa datang.
Orang yang punya hubungan kurang harmonis dimasa lalu dan tiba-tiba bertemu
dengan suatu konsultan/konselor akan menyebabkan sikap canggung dan malas untuk
bertemu. Tetapi sekali lagi, bidan harus professional menghadapi hal ini,
lupakan sejenak masalh yang lalu dan hadapi klien sesuai masalah yang harus
dipecahkan oleh klien saat ini. Tidak perlu mengungngkit-ungkit masa lalu.
c.
Faktor
situasional
Situasi selama melakukan komunikasi
sangat mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Lingkungan yang tenang dan terjaga
privasinya merupakan situasi yang sangat mendkung, begitu pula sebaliknya
komunikasi yang dilakukan ditempat keramaian akan sangat mengganggu pendengar.
d.
Kompetensi
dalam melakukan percakapan
Agar efektif, suatu interaksi harus
menunjukan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan
putusnya komunikasi adalah kegagalan menyampaikan informasi penting, pemindahan
topic bicara yang tidak lancer dan salah pengertian.
5.
Persepsi
Interpersonal dan Konsep Diri dalam Keahlian Komunikasi Interpersonal
Konsep
diri dan Persepsi interpersonal sangat dibutuhkan untuk pencapaian dalam
kelancaran komunikasi. Orang yang lancar dalam berkomunikasi berarti orang
tersebut mempunyai keahlian dalam berkomunikasi. Persepsi interpersonal besar
pengaruhnya bukan saja pada komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan
interpersonal. Karena itu kecermatan persepsi interpersonal akan sangat berguna
untuk meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal kita. Faktor-faktor
personal yang mempengaruhi persepsi nterpersonal diantaranya adalah pengalaman,
motivasi, kepribadian, stereotyping, atribusi.
Perilaku
kita dalam berkomunikasi interpersonal amat bergantung pada persepsi
interpersonal. Kegagalan komunikasi dapat diperbaiki apabila orang tersebut
menyadari bahwa persepsinya salah. Komunikasi interpersonal kita akan menjadi
lebih baik bila kita mengetahui bahwa persepsi kita bersifat subjektif dan cenderung
keliru. Konsep diri diperlukan agar kita bisa mengamati diri dan sampailah pada
gambaran dan penilaian diri kita. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri
sebagai pandangan dan perassan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri
ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Konsep diri bisa juga dijadikan
alat pengukur kepercayaan diri kita.
Faktor-faktor
yang mempengruhi konsep diri diantaranya adalah orang lain dan kelompok. Ada
kelomok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap
pembentukan konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat
kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan
ciri-ciri kelompoknya. Pengaruh konsep diri pada komunikasi interpersonal
diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Nubuat yang dipenuhi sendiri
Konsep
diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal
karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep
dirinya. Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut
sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri. Sukses komunikasi interpersonal banyak
bergantung pada kualitas konsep diri yang positif atau negatif. Sebagai peminat
komunikasi, sebaiknya kita mampu mengidentifikasi tanda-tanda konsep diri yang
positif atau negatif.
b) Membuka diri
Pengetahuan
tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama
berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita.
Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila
konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk
menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung
menghindari sikap defensif, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang
lain.
c) Percaya diri
Keinginan
untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari
kurangnya kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri. Orang yang tidak
menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan.
Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari
situasi komunikasi. Ia takut kalau orang lain akan mengejeknya atau
menyalahkannya.
d) Selektivitas
Konsep
diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi
kepada pesan apa anda bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan
itu, dan apa yang kita ingat. Dengan singkat, konsep diri menyebabkan terpaan
selektif, persepsi selektif, dan ingatan selektif.
6.
Hubungan
Keahlian komunikasi Interpersonal dalam Komunikasi
Orang yang mempunyai keahlian
komunikasi maka komunikasi orang tersebut akan berjalan efektif. Kita harus
memupuk keahlian kita dalam komunikasi interpersonal melalui konsep diri.
Konsep diri seperti yang telah tertuang diatas sangat penting dilakukan agar
kita ahli dalam berkomunikasi. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan
interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan
kita dipahami tetapi hubungan dengan komunikan menjadi rusak. De Vito memandang
komunikasi interpersonal yang efektif berdasarkan humanistic model dan
pragmatic model. Humanistic model (soft approach) menunjukkan bahwa kualitas
komunikasi interpersonal yang efektif ditentukan oleh 5 faktor, sebagai
berikut: Openness (keterbukaan), Empathy, Supportiveness (mendukung),
Positiveness (sikap positif), Equality (kesetaraan). Pragmatic model
(behavioural) atau disebut juga sebagai pendekatan keras (hard approach) atau
(competence model) fokus pada perilaku tertentu yang harus digunakan oleh
pelaku komunikasi interpersonal baik sebagai pembicara maupun sebagai pendengar
apabila ingin efektif. Pendekatan ini pun menyatakan ada 5 skemampuan yang
harus dimiliki, yaitu sebagai berikut:
a) Confidence (percaya diri) maksudnya
adalah para pelaku komunikasi interpersonal harus memilki rasa percaya diri
secara sosial (social confidence).
b) Immediacy merujuk pada situasi
adanya perasaan kebersamaan antara pembicara dan pendengar (oneness). Immediacy
ditunjukan dengan sikap memperhatikan, menyenangi, dan tertarik pada lawan bicara
c) Interaction management maksudnya
adalah kemampuan untuk mengontrol interaksi demi memuaskan kedua belah pihak
pelaku komunikasi.
d) Expressiveness maksudnya adalah
kemampuan untuk secara sungguhsungguh terlibat dalam proses komunikasi.
e) Other orientation maksudnya adalah
kemampuan untuk beradaptasi dengan orang lain selama proses komunikasi
interpersonal berlangsung.
7.
Pendekatan
KIP
Tiga
pendekatan utama tentang pemikiran KAP berdasarkan:
c) Pengembangan
Bittner menerangkan KIP berlangsung, bila pengirim
menyampaikan informasi
berupa kata-kata kepada penerima
dengan menggunakan medium suara
manusia (human voice).
Hubungan diadik
mengartikan KIP sebagai komunikasi
yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas.
Untuk memahami perilaku
seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua orang peserta dalam situasi
bersama. Trenholm dan Jensen mendefinisikan KIP sebagai komunikasi
antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik).
Sifat komunikasi
ini adalah:
1) Spontan
dan informal.
2) Saling
menerima feedback secara maksimal.
3) Partisipan
berperan fleksibel.
Efektifitas KIP
Menurut Kumar , lima ciri efektifitas KIP
sebagai berikut:
- Keterbukaan (openess).
- Empati (empathy).
- Dukungan (supportiveness).
- Rasa positif (positiveness).
- Kesetaraan (equality).
Feedback yang diperoleh dalam KIP berupa
feedback positif, negatif dan netral. Prinsip mendasar dalam komunikasi
manusia berupa penerusan gagasan.
David Berlo mengembangkan konsep empati
menjadi teori komunikasi.
Empat tingkat ketergantungan komunikasi
adalah:
- Peserta komunikasi memilih
pasangan sesuai dirinya.
- Tanggapan yang diharapkan berupa umpan
balik.
- Individu mempunyai kemampuan untuk menanggapi,
mengantisipasi bagaimana merespon informasi, serta
mengembangkan harapan-harapan tingkah
laku partisipan komunikasi.
- Terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan
pengalaman dalam perilaku empati.
- Teori
Penyimpulan (inference theory), orang dapat mengamati atau
mengidentifikasi perilakunya sendiri.
- Teori Pengambilan Peran (role
taking theory), seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti perilaku orang
lain.
- Kelayakan (decentering).
- Pengambilan peran (role taking).
- Empati komuniksi
(empathic communication).
Kelayakan (decentering)
Bagaimana
individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan mempertimbangkan apa yang
dipikirkan dan dikatakan orang lain tersebut.
Pengambilan peran (role
taking)
Mengidentifikasikan
orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri melalui orang lain.
Tingkatan dalam pengambilan
peran:
- Tingkatan
budaya (cultural level), mendasarkan keseluruhan karakteristik dari
norma dan nilai masyarakat.
- Tingkatan sosiologis (sociological level),
mendasarkan pada asumsi sebagian kelompok budaya.
- Tingkatan psikologis (psycological
level), mendasarkan pada apa yang dialami oleh individu.
Empati komunikasi
meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses
yang menyatakan tidak langsung perubahan
sikap/perilaku penerima. Blumer
mengembangkan pemikiran Mead melalui pokok pikiran
interaksionisme simbolik yaitu “Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu
(thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai
8. Strategi
Membantu Klien Dalam Pengambilan Keputusan
Kemampuan
dalam mengambil keputusan adalah sangat penting bagi klien untuk menyelesaikan masalah
kegawatdaruratan terutama yang berhubungan dengan kebidanan. Dalam konseling
pengambilan keputusan mutlak diambil oleh klien, bidan hanya membantu agar
keputusan yang diambil klien tepat.
Empat strategi membantu klien dalam mengambil keputusan :
a) Membantu klien meninjau kemungkinan
pilihannya.beri kesempatan klien untuk melihat lagi beberapa alternative
pilihannya, agar tidak menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
b) Membantu klien dalam
mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan melihat kembali keuntungan atau
konsekuensi positif dan kerugiannya atau konsekuensi negative.
c) Membantu klien mengevaluasi pilihan.
Setelah klien menetapkan pilihan,bantu klien mencermati pilihannya.
d) Membantu klien menyusun rencana
kerja, untuk menyelesaikan masalahnya.
Pengambilan keputusan yang baik
harus mempertimbangkan :
a) Kondisi
b) Kehendak
c) Konsekuensinya
9.
Saat-Saat Sulit Dalam Penerapan Kip/K
Semua bidang pekerjaan pasti pernah
mengalami masa yang tidak menyenangkan atau menyulitkan.Situasi yang sulit
merupakan tantangan bagi seorang konselor untuk menghadapinya, keterampilan
konseling terletak pada bagaimana mengatasi masa-masa sulit dalam
konseling.Untuk menghadapi tantangan tersebut,bidan sebagai
konselor,harus memiliki pengetahuan yang baik tentang apa yang harus dilakukan.
Masa-masa sulit dalam KIP/K
diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Klien diam, tidak mau bicara.
b) Klien menangis terus-menerus.
c) Bidan meyakini bahwa tidak ada
penyelesaian bagi masalah klien.
d) Bidan melakukan suatu kesalahan.
e) Klien menolak bantuan bidan.
f) Bias Gender.
g) Waktu yang dimiliki konselor
terbatas.
h) Klien berbicara terus dan yg
dibicarakan tidak sesuai topic.
i)
Bidan
dan klien sudah saling mengenal sebelumnya.
j)
Klien
menanyakan hal-hal yang sangat pribadi kepada bidan.
k) Bidan merasa dipermalukan.
l)
Keadaan
kritis
Kesulitan Saat Kip/K
Beberapa kesulitan tersembunyi yang
disadari oleh konselor, terutama konselor pemula. Antara lain :
a) Berusaha terlalu banyak dan terlalu
dini
b) Lebih banyak mengajar daripada
membina hubungan
c) Penerimaan yang berlebihan
d) Menampilkan masalah konseling pada
orang yang tidak berpengalaman.
e) Kecenderungan untuk menampilkan
kepribadian konseling.
f) Merenungkan setelah sesi yang sulit.
Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam kip/k :
1. Klien diam, tidak mau berbicara
a)
Refleksi
perasaan, misalnya, “Saya mengerti hal ini sulit untuk dibicarakan”.
b)
Biarkan
suasana hening sebentar.
c)
Pandang
klien
d)
Perlihatkan
sikap tubuh yang menujukan perhatian.
e)
Beri
kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
f)
Penolakan
atau kebingungan klien.
g)
Klien
dan konselor telah mencapai akhir suatu ide dan semata-mata ragu mengatakan apa
selanjutnya.
h)
Kebingungan
karena kecemasan atau kebencian.
i)
Klien
mengalami sakit dan tidak siap untuk bicara.
j)
Klien
mengharapkan sesuatu dari konselor.
k)
Klien
sedang memikirkan apa yang dikatakan.
l)
Klien
baru menyadari ucapannya dan merupakan ekspresi emosional sebelumnya.
2. Klien menangis terus –menerus.
a)
Tunggu
beberapa saat.
b)
Tenangkan
klien dengan memberi sentuhan.
3.
Bidan
meyakini bahwa tidak ada penyelesaian bagi masalah klien.
a)
Sediakan
waktu untuk klien
b)
Bersama-sama
klien menghadapi masa -masa sulit
c)
Biasa
terjadi jika konselor tidak dapat memecahkan atau membantu menyelesaikan
masalah seperti harapan klien.Misalnya pada kasus remaja putri yang ingin
aborsi.
d)
Konselor
dapat mengatakan pada klien bahwa dia akan selalu menyediakan waktu untuk klien
menghadapi saat-saat sulit meskipun konselor tidak dapat mengubah keadaan.
B.
Konseling
keluarga berencana(KB)
Konseling
merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan KB. Dengan melakukan
konseling, berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis
kontesepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya. Disamping itu dapat
membuat klien merasa lebih puas. Konseling yang baik juga akan membantu klien
dalam menggunakan kontrasepsi yang lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB.
konseling juga dapat mempengaruhi interaksi antara petugas dank klien dengan
cara meningkatkan hubungan dan kepercayaan yang sudah ada. Namun sering kali
konseling diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan baik, karena petugas tidak
mempunyai waktu dan mereka tidak mengetahui bahwa dengan konseling klien akan
lebih mudah mengikuti nasihat.
Konseling
adalah proses yang berjalan dengan menyatu dengan semua aspek pelayanan KB dan bukan
hanya informasi yang dibicarakan dan diberikan pada satu kesempatan yakni pada
saat pemberian pelayanan. Teknik konseling yang baik dan informasi yang memadai
harus diterapkan dan dibicarakan secara interaktif sepanjang kunjungan klien
dengan cara yang sesuai dengan budaya yang ada. Pelayanan KB mencakup pelayanan
alat kontrasepsi, penanggulangan efek samping, dan komplikasi alat kontrasepsi.
Pada pelayanan tersebut terjadi keterlibatan secara utuh, baik dari tenaga
pelayanan maupun klien yang menjadi sasaran. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan secara medic, dan konselig.
1.
Jenis Konseling (Niken Meilani, ddk, 2012)
a) Konseling
awal
Dilakukan bagi
mereka yang sama sekali belum tahu tentang KB
b) Konseling
Pemilihan Cara
Dilakukan bagi
mereka yang sudah mengerti tapi membutuhkan pertolongan atau bantuan dalam
memilih cara/ alat/ obat, dikarenakan keterbatasan pengetahuan klien. Bisa juga
karena pengetahuannya kurang tepat/ keliru
c) Konseling
Pemantapan
Dilakukan pada
mereka yang sudah memahami dan akan memakai alat kontasepsi. Tujuannya agar
klien yakin bahwa alat kontrasepsi yang dipakai sesuai dengan kondisi dan
kebutuhannya, tahu kemungkinan efek samping dan cara mengatasinya. Pada
konseling ini sudah dilengkapi dengan pemeriksaan kesehatan dan keterangan diri
(nama, jumlah anak, riwayat kesehatan) yang diperulakan untuk mengetahui cocok
tidaknya memakai alat alat kontasepsi yang dipilih.
d) Konseling
Pengayoman
Dilakukan pada
mereka yang sudah memakai alat kontrasepsi. Tujuannya adalah untuk mengatasi
masalah yang timbul sesudah memakai alat kontrasepsi, misalnya karena mengalami
efek samping atau karena pengaruh dari luar (mendengar gunjingan, melihat
pengalaman orang lain yang kurang enak). Bisa juga mereka yang tadinya sudah
merupakan akseptor, tetapi kemudian berubah pendapat karena alas an tertentu
(perceraian, kematian)
e) Konseling
Perawatan/Pengobatan
Dilakukan bagi
mereka yang mengalami kegoncangan emasi atau gangguan kejiwaan akibat masalh
keluarga yang berkaitan dengan KB ataupun karena efek penggunaan KB.
2.
Hal-hal yang dibutuhkan untuk melakukan konseling KB
yang baik terutama bagi calon klien KB baru:
a)
Perlakuan klien yang baik
Pertugas
bersikap sabar, memperhatikan sikap menghargai setiap klien, dan menciptakan
suasana rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicarra secara terbuka dalam
segala hal termasuk masalah-maslah pribadi sekalipun. Petugas meyakinkan klien
bahwa petugas (Bidan) tidak akan menceritakan rahasia klien dengan orrang lain
dan akan menjaga kepercayaan.
b)
Interaksi atara petugas dengan klien
Petugas
mendengarkan, memepelajari dan menanggapi keadaan klien karena setiap klien
mempunyai kebutuhan dan tujuan reproduksi yang berbeda. Bantuan terbaik seorang
petugas adalah dengan cara memahami bahwa klien adalah klien yang membutuhkan
perhatian dan bantuan. Oleh karena itu, petugas harus mendorong agar klien
berani berbicara dan bertanya.
c)
Memberikan informasi yang baik terhadap klien
Dengan
mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti petugas rela mendengarkan
informasi apa saja yang dibutuhkan setiap klien. Contoh: Pasangan muda yang
baru menikah mungkin lebih banyak informasi mengenai maslah untuk menjaragkan
kehamilan. Bagi wanita dengan usia dan jumlah anak cukup mungkin lebih
membutuhkan informasi mengenai metode operasi (tubektomi dan vasektomi)
d) Hindari
memberi informasi yang berlebihan
Klien membutuhkan penjelasan untuk menentukan
(informed choice).
Namun
tidak semua klien dapat menangkap semua informasi tentang
berbagai
jenis kontrasepsi. Terlalu banyak informasi yang diberikan
akan
menyebabkan kesulitan bagi klien dalam mengingat informasi
yang
penting. Hal ini disebut kelebihan informasi. Pada waktu
memberikan
informasi pertugas harus memberikan waktu bagi klien
untuk
berdiskusi, bertanya dan mengajukan pendapat.
e) Tersedia
metode yang diinginkan klien
petugas
membantu klien untuk menentukan keputusan sesuai dengan pilihannya, dan harus
tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan atau
menangguhkan penggunaan kontasepsi. Didalam melakukan konseling petugas
mengkaji apakah klien sudah mengerti mengenai jenis kontrasepsi, termasuk
keuntungan dan kerugian serta bagaimana cara penggunaannya. Konseling mengenai
kontrasepsi yang dipilih dimulai dengan mengenal berbagai macam konrasepsi
dalam program KB. sehingga bisa mendorong klien untung membandingkan antara
jenis kontasepsi tersebut. Dengan demikian petugas membantu untuk membuat
sebuah keputusan (Informed choice).
Bila klien memperoleh pelayanan kontasepsi sesuai dengan pilihannya, klien akan
menggunakan kontrasepsi tersebut lebih lama dan lebih efektif.
f) Membantu
klien untuk mengerti dan mengingat
Petugas
memperhatikan contoh alat kontrasepsi dan mendorong klien
untuk memahami
dan memperlihatkan bagaiman cara-cara penggunaannya. Petugas juga
memperlihatkan dan menjelaskan menggunakan flip charts, potret, famplet, atau
halaman bergambar. Petugas juga perlu melakukan penilaian bahwa klien telah
mengerti. Jika memungkinkan, klien dapat membawa bahan-bahan tersebut ke rumah.
Hal ini akan membantu klien mengingat apa yang harus dilakukan juga dapat
memberi tahu kepada orang lain.
3.
Langkah- langkah konseling KB
Dalam
memberikan konseling, khususnya bagi calon klien baru, hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang dikeanal dengn kata kunci
SATU TUJU. Penerapan SATU TUJU tersebut tidak perlu dilakukan secara berurutan
karena petugas harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Beberapa klien
membutuhkan lebih banyak perhatian pada langkah yang satu dibandingkan dengan
langkah yang lainnya. Kata kunci SATU TUJU adalah :
SA :
Berikan salam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian
sepenuhnya kepada mereka dan berbicara ditempat yang nyaman serta terjamin
privasinya. Yakinkan klien untuk membangun rasa percaya diri. Tanyakan pada
klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat
diperolehnya.
T :
Tanyakan kepada klien informasi tetang dirinya. Bantu klien untuk berbicara
mengenai pengalaman KB dan kesehatan reproduksi, tujuan, kepentingan, harapan,
serta keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya. Tanyakan kontrasepsi yang
diinginkan klien. Berikan perhatian kepada klien apa yang disampaikan klien
sesuai dengan kata-kata, gerak, isyarat dan caranya. Coba tempatkan diri kita
didalam hati klien. Perhatikan bahwa kita memahami. Dengan memahami
pengetahuan, kebutuhan, keinginan klien kita dapat membantunya.
U :
Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan reproduksi
yang paling mungkin, temasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi. Bantulah klien
pada kontrasepsi yang paling di inginkan, serta jelaskan pula jenis-jenis
kontrasepsi lain yang ada. Juga jelaskan alternative kontrasepsi lain yang
mungkin diinginkan klien.
TU:
BanTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang
paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menentukan
keinginan dan pertanyaan. Tanggapilah serta terbuka. Petugas membantu klien
mempertimbangkan kriteria dan keinginan
klien terhadap setiap jenis kontasepsi. Tanyakan juga apakah pasangannya akan
memberikan dukungan atas pilihan tersebut. Jika memungkinkan diskusikan
mengenai pilihan tersebut dengan pasangannya. Pada akhirnya, yakinkan bahwa
klien telah membuat keputusan yang tepat. Petugas dapat menanyakan : Apakah
anda sudah memutuskan pilihan jenis kontrasepsi? Apa jenis kontrasepsi yang
akan anda gunakan ?
J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan
kontasepsi pilihannya. Setelah klien memilih jenis kontrasepsinya, jika
diperlukan, perhatikan alat/obat kontrasepsi tersebut dan bagaiman cara
penggunaannya. Sekali lagi doronglah klien untuk bertanya dan petugas menjawab
secara jelas dan terbuka. Beri penjelasan tentang manfaat ganda metode
kontasepsi. Misalnya kondom yang dapat mencegah infeksi menilar seksual (IMS).
Uji apakah klien sudah mengerti bagaiman bagaimana menggunakan kontrasepsinya.
U : perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan
dan buatlah perjanjian kepada klien kapan akan kembali untuk melakukan
pemeriksaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi bila dibutuhkan. Perlu juga
selalu mengingatkan klien untuk kembali bila terjadi sesuatu masalah.
C. Konsep Kepuasan
1. Kepuasan
pelayanan KB
a.
Pengertian
Kepuasan adalah perasaan senang seseorang
yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu
produk dengan harapannya (Nursalam;2011). Kotler (dalam Nursalam; 2011)
menyebutkan bahwa kepuasan adalah perasan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja
atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.
b.
Aspek-aspek
kepuasan :
1)
Aspek
kognitif
Akseptor KB merasa puas dengan informasi yang diberikan
oleh bidan.
2)
Aspek
afektif
Akseptor
KB diperhatikan oleh bidan dengan penuh perhatian, mendengarkan keluhan dan
mempunyai empati yang tinggi.
3)
Aspek
perilaku
Akseptor
KB melakukan evaluasi atas kemampuan komunikasi bidan dalam memberikan anjuran
yang diberikan.
c.
Dimensi kepuasan
Secara umum dimensi kepuasan
dibedakan atas dua macam:
1) Kepuasan yang
mengacu pada penerapan kode etik dan standar pelayanan
2) Hubungan bidan dan pasien
Untuk
dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, hubungan bidan dan pasien yang baik harus dapat
dipertahankan. Diharapkan setiap bidan dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup kepada
pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta
menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal
yang ingin diketahui pasien.
3) Kenyamanan pelayanan
Kenyamanan
yang dimaksudkan disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan,
tetapi juga sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
4) Kebebasan melakukan pilihan
Memberikan kebebasan kepada pasien
untuk memilih serta menentukan pelayanan kesehatan.
5)
Pengetahuan
dan kompetensi teknis
Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis
pelayanan kesehatan maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
6)
Efektifitas
pelayanan
Makin efektif pelayanan kesehatan makin
tinggi pula mutunya.
7) Keamanan tindakan
Untuk
dapat dikatakan pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan harus
diperhatikan. Pelayanan medis yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan yang
baik.
d.
Kepuasan yang mengacu pada penerapan
sesuai persyaratan pelayanan
kesehatan.
1)
Available (ketersediaan layanan)
Suatu
pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di
masyarakat.
2) Appropriate (kewajaran pelayanan)
Suatu
pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam
arti sesuai dengan kebutuhan masalah medis yang dihadapi.
3) Continue (kesinambungan pelayanan)
Suatu
pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan bersifat berkesinambungan, dalam
arti tersedia setiap waktu dan ataupun pada setiap kebutuhan.
4) Acceptable (penerimaan pelayanan)
Suatu pelayanan dikatakan bermutu
apabila pelayanan dapat diterima oleh
pemakai jasa pelayanan.
5) Accessible (ketercapaian pelayanan)
Suatu
pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat dicapai oleh pemakai jasa
pelayanan.
6) Affordable (keterjangkauan pelayanan)
Suatu
pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat
dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan.
7) Efficient (efisisensi pelayanan)
Suatu
pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat
diselenggarakan secara efisien.
8) Effectivity (efektifitas pelayanan)
Suatu
pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat
diselenggarakan secara efektif.
e. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan pasien
Menurut Budiastuti
(Nugroho, 2008) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap
jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, yaitu:
1) Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas
bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan
berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi
oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi
perusahan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam hal
pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan
dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang
dijual (Lusa dalam Nugroho, 2010).
2) Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan
memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien
akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan
yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan
pasien dapat bersumber dari faktor yang relative sefesifik, seperti pelayanan
rumah sakit, petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside dalam
Nugroho, 2010). Prioritas peningkatkan kepuasan pasien adalah memperbaiki
kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah
dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan,
kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis (Marajabessy, dalam
Nugroho, 2010).
3) Faktor
emosional
Pasien yang merasa
bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini
pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”,
cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga
berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan kesehatan
(Robert dan Richard, dalam Nugroho, 2010). Perasaan itu meliputi senang karena
pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga mendapat pelayanan
yang sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan kekecewaan terhadap suatu
pelayanan tertentu sangat mempengaruhi pemilihan terhadap rumah sakit.
4) Harga
Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna
mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari
segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama
tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5) Biaya
Mendapatkan produk atau
jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa
pelayanan tersebut. Menurut, Lusa (Nugroho, 2010). Efisiensi dan efektivitas biaya,
yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang
berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya pelayanan.
f. Pengukuran
Tingkat Kepuasan
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan
elemen penting dalam penyediaan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan
lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan
yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan efisien.
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting
dalam pengembangan suatu sistem penyediaan pelayanan yang yang tanggap terhadap
kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak
pelayanan terhadap populasi dan sasaran (Hadisugito, dalam Nugroho, 2010). Bila
pelanggan tidak puas atau kecewa, harus segera diketahui faktor penyebabnya dan
segera dilakukan koreksi atau perbaikan. Tanpa adanya tindakan untuk melakukan
koreksi atau perbaikan hasil pengukuran tingkat kepuasan pelanggan menjadi
tidak bermanfaat. Padahal tujuan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan adalah untuk
dapat segera mengetahui faktor-faktor yang membuat para pelanggan tidak puas,
dapat segera diperbaiki, sehingga pelanggan tidak kecewa. Tingkat
kepuasan adalah merupakan fungsi dari perbedaan antara
kinerja yang dirasakan
dengan harapan apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa.
Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan
pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya
serta janji dan informasi pemasaran dan saiingannya. Pelanggan yang puas akan
setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang
baik tentang pelayanan.
D.
Tinjauan tentang keluarga berencana
(KB)
1. Pengertian keluarga berencana (KB)
Keluarga berencana menurut BKKBN, (2012) artinya mengatur
jumlah anak sesuai kehendak anda menentukan sendiri kapan anda ingin hamil atau
salah satu usaha masalah kependudukan sekaligus merupakan bagian yang terpadu
dalam program pembagunan nasional dan bertujuan untuk turut serta menciptakan
kesejahtraan ekonomi, spiritual, sosbud penduduk Indonesia agar dapat dicapai
keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional. (Denny, S. 2012.
Ilmu kebidanan, Keluarga Berencana untuk Paramedis dan Nonmedis. Bandung :
Yrama Widya )
2.
Macam-macam KB
a.
Kontrasepsi
sederhana tanpa alat
2)
Senggama
Terputus
Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua.
Senggama dilakukan sebagaimana biasa, tetapi pada puncak senggama, alat
kemaluan pria dikeluarkan dari liang vagina dan sperma dikeluarkan di luar.
Cara ini tidak dianjurkan karena sering gagal, karena suami belum tentu tahu
kapan spermanya keluar.
3)
Pantang
Berkala (Sistem Kalender)
Cara
ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri dalam masa subur.
Selain sebagai sarana agar cepat hamil,kalender juga difungsikan untuk
sebaliknya alias mencegah kehamilan. Cara ini kurang dianjurkan karena sukar
dilaksanakan dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’. Selain itu, kadang juga
istri kurang terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan.
b.
kontrasepsi
sederhana dengan alat
1)
Kondom
Kondom
merupakan salah satu pilihan untuk mencegah kehamilan yang sudah populer di
masyarakat. Kondom adalah suatu kantung karet tipis, biasanya terbuat dari
lateks, tidak berpori, dipakai untuk menutupi penis yang berdiri (tegang)
sebelum dimasukkan ke dalam liang vagina. Kondom sudah dibuktikan dalam
penelitian di laboratorium sehingga dapat mencegah penularan penyakit seksual,
termasuk HIV/AIDS.
Manfaat pemakaian kontrasepsi kondom
:
a) Efektif bila digunakan dengan benar
b) Tidak mengganggu produksi ASI
c) Tidak mengganggu kesehatan klien
d) Tidak mempunyai pengaruh sistemik
e) Murah dan dapat dibeli secara umum
f) Tidak perlu resep dokter atau
pemeriksaan kesehatah khusus
g) Metode kontrasepsi sementara bila
metode kontrasepsi lainnya harus ditunda
2) Diafragma
Diafragma
adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks(karet) yang di
insersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks.
Jenis kontrasepsi diafragma :
a) Flat spring (flat metal band)
b) Coil spring (coiled wire)
c) Arching spring)
Cara kerja kontrasepsi diafragma :
Menahan
sperma agar tidak mendapatkan akses mencapai saluran alat reproduksi bagian
atas (uterus dan tuba falopi) dan sebagai alat tempat spermisida.
Manfaat kontrasepsi diafragma :
a) Efektif bila digunakan dengan benar
b) Tidak mengganggu produksi ASI
c) Tidak mengganggu hubungan seksual
karena telah terpasang sampai 6 jam sebelumnya
d) Tidak mengganggu kesehatan klien
e) Tidak mengganggu kesehatan sistemik
3)
Permisida
Spermisida adalah bahan kimia
(biasanya non oksinol-9) digunakan untuk menon-aktifkan atau membunuh sperma.
Jenis kontrasepsi spermasida :
a. Aerosol
b. Tablet vaginal, suppositoria, atau
dissolvablefilm
c. Krim
Cara kerja kontrasepsi spermisida :
Menyebabkan sel membrane sperma
terpecah, memperlambat pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuahan sel
telur.
Manfaat kontrasepsi spermisida :
a. Efektif seketika (busa dan krim)
b. Tidak mengganggu produksi ASI
c. Bisa digunakan sebagai pendukung
metode lain
d. Tidak mengganggu kesehatan klien
e. Tidak mempunyai pengaruh sistemik
f. Mudah digunakan
g. Meningkatkan lubrikasi selama
hubungan seksual
h. Tidak perlu resep dokter atau
pemeriksaan kesehatan khusus
4)
Kb
Suntik
Kontrasepsi suntikan adalah cara
untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal.
a.
Kb
Suntik 1 bulan (kombinasi)
Adalah 25 mg Depo medroksiprogestreon asetat
dan 5 mg esestradiol sipionat yang diberikan injeksi I.m sebulan sekali
(Cyclofem). Dan 50 mg roretindron enantat dan 5mg Estradional Valerat yang
diberikan injeksi I.m sebulan sekali
Keuntungan menggunakan KB Suntik
1) Praktis, efektif dan aman dengan
tingkat keberhasilan lebih dari 99%.
2) Tidak membatasi umur
3) Obat KB suntik yang 3 bulan sekali
(Progesteron saja) tidak mempengaruhi ASI dan cocok untuk ibu menyusui
Kerugian menggunakan KB Suntik
1) Di bulan-bulan pertama pemakaian terjadi
mual, pendarahan berupa
bercak
di antara masa haid, sakit kepala dan nyeri payudara
2) Tidak melindungi dari IMS dan HIV
AIDS
Indikasi:
1) Wanita usia 35 tahun yang merokok
aktif
2) Ibu hamil atau diduga hamil
3) Pendarahan vaginal tanpa sebab
4) Penderita jantung, stroke, lever,
darah tinggi dan kencing manis
5) Sedang menyusui kurang dari 6 minggu
6) Penderita kanker payudara
b.
Kb Suntikan 3 bulan.
Depo Depo-provera ialah
6-alfa-metroksiprogesteron yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral,
mempunyai efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Obat ini termasuk
obat depot. Noristerat termasuk dalam golongan kontrasepsi ini. Mekanisme kerja
kontrasepsi ini sama seperti kontrasepsi hormonal lainnya. Depo-provera sangat
cocok untuk program postpartum oleh karena tidak mengganggu laktasi.
Keuntungan kb suntik 3 bulan
a) Resiko terhadap kesehatan kecil.
b) Tidak berpengaruh pada hubungan
suami istri
c) Tidak di perlukan pemeriksaan dalam
d) Jangka panjang
e) fek samping sangat kecil
f) Klien tidak perlu menyimpan obat
suntik
Kerugian kb suntik 3 bulan
a) Gangguan haid. Siklus haid memendek
atau memanjang, perdarahan
yang
banyak atau sedikit, spotting, tidak haid sama sekali.
b) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu
c) Permasalahan berat badan merupakan
efek samping tersering
d) Terlambatnya kembali kesuburan
setelah penghentian pemakaian
e) Terjadi perubahan pada lipid serum pada
penggunaan jangka panjang
f) Pada penggunaan jangka panjang dapat
menurunkan densitas tulang
g) Pada penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit
kepala, nervositas, dan jerawat.
5) KB PIL
Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil telah
diperkenalkan sejak 1960. Pil diperuntukkan bagi wanita yang tidak hamil dan
menginginkan cara pencegah kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum
secara teratur. Minum pil dapat dimulai segera sesudah terjadinya keguguran,
setelah menstruasi, atau pada masa post-partum bagi para ibu yang tidak
menyusui bayinya. Jika seorang ibu ingin menyusui, maka hendaknya penggunaan
pil ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui)
dan disarankan menggunakan cara pencegah kehamilan yang lain..
Jenis-jenis kontrasepsi Pil
a. Pil gabungan atau kombinasi
Tiap
pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon estrogen dan progestin. Pil
gabungan mengambil manfaat dari cara kerja kedua hormon yang mencegah
kehamilan, dan hampir 100% efektif bila diminum secara teratur.
Jenis
– jenis pil kombinasi:
1. monofasik : pil yang tersedia dalam
kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam dosis
yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif.
2. Bifasik : pil yang tersedia dalam
kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam dua
dosis yang berbeda adalah estrogen dan progesteron, dengan 7 tablet tanpa
hormone aktif.
3. Trifasik : pil yang tersedia dalam kemasan
21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam tiga dosis yang
berbeda adalah mengandung berbagai dosis progestin. Pada sejumlah jenis obat
tertentu, dosis estrogen didalam ke 21 pil aktif bervariasi. Maksud dari
variasi ini adalah mempertahankan besarnya dosis pada pasien serendah mungkin
selama siklus dengan tingkat kemampuan dalam pencegahan kehamilan yang setara
b. Pil khusus – Progestin (pil mini)
Pil
ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis dan memiliki sifat pencegah
kehamilan, terutama dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi
pada leher rahim) sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga
mengubah lingkungan endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga menghambat
perletakan telur yang telah dibuahi.
Kontra indikasi Pemakaian Pil :
Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang
menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudara atau kanker
kandungan, hipertensi, gangguan jantung, varises, perdarahan abnormal melalui
vagina, kencing manis, pembesaran kelenjar gondok (struma), penderita sesak
napas, eksim, dan migraine (sakit kepala yang berat pada sebelah kepala).
Efek Samping Pemakaian Pil
Pemakaian pil dapat menimbulkan efek samping berupa
perdarahan di luar haid, rasa mual, bercak hitam di pipi (hiperpigmentasi), jerawat,
penyakit jamur pada liang vagina (candidiasis), nyeri kepala, dan penambahan
berat badan.
6) AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim)
AKDR atau IUD (Intra Uterine Device) bagi banyak kaum wanita
merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat efektif dan tidak
perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui, AKDR
tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI).
Namun, ada wanita yang ternyata belum dapat menggunakan sarana kontrasepsi ini.
Karena itu, setiap calon pemakai AKDR perlu memperoleh informasi yang lengkap
tentang seluk-beluk alat kontrasepsi ini.
Jenis-jenis AKDR :
a.
Copper-T
AKDR
berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya
diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai
efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik.
b. Copper-7
AKDR
ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini
mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat
tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti
halnya lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T.
c.
Multi
Load
AKDR
ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan
berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm.
Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375
mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small
(kecil), dan mini.
d. Lippes
Loop
AKDR
ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S
bersambung. Untuk meudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop
terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A
berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C
berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D.
Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari
pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka
atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.
7)
Kontrasepsi
implant
Disebut alat kontrasepsi bawah
kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan atas, alat kontrasepsi ini
disusupkan di bawah kulit lengan atas sebelah dalam .Bentuknya semacam
tabung-tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya sebesar
batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul atau
tergantung jenis susuk yang akan dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif berupa
hormon. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit. Jadi,
konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma.
Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada juga yang
diganti setiap tahun.
8)
Kontrasepsi
Tubektomi (Sterilisasi pada Wanita)
Tubektomi adalah setiap tindakan
pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan
mendapatkan keturunan lagi. Sterilisasi bisa dilakukan juga pada pria, yaitu
vasektomi. Dengan demikian, jika salah satu pasangan telah mengalami
sterilisasi, maka tidak diperlukan lagi alat-alat kontrasepsi yang
konvensional. Cara kontrasepsi ini baik sekali, karena kemungkinan untuk menjadi
hamil kecil sekali. Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi
adalah kesukarelaan dari akseptor. Dengan demikia, sterilisasi tidak boleh
dilakukan kepada wanita yang belum/tidak menikah, pasangan yang tidak harmonis
atau hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam perceraian, dan pasangan
yang masih ragu menerima sterilisasi. Yang harus dijadikan patokan untuk
mengambil keputusan untuk sterilisasi adalah jumlah anak dan usia istri.
Misalnya, untuk usia istri 25–30 tahun, jumlah anak yang hidup harus 3 atau
lebih.
9)
Kontrasepsi
vasektomi
Vasektomi adalah prosedur klinik
untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa
deferensia alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak
terjadi.
Indikasi kontrasepsi vasektomi
Vasektomi merupakan upaya untuk
menghenttikan fertilis dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan
terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas
keluarga.
Kondisi yang memerlukan perhatian
khusus bagi tindakan vasektomi
a) Infeksi kulit pada daerah operasi
b) Infeksi sistemik yang sangat
mengganggu kondisi kesehatan klien
c) Hidrokel atau varikokel
d) Hernia inguinalis
e) Filarisasi(elephantiasis)
f) Undesensus testikularis
g) Massa intraskotalis
h) Anemia berat, gangguan pembekuan
darah atau sedang menggunakan antikoaglansia.
E. Dasar Pemikiran
Variable
bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variable terikat (Sugiyono, 2011). Variable bebas dalam penelitian
ini adalah komunikasi interpersonal bidan di puskesmas Kassi-Kassi Makassar
Variable
terikat merupakan variable yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya
variable bebas (Sugiyono, 2011). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kepuasan pasien KB di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar. Kepuasaan adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja bidan di Puskesmas Kassi-Kassi
Makassar atau hasil yang ia rasakan dengan harapan yang diinginkan pasien.
A.
Definisi
Operasional
1.
Komunikasi interpersonal adalah proses penyebaran
atau berbagi informasi yang dilakukan minimal 2 orang, secara langsung dengan
tatap muka dan bersifat dua arah.
Kriteria objektif:
a)
Baik :
Apabila responden menjawab ya ≥ 50% bentuk-
bentuk komunikasi interpersonal
b)
Kurang Baik : Apabila responden menjawab ya < 50% bentuk-
bentuk komunikasi interpersonal
2.
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat
perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang di harapkannya.
Kriteria
objektif :
a)
Puas : Apabila responden menjawab puas ≥
50% pada
lembar observasi kepuasan
b)
Tidak puas : Apabila responden
menjawab puas < 50% pada
lembar observasi kepuasan
B.
Rumusan
Hipotesis
1.
Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada hubungan
antara komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan pasien.
2.
Hipotesi Nol (Ho)
Tidak ada hubungan antara
komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan
pasien
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Desain
Penelitian
Desain
penelitan yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan Cross Sectional dan
merupakan penelitian korelasi yang bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif
antara varibel independent dan variabel dependent dilakukan pada saat
pemeriksaan atau pengkajian data
B.
Tempat
dan Waktu penelitian
1.
Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan
di puskesamas Kassi-Kassi Makassar
2.
Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan
dari bulan Mei-Juni 2016
C.
Populasi
dan sampel
1.
Populasi
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010 : 117) Populasi dalam penelitian
adalah pasien yang menggunakan jasa layanana keluarga berencana di Puskesmas
Kassi-Kassi Makassar pada bulan Mei-Juni 2016 sebanyak 107.
2.
Sampel
Sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut (Suryati,
2010). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian sebagian dari jumlah
populasi yang dipilih dengan cara tertentu dianggap mewakili populasinya.
Metode pengambilan sampel ini adalah purposive
sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel
diantara populasi yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti dengan
pembagian kuesioner pada pasien yang memenuhi kriteria subjek peneliti. Jumlah
sampel sebanyak 54.
a.
Teknik sampling
Penelitian
ini menggunakan purposive sampling yaitu teknik sampling dengan pertimbangan tertentu dengan
memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti.
b.
Kriteria/Jenis Sampel
1)
Kriteria
Inklusi :
a)
Pasien yang sedang menjalani pelayanan
Keluarga Berencana di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar
b)
Pasien yang tidak mengalami gangguan
mental dan dalam keadaan sadar penuh
c)
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
d)
Pasien dapat membaca dan menulis
e)
Pasien bersedia menjadi responden
2)
Kriteria
Eklusi :
a)
Akseptor Baru
b)
Tidak bersedia menjadi responden
D.
Jenis
dan Sumber data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data primer. Data
primer disini diperoleh secara langsung oleh peneliti dengan bertanya langsung
kepada responden kemudian peneliti menceklis jawabannya pada daftar ceklis atau
dengan menggunakan koisioner yang berlangsung diisi sendiri oleh responden.
E.
Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan
metode angket, jenis data yang digunakan menggunakan data primer yaitu data
yang diperoleh langsung dari responden.
F.
Instumen
Penelitian
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data.
G.
Cara
Pengolahan Data
1.
Editing
Memeriksa data satu
persatu dari hasil jawaban responden yang telah dikumpulkan melalui kuesioner.
Data terkumpul lengkap dan tidak ada kesalahan atau kekurangan.
2.
Coding
Dapat diperiksa
kemudian memberi kode tertentu dari setiap jawaban responden sesuai dengan
variabel yang diteliti dan
mengelompokkannya untuk mempermudah pengolahan data.
3.
Data entry adalah kegiatan memasukan data yang
telah di kumpulkan kedalam master table atau database computer, kemudian
membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat table kontingensi.
H.
Analisis
Data
Data
dianalisis dengan menggunakan analisis inferensial sebagai berikut :
1.
Univariat
Analisis univariat
digunakan untuk mengetahui distribusi dan proporsi dari tiap variabel bebas
(komunikasi interpersonal) dengan variabel terikat (kepuasan pasien)
2.
Bivariate
Anaisis ini digunakan
untuk mengetahui distribusi dan proporsi dari tiap variabel bebas (komunikasi
interpersonal) dengan variabel terikat (kepuasan pasien) dengan menggunakan Uji
Chi-Square.
Adapun rumus yang
digunakan adalah :
Keterangan :
X² : Chi Kuadrat
fo : Frekuensi yang diobservasi
fh : Frekuensi yang diharapkan
∑ : Sigma
Berdasarkan hasil Uji
tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :
a.
Jika nilai p < α maka Ho ditolak,
berarti ada hubungan antara variabel dependent
dan variabel independen.
b.
Jika nilai p ≤ α maka Ho diterima,
berarti tidak ada hubungan antara variabel dependent
dan variabel independent
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam
penelitian ini peneliti melakukan penelitian di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar
dengan sampel 54 responden. Data diperoleh dari responden dengan pengisian
koisioner. Sebagaimana tercantum dalam table meliputi:
1.
Karakteristik
Responden Berdasarkan Umur
Tabel
4.1
Karakteristik
Responden Berdasarkan Umur diruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016
Umur
Jumlah
Presentase (%)
|
≤ 20 Tahun 2 3,7
21-35 Tahun 37 68,5
> 35 Tahun 15 27,8
|
|
Jumlah
54
100
|
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
Dari
table 4.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 54 responden yang paling dominan
adalah berusia 21-35 tahun sebanyak 37 responden (68,5%), sedangkan responden
yang paling sedikit adalah berusia ≤ 20 tahun yaitu sebanyak 5 responden
(3,7%),
2.
Karakteristik
Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel
4.2
Karakteristik
Responden Berdasarkan Pendidikan Di Ruang KB Puskesma Kassi-Kassi Makassar
Tahun 2016
Umur
Jumlah
Presentase (%)
|
SD
4
7,4
SMP/Sederajat 20 37,0
SMA/Sederajat 27 50
Sarjana/PT 3 5,6
|
|
Jumlah
54
100
|
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
Dari
tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 54 responden mayoritas berpendidikan
SMA/Sederajat yaitu sebanyak 27 orang (50%), dan minoritas berpendidikan Sarjana/Perguruan
Tinggi yaitu sebanyak 3 orang (5,6%).
3.
Karakteristik
Responden Berdasarkan Lama Menggunakan KB
Tabel
4.3
Karakteristik
Responden Berdasarkan Lama Menggunakan KB di Ruang KB Puskesmas Kassi-Kassi
Makassar Tahun 2016
Lama
Penggunaan KB Jumlah Presentase (%)
|
≤ 1
Tahun
24
44,4
2-3 Tahun 9 16,7
4-10 Tahun 21 38,9
|
|
Jumlah
54
100
|
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
Dari
tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 54 responden mayoritas menggunakan
KB ≤ 1 Tahun yaitu sebanyak 24 orang (44,4%), dan minoritas menggunakan KB 2-3
tahun yaitu sebanyak 9 orang (16,7%).
4.
Gambaran
Komunikasi Interpersonal
Tabel
4.4
Gambaran
Komunikasi Interpersonal Bidan Di Ruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun
2016
Komunikasi
Interpersonal Jumlah Presentase (%)
|
Baik 39 72,2
Kurang 15 27,8
|
|
Jumlah
54
100
|
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
Dari
tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa dari 54 responden mayoritas mengatakan
komunikasi interpersonal Bidan di Puskesmas Kassi-Kassi Baik yaitu sebanyak 39
orang (72,2%), dan mengatakan kurang yaitu sebanyak 15 orang (27,8%).
5.
Gambaran
Tingkat Kepuasan
Tabel
4.5
Gambaran
tingkan kepuasan pasien di ruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2016
Tingkat
Kepuasan Jumlah Presentase (%)
|
Puas 37 68,5
Tidak Puas 17 31,5
|
|
Jumlah
54
100
|
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
Dari
tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa dari 54 responden mayoritas mengatakan
puas yaitu sebanyak 37 orang (68,5%), dan minoritas mengatakan tidak puas
sebanyak 17 orang (31,5%).
6.
Hubungan
Komunikasi Interpersonal Terhadap Tingkat Kepuasan.
Tabel 4.6
Hubungan Komunikasi Interpersonal Terhadap Tingkat Kepuasan Pesien Di Ruang KB Puskesmas Kassi-Kassi Makassar
Tahun 2016
Komunikasi
Interpersonal
|
Tingkat Kepuasan
|
Total
|
||||
Puas
|
Tidak Puas
|
|||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|
Baik
|
32
|
82,1
|
7
|
17,9
|
39
|
72,2
|
Kurang
|
5
|
33,3
|
10
|
66,7
|
15
|
27,8
|
Total
|
37
|
68,5
|
17
|
31,5
|
54
|
100
|
|
Df = 1 p= 0,001
|
Sumber : Olahan Data Primer, 2016
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 54 responden
yang mengatakan komunikasi baik sebanyak 39 orang, 32 (82,1%) mengatakan puas,
dan 7 (17,9%) mengatakan tidak puas, sedangkan komunikasi interpersonal cukup
sebanyak 15, yaitu 10 (66,7%) mengatakan puas, dan 5 (33,3%) mengatakan tidak
puas.
Berdasarkan uji statistik Chi Square menunjukkan
nilai p = 0,001 dan taraf signifikan (α) 0,05. Nilai p = 0,001 < 0,05 (α),
maka Ha diterima dan Ho ditolak, berarti ada hubungan Komunikasi Interpersonal
Bidan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam pelayanan keluarga berencana di
Puskesmas Kassi-Kassi Makassar.
B.
Pembahasan Hasil Penelitian
Hubungan
Komunikasi Interpersonal Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Puskesmas Kassi-Kassi
Makassar Tahun 2016.
Berdasarkan hasil penelitian di atas
dari 54 responden yang mengatakan komunikasi baik sebanyak 39 orang, 32 (82,1%)
mengatakan puas, dan 7 (17,9%) mengatakan tidak puas, sedangkan komunikasi
interpersonal cukup sebanyak 15, yaitu 10 (66,7%) mengatakan puas, dan 5
(33,3%) mengatakan tidak puas.
Dari analisia bivariate menunjukan
adanya hubungan antara komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat kepuasan
pasien di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar dengan uji Chi-Square P = 0,001 (p <
0,05 ).
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Silviana Kartika Sari pada Agustus 2011 di Desa
Karang Klesem Kec. Purwokerto Selatan Kab. Banyumas di dapatkan hasil bahwa
keseluruhan Pasangan Usia Subur (PUS) akseptor KB mendapatkan konseling yaitu
sebanyak 88 (100,0%) responden dan sebagian besar Pasangan Usia Subur (PUS) non
akseptor KB tidak mendapatkan konseling KB yaitu 55 (76,1%) responden, dan
hanya 17 (23,9%) responden yang mendapatkan konseling KB. hal ini menunjukan
bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara konseling KB dengan
pengambilan keputusan PUS dalam penggunaan kontrasepsi di Desa Karang Klesem
Kec. Purwokerto Selatan Kab. Banyumas.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ika Dewi tahun 2013. Hasil uji hipotesis
menggunakan analisis Spearman’s rho, dimana H = 0,05 maka didapatkan nilai Sig.
= 0,00 dengan koefisien korelasi = 0,694. Maka diketahui nilai Sig. < H.
sehingga H0 ditolak berarti ada Hubungan Komunikasi Antarpribadi Perawat
Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien RSIA Pertiwi Makassar, dengan pengaruh yang
kuat, karena korelasi 0,694 pada H = 0,01.
Hasil
penelitian yang di lakukan oleh Mirnawati S. tahun 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara komunikasi interpersonal perawat dengan
kepuasan pasien
di rumah sakit cempaka Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
dengan r = 0,694 dan p = 0,000 . Kemudian hasil penelitian ini juga
menunjukkan
bahwa ada hubungan antara aspek interpersonal
aspek
komunikasi perawat dengan kepuasan pasien di rumah sakit
cempaka Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
Namun dari 39 (72,2%) pasien yang
mengatakan komunikasi interpersonal baik, masih ada yang merasa kurang puas
yaitu sebanyak 7 (17,9%). Ini terjadi karena kepuasan pasien dipengaruhi banyak
faktor seperti yang dikatakan oleh Wijono D. (2010), antara lain yang
bersangkutan dengan pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama
saat pertama kali datang, informasi yang diperoleh, apa saja yang dikerjakan,
yang dapat di harapkan, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum, dan out come yang diperoleh dari layanan
yang diterima. Jadi dalam hubungan dengan komunikasi interpersonal informasi
yang diterima dan perasaan pertama kali datang mungkin kurang dirasakan puas
oleh pasien di Ruang KB Puskesmas Kass-Kassi Makassar.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
setiap orang mempunyai standar pribadinya masing-masing, suatu standar yang
tidak resmi dan tidak tertulis. Sedikit banyak kesenjangan antara harapan
pasien dengan kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya dapat dikurangi, yaitu
dengan adanya komunikasi yang baik antara penyelenggara layanan kesehatan
dengan pasien. Komunikasi yang ikhlas, tulus dan penuh perhatian merupakan
metode yang sangat efektif untuk mewujudkan suasana yang saling mempercayai, saling
menghargai, dan saling menghormati, suasana yang kondusif untuk memodifikasi
atau mengubah harapan pasien yang telah lama terbentuk.
C.
Peluang dan Keterbatasan
1. Peluang
Untuk mengukur tingkat kepuasan
pasien sebenarnya tidak hanya dilihat dari bagaimana komunikasi interpersonal
bidan, tetapi masih banyak hal lain yang bisa mempengaruhi tingkat kepuasan
pasien, kinerja bidan, pendekatan dan perilaku bidan, mutu informasi yang
diterima, prosedur layanan, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas untuk
pasien.
2. Keterbatasan
Hasil penelitian ini masih banyak
terdapat kekurangan, hal ini desebabkan karena keterbatasan-keterbatasan yang
peneliti hadapi selama penelitian dilakukan.
a. Pengumpulan
data dengan koesioner memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak
jujur atau tidak mengerti ertanyaan yang dimaksud dan lebih banyak dipengaruhi
oleh sikap dan harapan-harapan pribadi yang bersifat subyektif sehingga
hasilnya kurang mewakili secara kualitatif.
b. Selain
itu dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan observasi langsung kepada
bidan dlam melakukan komunikasi kepada responden sehinngga hasil penelitia ini
dirasa kkurang representative.
c. Sampel
yang digunakan terbatas baik dari sisi jumlah maupun cakupan responden,
sehinggga hasilnya mungkin kurang representatife sebagai generalisasi secara
keseluruhan.
d. Keterbatasan
waktu menyebabkan hasil penelitian kurang sempurna dan kurang memuaskan.
e. Kemampuan
peneliti yang masih sangat terbatas (penelitian pemula), sehingga hasil yang
diharapkan kurang sempurna dan kurang memuaskan.
f. Biaya
yang tersedia dan buku-buku panduan yang terbatas sehingga kedalaman isi
penelitian kurang sempurna.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian mengenai hubungan komunikasi interpersonal bidan dengan
tingkat kepuasan pasien keluarga berencana di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar
Tahun 2016 bahwa ada hubungan komunikasi interpersonal bidan dengan tingkat
kepuasan pasien keluarga berencana di
Puskesmas Kassi-Kassi Makassar. Hal ini dipertegas dengan hail pengolahan data
melalui SPSS dengan menggunakan uji Chi-Squar
bahwa nilai p (0,001) < α (0,05) yang berarti Ha diterima Ho ditolak.
B.
Saran
1. Bagi
petugas kesehatan khususnya Bidan, dalam melayani pasien bidan melakukan komunikasi
interpersonal yang efektif dan terarah. Komunikasi bidan yang baik bisa
memberikan kepuasan bagi pasien, sedangkan komunikasi yang buruk bisa
menimbulkan kekecewaan atau kurang puas bagi pasien, untuk itu diharapkan bidan
selalu memperhatikan cara berkomunikasinya dengan pasien agar tidak menimbulkan
kesalahpahaman.
2. Bagi
mahasiswa dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan acuan/referensi
selanjutnya bagi yang berminat pada judul penelitian ini.
3. Bagi
institusi diharapkan dapat menyediakan /menambah referensi bahan pembelajaran
tentang penatalaksanaan komunikasi interpersonal sehingga dapat dimanfaatkan
bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran, praktik dan penelitian.
4. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dalam rangka
mempertahankan serta meningkatkan kepuasan pasien perlunya penelitian lebih
lanjut mengenai aspek – aspek yang menentukan kepuasan pasien, ataupun analisis
aspek yang mempengaruhi motivasi bidan dalam menjalin komunikasi interpersonal,
sehingga pasien akan lebih merasa nyaman dalam menerima asuhan kebidanan di
puskesmas maupun rumah sakit..
DAFTAR
PUSTAKA
Alimul H, Azis. (2007). Metode
penelitian Kebidanan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Aritonang
Lebrin, 2010. Kepuasan Pelanggan,
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Arum Setya, Dkk,
2010. Panduan lengkap pelayanan KB
terkini. Nuha Medika. Yogyakarta
Bidan
Prada, 2010 : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 No. 1 Edisi Desember 2010
Dinkes,
SUL-SEL, 2016. Profil kesehatan provinsi
sul-sel 2015. Makassar
Ermawati, 2010, Komunikasi
Dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan, Jakarta : CV. Trans Info Media
Eri R, 2010. Hubungan Antara Konseling Dengan Kepuasan Akseptor KB Di Puskesmas Manyaran
Semarang.
Jurnal Kebidanan
Handayani, Sri,
2010. Buku ajar pelayanan keluarga
berencana. Pustaka Rahima Jakarta
Indri Astuti
Purwanti. 2010. Hubungan layanan
konseling dengan minat akseptor bidan delima. Semarang
Lucky,
2013. Buku Ajar Kependudukan dan
Pelayanan KB. Jakarta : EGC
Mardiana,
2012. Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan.
Pustaka Refleksi. Makassar
Niken,
2012. Pelayanan Keluarga Berencana.
Yogyakarta : Fitramaya
Sari, Ika,
2016. Sosialisasi Program Keluarga Berencana oleh Pusat
Kesehatan Desa dengan Pendekatan Komunikasi Interpersonal di Desa Jemparing
Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. Jurnal Kebidanan
Setiawan,
Ari & Saryono, 2011. Metodelogi
Penelitian Kebidanan, Yogyakarta : Nuha Medika
Sugiono,
Dkk, 2013. Metodelogi penelitian
kuantitatif dan kualitatif dalam bidang kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta
Sulfianti,
2012. Strategi komunikasi petugas dengan
peningkatan minat PUS memilih alat kontrasepsi. Surakarta.
Sulistyawati,
Ari, 2012. Pelayanan Keluarga berencana.
Salemba Medika. Yogyakarta
Suprato, 2011, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pasien, Jakarta : Rineka Cipta
Suryati, 2013. Komunikasi Kebidanan, Jakarta: CV. Trans Info Media
Suryanto,
2011. Komunikasi Interpersonal,
Yogyakarta : Graha Ilmu
Trikaloka, 2013, Komunikasi Kesehatan, Yogyakarta : Mitra Setia
Wulandari,
2009. Komunikasi dan Konseling Dalam
Praktik Kebidanan, Yogyakarta : Nuha Medika
Yuhaedi, Tuafika, 2013. Kependudukan dan Pelayanan KB. ECG.
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar